28. Specialis

73 17 3
                                    

Asap tebal, percikan api bahkan petir bercampur menjadi satu di pertempuran sengit antara Kenan dan juga pria bertopeng itu, Jack.

Doyun berusaha keras untuk menjaga energi sang ayah, dengan terus menyalurkan energi miliknya. Dia bahkan tak segan langsung menyembuhkan bila ada luka di tubuh sang ayah.

"Hentikan, Doyun. Kau akan kehabisan energi." Kata Zyra dengan khawatir. Dia tidak mungkin terus-menerus diam ketika dua orang yang telah menyelamatkannya malah bertarung tanpa dirinya.

Mendengar itu Doyun tertawa renyah. "Kau khawatir?" Tanyanya sambil menoleh pada gadis yang berdiri tepat di belakangnya itu.

Tanpa ragu Zyra mengangguk dengan yakin. Dia benar-benar khawatir, dia bisa melihat darah yang keluar dari hidung pria di depannya. "Hentikan, hidungmu berdarah."

"Ini bukan masalah-uhuk" Doyun menghentikan kalimatnya, dia terbatuk. Dia melepaskan sihir penyembuhnya dari sang ayah secara tiba-tiba.

Darah keluar dari mulutnya begitu banyak. Tapi, dia tidak boleh lengah. Sang ayah terlihat hampir kehabisan energi lagi, bahkan ayahnya sudah penuh luka di bagian wajahnya.

"Jangan dipaksakan, kau kehabisan energi, spesialismu membutuhkan banyak energi, kau hampir kehabisan semua energimu, Doyun." Kata Zyra kembali menghentikan Doyun lagi.

Dia tidak bisa berbuat apa-apa, karena kehabisan energi, spesialis mengendalikan cahayanya sudah tak bisa di gunakan karena membantu pria bajingan tadi. Sial.

"Doyun!" Panik Zyra. Pria itu tiba-tiba terjatuh ke tanah dengan kedua lutut sebagai tumpuannya. Akhirnya Zyra mencoba mengeluarkan energi sisanya untuk menggunakan sihir pemulih.

Ini mungkin akan membuatnya kehabisan energi sampai pingsan atau bisa juga dia mati. Tidak-tidak itu sudah tak penting untuknya lagi.

Zyra mengarahkan tongkat sihirnya pada Doyun yang lemas di depannya. Dia mulai membaca sihirnya dan merasakan kalau tubuhnya perlahan lemas.

"J-jangan, Zyra." Larang Doyun dengan lemah, dia berbalik, mengambil alih tongkat itu sehingga menghentikan penyembuhan yang di berikan oleh Zyra.

"Kau ini kenapa sih? Biarkan aku membantumu, sialan!" Marah Zyra, dia mencoba mengambil balik tongkat sihirnya namun tidak berhasil.

Suara ledakan terdengar, membuat keduanya refleks menatap kembali ke arah depan. Di sana keduanya bisa melihat kalau sang ayah, Kenan, tengah terpojok dengan keadaan lemah.

"AYAH!" Teriak keduanya bersamaan.

Jack tersenyum remeh, dia berdiri tepat di depan tubuh pria yang sudah terpojok di batu besar. Dia kembali mengambil dua belatinya. Kedua ujung benda tajam itu mengeluarkan cahaya berwarna biru. Menandakan kalau belati tersebut telah diberikan sihir.

Dua belati itu sudah siap dia tusuk pada tubuh pria di depannya. Sebelum itu dia menatap kedua orang yang tadi baru saja berteriak memanggil Kenan.

"Ini akan jadi terakhir kalinya kalian melihat sosok yang kalian sebut 'ayah'. Ada kata terakhir? Ah, sepertinya tidak perlu."

"Menjauh dari ayahku, sialan!" Kecam Zyra dengan air mata yang mulai mengalir deras. Dia takut, ini semua salahnya. Kenapa harus ayahnya ah tidak ayah Doyun yang di hukum?

Jack tersenyum miring ke arah mereka. "Kalian bisa keluar." Perintahnya pada keheningan. Tak lama setelahnya sepuluh naga hitam keluar dari balik semak-semak dan pohon.

Naga hitam tersebut langsung mengepung Zyra dan Doyun agar tak bergerak ke mana-mana.

Kenan terbatuk, dia meringis karena luka dalam dari sihir pria di depannya. Dengan energi yang tersisa dia mengeluarkan sihir untuk membuat pelindung pada kedua anaknya.

Iya, Zyra juga anaknya. Walaupun gadis itu bukan anak kandungnya.

"Kau masih bisa melindungi mereka rupanya." Kata Jack dengan suara dingin. Dia sudah muak dengan Kenan, dia pun segera mengarahkan dua belati tersebut pada tubuh pria itu.

Jleb!

Zyra memekik tertahan sambil menutup matanya dan menangis kencang setelahnya. Dia terjatuh dengan tubuhnya yang bergetar hebat.

Sedangkan Doyun terdiam membeku. Dia bisa melihat ada darah yang menetes ke tanah di sana. Tenggorokannya terasa sangat tercekat. Bahkan dia tidak bisa menggerakkan tubuhnya.

"Jangan melamun, Doyun."

Doyun menoleh dengan cepat. Dia melihat gadis dengan surai cokelat tengah mengarahkan tongkat sihirnya ke dirinya. Tubuhnya terasa pulih setelahnya. "Kak Zoe?"

Zoe tersenyum hangat, "Maaf ya terlambat, ayahmu meminta kami untuk membuat pelindung lebih dulu dari empat sisi hutan ini, itulah mengapa kami membutuhkan banyak waktu." Katanya masih dengan menyembuhkan tubuh pria yang lebih muda darinya itu.

Entah kenapa Doyun malah refleks memeluk kakak cantiknya itu dengan erat. Bahkan dia tanpa sadar menangis. "Hiks, kakak, ayah bagaimana?"

"Kau hanya melihat darah yang menetes, kau tidak melihat siapa pemilik darah itu." Balas Zoe sambil mengusap bahu yang lebih muda. Dia melirik sebentar ke arah gadis lain yang pingsan di dekat mereka.

Ah, itu Zyra. Sepertinya gadis itu kehabisan energi. Ia pun melepaskan pelukan Doyun secara perlahan. Kemudian mengarahkan jari telunjuknya untuk memberi tahu bahwa ayah anak itu baik-baik saja.

Dua belati yang tertancap pada tubuhnya dia lepas dengan begitu mudah. Leo, pria itu membuangnya ke sembarang arah, dia bisa melihat kalau orang yang menusuknya itu tampak terkejut karena dirinya.

"Dasar bodoh." Cerca Leo, dia bisa merasakan kalau perutnya sudah kembali seperti biasa, tanpa luka dan celah. Kecuali pakaian yang di gunakan, itu robek karena bekas dua belati tersebut.

Sebelum pria itu bergerak, Leo sudah lebih dulu menonjoknya dengan sihir, dan membuat pria yang dia yakini si dalang dari kekacauan dunia ini, hingga terpental cukup jauh.

Dia membalikkan tubuhnya, menatap punggung gadis bersurai hitam yang tengah membantu menyembuhkan pria yang merupakan kepala sekolah mereka itu.

"Lihat Mr. Kenan, ini semua salahmu, Doyunku sampai terluka banyak, dan Anda bahkan juga ikut-ikutan terluka. Ayolah, Anda tidak boleh meninggalkan kami, ingat dosamu banyak padaku, karena sering menghukumku." Celoteh gadis dengan surai hitam itu tanpa henti.

Di saat-saat seperti ini, yang bisa mengoceh seperti ini hanya dua orang, kalau tidak Zoe, ya pasti Alvia.

Kenan meringis ketika luka pada lengannya di tekan kuat oleh gadis yang merupakan muridnya tersebut. Ia menatap Alvia dengan sinis. "Kau masih muridku, Alvia. Jangan membuatku kesal."

"Ini di luar sekolah jadi-- hehehe bercanda." Cengir Alvia dengan nada tak bersalah. Setelah selesai menyembuhkan sang kepala sekolah dia segera berdiri dan langsung berbalik.

"Aku juga terluka." Kata Leo dengan santai.

"Oh, kau terluka?" Tanya Alvia dengan nada khawatir yang dibuat-buat, dia melirik ke belakang pria di depannya sebentar, setelahnya dia kembali melihat ke arah Leo dengan sebuah senyum misterius. Tangannya ia letakan pada bahu pria dengan surai pirang tersebut.

Bugh!

"Argh!"

Itu bukan suara ringisan dari Leo, bahkan pria itu malah terkejut sendiri karena suara yang berasal dari belakangnya itu. Dia segera berbalik dan di sana pria yang tadi menusuknya dengan belati tengah meringis sambil memuntahkan darah.

Alvia tersenyum kecil, dia akhirnya menemukan keganjalan yang selama ini ia cari tahu. Tentang kenapa dia bisa mengikuti spesialis Zyra di ujian waktu itu. Semuanya terjawab, itu karena dirinya menyalin spesialis gadis tersebut, dan itulah spesialis miliknya.

--

Tbc

Ngetiknya sambil deg-deg an, takut ada penjelasan yang kurang mwehehe

Sorry for typo's

See you next chapter!

ALVIA SANDARA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang