"Uhuk, sial," Umpat pria bersurai blonde ketika batuknya justru mengeluarkan darah. Di belakangnya ada pria yang lebih muda yang menggelengkan kepalanya tak habis pikir.
Ini ke sekian kalinya Doyun mendengar umpatan yang keluar dari pria yang tengah dia obati tersebut. Sesuai apa yang di katakan oleh Ben, pria itu benar-benar kehabisan energinya karena menggunakan spesialis agar tubuhnya tak terluka.
"Kakak seharusnya meminta bantuan pada gadis yang ditakdirkan untuk kakak itu, meskipun bisa memulihkan energi kakak dengan spesialis yang aku punya, tetap saja ini akan membutuhkan waktu yang lama."
Doyun menghela nafas karena tak mendapat respons dari pria yang lebih tua darinya itu. Astaga, memangnya dia tengah menyembuhkan patung sehingga di abaikan seperti ini?
Terhitung sudah hampir setengah hari Doyun berada di kamar mereka bersama Leo. Selain untuk mengobati Leo, mereka juga di suruh untuk tetap berada di kamar karena masalah kemarin.
Identitas mereka sudah terungkap, kecuali Alvia dan Ben. Ya, mereka aman, tapi tak menuntut kemungkinan kalau ada yang akan curiga pada keduanya.
"Ah, aku menyerah!" Teriak Doyun frustrasi. Dia sudah kelelahan dan hampir menguras seluruh energinya.
Leo memakai pakaiannya lagi, dia berdiri dan bersiap untuk keluar kalau saja suara Doyun tak menginterupsinya lebih dulu.
"Kakak akan kemana? Di luar--"
"Aku tidak selemah itu," Potong Leo dengan cepat, sebelum dia pergi, ia bisa melihat kalau pemuda itu terlihat kesal karena ucapannya tadi.
Itu bukan masalah baginya. Dia tetap akan pergi keluar dan melakukan apa yang harus dia lakukan. Leo berjalan ke arah halaman belakang sekolah.
Berhenti tepat di bawah pohon besar yang biasa dia kunjungi ketika dalam keadaan lemah. Ya, ini bukan pertama kalinya dia ke sini.
Ia menutup matanya dengan posisi yang masih menghadap ke pohon. Mengucapkan kalimat singkat yang berakhir membuatnya tak terlihat.
Masih dengan mata tertutup, Leo memanggil satu nama dengan suara pelan. "Alvia."
Tidak membutuhkan waktu yang lama, suara langkah terdengar mendekat ke arahnya. Leo membuka matanya secara perlahan.
Memperhatikan sosok gadis dengan surai hitamnya menghampiri tempatnya berdiri, lalu gadis itu duduk di bawah pohon tersebut, menyenderkan kepalanya di sana.
"Mmm aku merasa kau ada disini, apa aku benar?" Tanya gadis itu pada keheningan.
Leo tak bergeming. Dia tahu, gadis itu, Alvia bertanya tentang keberadaan dirinya. Ia yakin Alvia mulai ingin tahu tentang dirinya, tentang siapa dirinya dan siapa yang berani mengambil ciuman gadis itu.
"Apa tidak ada? Seharusnya kau disini, karena setiap ada ada masalah dan itu melibatkan energi, kau selalu ke sini, mengambil energi dariku melalui.. ah lupakan."
Melihat Alvia yang menggeleng ribut dengan wajah yang memerah membuat Leo tak bisa untuk tidak tersenyum. Tapi, senyum itu luntur mengingat gadis yang ditakdirkannya itu pasti akan membencinya, ketika dia berkata yang sebenarnya.
"Ah, baiklah sepertinya kau--" Kalimat itu terhenti bersamaan dengan Leo yang berhasil mengambil sebuah ciuman dari Alvia.
Tangannya menahan tengkuk gadis itu agar tetap mendongak, energi yang cukup kuat tersalurkan ke tubuhnya, membuatnya merasa lebih baik.
Sedangkan Alvia, benar-benar tak bergeming karena terkejut dengan serangan yang tiba-tiba tersebut. Tapi, karena ciuman itu belum juga selesai membuatnya refleks memegang bahu orang yang tadi menciumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALVIA SANDARA [TAMAT]
Fantasi[Fantasi] Keadaan mendesak mengakibatkan lima orang terpilih masuk ke dalam dunia antah berantah yang terdapat sekolah yang mengutamakan sihir. Dunia modern yang menjadi latar awal mereka berubah menjadi hutan dan sebuah bangunan sekolah yang amat k...