[10] Not Failed

89 16 2
                                    

"...gagal lagi." Pria paruh baya itu mendengus di akhir. Entah sudah yang ke berapa kali ia mengatakan kata 'gagal' hari ini. "Apa kau benar-benar yang terpilih itu?" Desisnya pelan.

Yang di marahi hanya mampu menunduk, dia juga tak mengerti apa yang salah dengannya. Sudah tiga minggu dirinya belajar di dalam sekolah sihir. Namun, baru kali ini ia melakukan sesuatu yang benar-benar patut di kecewakan.

"Maaf Mr. Dellion." Ucapnya merasa bersalah.

Pria paruh baya itu berdecih mendengarnya, "Aku tak butuh maafmu, keluar dari kelasku sekarang juga... Park Doyun." Suruh Dellion, yang jelas harus di patuhi.

Helaan nafas terdengar dari pemuda bersurai hitam tersebut. Sebelum menuju pintu keluar, ia menatap keempat kakak-kakaknya yang tampak melirik ke arahnya prihatin.

Ini sebuah kejutan tentunya, Alvia yang di kategorikan sebagai orang terpilih yang tak memiliki warna sihir justru paling mahir melakukan sihir.

Sedangkan Doyun, dia bisa, namun ada yang mengganggu pikiran anak itu sepertinya. Entah apa yang di pikirkannya, yang pasti baik Alvia dan yang lain belum ada yang sempat menanyakannya.

Karena sudah mendapat perintah untuk keluar, mau tak mau Doyun melangkah keluar kelas. Berjalan entah kemana yang pasti ia ingin merenungkan dirinya.

Langkahnya terhenti tepat di depan ruang kepala sekolah, ia mendesah berat. Sepertinya ia butuh mengadukan sesuatu pada ayahnya.

Dulu ketika sang ibu masih hidup, ia selalu mengadu padanya, namun sekarang tempatnya untuk pulang dan mengadu hanya tinggal pada sang ayah.

Ketika di Korea dulu, ia jarang sekali bertemu dengan ayahnya, selalu berkata sibuk. Dan dirinya sekarang paham apa yang membuat sang ayah sibuk.

Tapi, sekarang mereka sudah tak berjauhan lagi, mereka berada di tempat yang sama dan dalam radius yang amat dekat.

Baiklah, sepertinya tak ada salahnya ia bertemu dengan ayahnya bukan?

Baru ingin mengetuk pintu, benda itu sudah lebih terbuka dari arah dalam. Memperlihatkan wajah pucat sang ayah. Dahinya berkerut, Doyun bingung, tumben sekali ayahnya menggunakan pintu untuk keluar.

Biasanya juga hanya tinggal buka portal dan sampai ke tempat tujuan.

"Ayah, mau kemana?" Tanyanya.

Sejujurnya Kenan terkejut akan kedatangan putranya, dia sampai tak sempat untuk menyembunyikan raut wajahnya yang tampak kelelahan. "Apa yang kau lakukan di sini? Bukankah kau ada kelas?" Bukannya menjawab, ia justru balik bertanya pada sang putra.

"Aku di suruh keluar-"

"Siapa yang berani mengusirmu?" Kenan memotong kalimat putranya, dengan cepat dan dengan suara yang amat dingin.

"Bukan mengusir ayah, Mr. Dellion-"

"Pria tua itu, apa dia memperlakukanmu dengan buruk selama ini?" Lagi dan lagi Kenan memotong kalimat putranya, bukan tanpa alasan, dia hanya merasa khawatir. Beberapa ini dia selalu kalut dengan apa pun yang menyangkut anak semata wayangnya.

"Ayah!" Doyun meninggikan suaranya, lalu menghela nafas pelan ketika melihat wajah sang ayah yang tampak terkejut. "Maaf, tapi bisakah ayah tak memotong kalimatku?"

Kenan mengangguk, dia mengusap rambut putranya penuh sayang. "Maafkan ayah juga. Baiklah, sepertinya kita harus berbicara berdua, antara anak dan ayah sekarang. Apa kau bisa?"

"Bisa, lagi pula aku memang mau menceritakan segala pikiran yang menggangguku selama ini."

Setelah mendengar jawaban dari sang putra, Kenan pun segera mengatakan mantra dengan pelan, dan membuat sebuah lubang hitam terbentuk di hadapan mereka.

ALVIA SANDARA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang