4. Tak Disangka

6K 508 36
                                    

Keputusan Aileen sudah bulat untuk meninggalkan ruangan bos, di mana ada mafia di dalamnya. Ia hanya ingin memanggil satpam untuk menangkap si pelaku kejahatan.

Keluar dari ruangan, Andre memanggil namanya, tetapi tak ia indahkan. Lelaki itu mengekori Ilen hingga memasuki lift.

"Mbak mau ke mana?" tanya Andre saat mereka berdua ada di dalam lift.

Ilen menghela napas, ia tak akan menjawab apa pun pertanyaan dari Andre, walau itu bisa membuat nyawanya melayang, karena bersikap mencurigakan di depan si pelaku kejahatan.

Namun, jika dipikir-pikir, ada baiknya Ilen mendukung langkah Nial. Lelaki itu mafia yang sedang menyelamatkannya dari ancaman bahaya di kantor ini.

Ah, Ilen jadi bingung sendiri, sampai ia memukul kepala dengan tangannya. Intinya saja, Ilen hanya akan melapor pada satpam, lalu saat satpam percaya dan pergi menangkap Nial, Ilen akan menggunakan kesempatan itu untuk kabur dari kantor tersebut.

Meskipun terdengar ia sangat tega dengan sang mantan kekasih, tetapi Ilen yakin Nial bisa kabur. Lihat saja, berhari-hari datang ke kantor ini, Nial sama sekali tak membuat para penghuni kantor lain berniat untuk menangkap lelaki tersebut.

Alasannya sungguh jelas, Nial pintar kabur dan bersembunyi.

Mata Ilen melirik Andre yang tetap saja setia berdiri di sebelahnya.

Sampai di lantai bawah, Ilen langsung berhadapan dengan seorang satpam.

"Pak, itu di ruangan bos ada orang yang mencurigakan, dia mau sadap dokumen kantor," jelas Ilen panjang lebar.

"Loh, yang di dalam ruangan sana, kan, Pak Nial."

Ilen menunjuk wajah Andre. "Ini, dia salah satu komplotannya, Pak, tangkap aja!"

"Sabar, Bu, sabar." Pria dengan setelan hitam itu bicara. "Pelan-pelan, ini maksudnya apa?"

"Itu, di ruangan bos ada orang jahat, dia mau sadap dokumen penting kantor ini."

Dering ponsel membuat mereka menoleh ke asal suara. Andre merogoh saku celana, lalu mengangkat telepon yang masuk.

"Iya, Pak? Ini, Pak, ada di sini. Iya, Pak, nanti saya jelasin ke Mbak Aileen siapa bapak sebenarnya."

Kening Ilen hampir menyatu mendengar Andre bicara pada orang yang ada di seberang.

Andre menoleh padanya, setelah menutup telepon. "Mbak, saya sudah bilang, kalau bingung soal apa pun, tanya ke saya."

"Saya nggak lagi bingung!" bantah Ilen.

Menghela napas, lelaki itu seolah pasrah dengan Ilen. "Jelas banget kalau Mbak sedang bingung."

"Sok tahu kamu. Jangan potong pembicaraan, ini masalah serius untuk kantor. Lagian, ya, saya sudah curiga sama kantor ini, ada yang nggak beres." Ilen kembali menghadap satpam tadi. "Jangan percaya dia, Pak, dia komplotan mafia."

"Mafia?" Satpam itu tambah bingung.

"Iya, di dalam sana ada mafia. Dia mau berbuat jahat sama kantor ini karena lamaran kerjanya ditolak."

"Mbak, Pak Nial mana mungkin ngelamar kerja di kantor ini, orang dia bosnya," jelas Andre, yang malah didukung oleh si satpam dengan anggukan.

Berdecak, Ilen tak terima dirinya dipojokan. "Jelas-jelas, ya, dia kemarin bilang kalau dia mau demo. Hari ini nongol lagi di kantor. Ngapain? Mau sadap komputer di ruangan bos yang isinya fail-fail penting kantor ini."

"Bu, Bu, ada baiknya ibu kembali ke ruangan bos, tanyakan lagi apa maksud Pak Nial ngomong kayak gitu ke Ibu."

"Ya, jelas-jelas—"

Pak Bos MantankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang