Nial melonggarkan dasi yang sejak pagi tadi terasa mencekik leher. Pandangannya jatuh pada perempuan yang duduk di meja depan.
Yang dipandang tak peka sama sekali. Nial mengajak Ilen untuk ikut dengannya bertemu klien, tetapi ia tak memberikan tugas sama sekali, dan meminta Ilen untuk duduk di meja yang berbeda dengannya dan klien.
Kini, perempuan tersebut masih asyik menonton drama lewat ponsel, tak lupa earphone terselip di telinga.
Nial berdiri dari duduk, setelah berkali-kali membaca isi pesan dari sang ibu. Wanita itu memintanya untuk mengajak Ilen makan malam di rumah. Sungguh terdengar merepotkan.
Jari telunjuk Nial gunakan untuk menarik earphone dari telinga Ilen. Seketika, ia mendapatkan tatapan tajam dari perempuan tersebut.
"Kenapa, sih?" tanya Ilen sinis.
Nial memutuskan untuk berjalan ke arah pintu. Tanpa aba-aba, suara gaduh terdengar dari meja yang ditempati Ilen. Perempuan itu bergegas menyusulnya dengan panik karena tiba-tiba ditinggal begitu saja.
Mungkin, Ilen takut menjadi orang yang akan membayar makanan, padahal Nial sudah membayar harga makanan mereka.
"Bilang, dong, kalau klien lo udah pulang!" protes Ilen, yang sama sekali dihiraukan Nial.
Terus berjalan, sampai mereka keluar dari kafe tersebut. Di sana, di tempat parkir terlihat sosok yang amat sangat Nial hindari.
Segera Nial menarik Ilen ke dalam rangkulannya. "Pura-pura mesra, biar dia cepat kabur."
"Hah?" Ilen terlihat bingung.
"Pak Nial?"
Sapaan itu membuat Nial menoleh ke asal suara. Rachel, perempuan itu tengah menatapnya bergantian dengan Ilen.
"Oh, Rachel. Duluan, ya." Nial ingin cepat-cepat pergi dari sana.
Namun, sosok yang sedang digandengnya malah berhenti tiba-tiba. Ilen kembali menatap Rachel lagi.
"Loh, Rachel?" Ilen berjalan ke arah Rachel. "Adiknya Raga, 'kan?"
Nial berdecak. "Apaan, sih," monolognya.
"Ah, Kak Ilen."
"Iya, ini gue. Lo inget ternyata." Ilen terlihat girang, padahal kemarin meminta tolong pada Nial untuk menjauhkannya dengan Raga.
Perempuan memang susah dimengerti, tetapi Nial masih berprasangka baik pada Ilen. Mungkin saja, Ilen lupa dengan permohonan yang baru kemarin diucapkan pada Nial.
Namanya juga ketemu teman lama, rasa kesal dan benci seketika hilang. Walau yang tak disukai Ilen adalah Raga, dan bukan adiknya.
"Kalau masih mau ngobrol, gue tinggal." Nial mengangkat satu jari. "Satu, dua." Seketika suara sepatu mendekat.
Ilen memukul bahunya. "Baru juga ketemu sama Rachel setelah bertahun-tahun."
"Gue nggak punya urusan sama acara reuni lo."
"Yah, kalau mau pulang, ya, pulang aja duluan. Gue bisa naik ojek."
Nial merogoh saku celananya, lalu memperlihatkan isi pesan dari sang ibu. "Nyokap mau lo ikut gue."
_______
Setelah bertemu dengan klien di kafe, Nial mengantar Ilen untuk pulang terlebih dahulu, agar bisa mandi dan berganti pakaian. Nial diserang rasa bosan saat menunggu Ilen selesai bersiap, hingga membuatnya harus duduk di ruang tamu bersama adik dari Ilen.
Untung saja, Ilandi termasuk seru saat diajak bicara. Walau di akhir mereka memutuskan untuk bermain game online. Yang lebih menyebalkan, saat game belum berakhir, Ilen sudah selesai bersiap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pak Bos Mantanku
RomanceAileen Qalesya Arundati atau yang sering disapa Ilen, sejak dulu memiliki keinginan bekerja di perusahaan Pradana Group. Saat datang ke kantor anak perusahaan tersebut, Ilen menemukan pesawat kertas yang ternyata adalah hasil ulangan seseorang. Nila...