26. Ada Rachel

1.7K 205 1
                                    

Pukul 10.00 pagi, Ilen baru saja sampai di kantor karena ia harus menemui tukang pijit terlebih dahulu. Sebenarnya, hari ini Ilen tak ingin masuk kantor, tetapi Nial terus saja meneleponnya meminta untuk datang.

Sambutan yang ditujukan untuk Ilen benar-benar meresahkan. Tumpukan dokumen ada di atas mejanya, membuat beberapa karyawan di sekitar tersenyum ngeri karena helaan napas Ilen.

"Maaf, Kak Aileen. Pak Nial yang minta dokumennya segera kasih ke Kakak, padahal kami sudah bilang belum selesai," jelas salah satu karyawati yang Ilen tahu bernama Bella.

Ilen mengangguk kecil, dengan wajah ramahnya. "Nggak apa-apa, kok."

Ya, karena Ilen sudah sangat mengenal Nial, lelaki yang sehari saja tak membiarkannya hidup tenang.

Parahnya, Ilen masih saja tetap bertahan di kantor ini, padahal Nial sudah pernah memberikannya kesempatan untuk keluar.

Ilen, mengayunkan langkah ke ruangan Nial. Ia hanya ingin melapor pada si bos, bahwa dirinya sudah berada di kantor.

Yang Ilen dapati di ruangan tersebut, adalah Nial yang sedang sibuk dengan ponsel. Memainkan game online, sambil sesekali berekspresi kesal.

Ilen menggebrak meja kerja Nial dengan tasnya. Tak ada tanggapan, lelaki itu tetap saja sibuk dengan keseruannya sendiri.

"Lo minta gue ke kantor, cuma buat nontonin kegabutan lo ini?" tanya Ilen.

Nial melirik sekilas. "Pekerjaan lo ada di luar, ngapain masuk ke ruangan gue?"

"Buat laporan, kalau gue udah di sini."

"Ya udah, silakan kerja."

Ilen menendang meja dengan ujung sepatunya. "Lo nggak bisa apa, ngasih gue libur sehari aja?"

"Untuk apa? Lo bilang sakit, ini lo sehat-sehat aja," kilah Nial.

"Gue sakit, Bego! Lo lupa apa yang lo lakuin ke gue semalam? Gue jatuh dari sofa itu karena lo!" kesal Ilen.

"Jatoh dikit doang, sampe minta libur sehari. Jangan bercanda."

"Ya, lo mikir, lah, gue harus ke tukang pijit dulu!"

Seketika Nial menyemburkan tawa. Lelaki itu benar-benar terbahak lebih dari sepuluh detik. Bagi Ilen, itu adalah waktu yang sangat lama ditertawai oleh seseorang.

Nial berusaha berhenti tertawa. "Tukang pijit? Kok, jadul banget, sih?"

Ilen yang sakit hati ditertawai, memukul Nial dengan pulpen. "Ya, terus, emang kenapa?"

"Kayak nenek-nenek aja lo. Masih muda juga."

"Gue jatuh karena lo, ya! Sekarang gue harusnya istirahat di rumah, eh ... lo malah minta gue ke kantor. Punya hati nggak, sih?"

Nial menghela napas. "Nggak, gue nggak punya hati. Karena lo udah ngambil hati gue."

"Jijik!" hardik Ilen, kemudian memutuskan keluar ruangan, tak lupa membanting pintu.

Tingkahnya tersebut membuat karyawan lain menoleh dengan tatapan ngeri. Ya, menurut pendengaran Ilen yang masih sehat ini, banyak yang menyebutnya sebagai monster penakluk si bos.

Sekejam-kejamnya Nial di kantor, hanya Ilen yang bisa melawan. Meskipun itu benar, tetapi ia juga tak mau disebut monster oleh karyawan lain, terlebih tatapan ketakutan mereka sungguh berlebihan.

Ilen melangkah ke mejanya yang sudah menumpuk banyak dokumen. Ia duduk di kursi, lalu memijit pelipis. Akan diapakan olehnya kertas-kertas tak bernyawa ini?

Namun, pandangan Ilen jatuh pada warna merah yang terselip di antara dokumen. Tangannya menarik benda itu, yang ternyata bunga mawar.

"Selamat bekerja, Cinta Pertamaku."

Itulah yang terbaca di secarik kertas. Ilen melempar bunga tersebut ke dalam tempat sampah. Ya, sepertinya Ilen tak perlu mencari sosok Nial yang sempat hilang karena kemunculan Raga, lelaki itu sudah kembali seperti pertama kali mereka bertemu.

Yang berubah adalah, Nial yang berbaik hati memberinya pekerjaan tanpa diminta. Meskipun, ini terlalu berlebihan.

"Dapat surat lagi, Kak?" tanya Andre yang ada di sampingnya.

Ilen hanya membalas dengan gumaman, lalu tangan bergerak menarik satu dokumen. "Nial lagi, pasti."

"Pak Nial suka banget sama Kak Aileen, kenapa nggak jadian aja?"

Pertanyaan itu membuat leher Ilen tiba-tiba tak kuasa menahan beban kepalanya. "Udah pernah."

"Oh, ya?" Andre terdengar antusias. "Kenapa nggak balikan?"

"Nggak minat."

"Yah, padahal—"

"NGGAK MINAT!" tegas Ilen, meskipun tanpa sengaja membentak. "Ah, maaf."

Andre mengangguk beberapa kali dengan wajah ketakutan. "Hm. Maaf, saya yang keterlaluan."

Bunyi sepatu yang beradu dengan ubin, membuat siapa pun yang ada di sana menoleh ke asal suara. Gadis cantik yang Ilen kenal kini berjalan pelan sambil menimbang-nimbang akan masuk atau tidak ke ruangan Nial.

Ilen tak ingin menyapa terlebih dahulu gadis tersebut. Ia hanya ingin menonton apa yang akan dilakukan adik dari Raga, yaitu Rachel.

Menurut dari sumber informasi Mila dan Nial sendiri, Rachel dijodohkan dengan Nial oleh Pak Gusti.

Memang terkesan pemaksaan, karena Ilen tahu Nial sama sekali tak punya perasaan pada Rachel. Dan harusnya, Rachel juga tahu itu. Lalu, untuk apa adik dari Raga datang ke kantor ini?

"Itu siapa, Kak?" tanya Andre.

Jelas, pertanyaan Andre membuat Ilen heran. Padahal, wewenang Pak Gusti di kantor ini begitu dikenal, mengapa Andre tak mengenal Rachel?

"Masa iya lo nggak kenal?" Ilen bertanya balik.

Andre menggeleng. "Dia ada perlu sama Pak Nial kayaknya, biar saya samper—"

Ilen menahan tangan Andre. "Jangan, deh, entar lo kena omel Nial."

"Tapi itu tamu, Kak."

"Nial belum tentu ngarepin tamu itu."

Di detik kemudian, pintu ruangan Nial terbuka sendiri. Di sana, Nial berdiri dengan wajah yang masih bersahabat.

Beda seperti saat mereka tak sengaja bertemu Rachel di kafe kemarin, wajah Nial sama sekali tak memperlihatkan kedamaian.

"Ada tamu, kok, nggak dikasih tahu ke saya?" tanya Nial ke Andre.

Andre membeku, tak bisa menjawab. "A—anu, Pak."

"Ya udah, lain kali jangan gitu." Nial berucap, lalu berjalan meninggalkan tempat tersebut. "Yuk, kita bicara di taman."

"Hah?" kejut Ilen, yang membuat Andre menoleh ke arahnya. "Gue harus nguping."

Kali ini, Andre yang menahan tangan Ilen untuk tak ikut campur.

"Apa, sih, lu?" protes Ilen.

"Jangan Kak Aileen, kali ini Pak Nial bakal beneran marah."

Ilen berusaha melepas tangan dari Andre. Ia tak peduli dengan pekerjaan yang menumpuk atau cegahan Andre, Ilen hanya ingin tahu isi obrolan Nial dan Rachel.

Tak disangka, Andre juga mengikutinya. Mungkin karena Ilen yang terlalu nekat, dan lelaki itu tak mau ia kena masalah sendiri.

"Pak Nial selingkuhin Kak Aileen, ya?" tanya Andre polos.

Ilen berbalik dan berdecak karena pertanyaan tersebut. Ia jadi tahu alasan apa yang membuat Andre membuntutinya untuk memata-matai Nial.

"Satu, gue nggak pacaran sama Nial." Ini sekedar peringatan dari Ilen agar Andre tak terus curiga tentang hubungannya dengan Nial.

"Tapi, kenapa Kak Aileen penasaran sama Pak Nial yang mau ngobrol sama cewek lain?"

Ilen maju selangkah agar lebih dekat dengan Andre. "Gue kenal cewek itu, dan gue cuma mau mastiin dia baik-baik aja bareng Nial," alasannya.

________

23.06.22

Lupa up part baru adalah jalan ninjaku 😆

Gomenne

Pak Bos MantankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang