sepuluh

20 4 0
                                    

Tanaka POV

Gue bangun dan liat ke sebelah gue dimana Andrew masih terlelap. Hari ini sekolah libur mendadak, karena ternyata listrik di sekolah meledak tadi malam yang membuat PLN harus membetulkannya.

Baguslah, itu berarti gue sama Andrew masih punya waktu tiga hari sebelum ketemu sama Hugo dan senior yang lain.

Gue kebawah karena haus. Gue ke kulkas dan ambil botol air dingin. Selagi gue minum, gue melihat ke sekitar ruang tamunya dan tidak menyadari Aries yang sedang menulis di meja makan.

"Anjir!" teriak gue kaget melihat Aries. Dia menndongkak dan cuma diem liat gue lalu kembali menulis di kertas.

Gue memperhatikannya dari atas sampai bawah.

Pajama krem lengan panjang dan celana panjang. Rambut yang terurai terlihat berantakan. Kacamata bulat yang menggantung di wajahnya.

Aries cantik kalo bangun tidur.

Kalo gue nikah nanti, gue mau perempuan yang bangun tidur secantik dia.

Gue ikutan duduk di meja makan, di depannya.

"Gue gak tau lo pinter nulis puisi." Aries langsung menutup tulisannya dengan buku dan menatap gue dengan sinis.

"Beneran, Ries. Lo jago banget nulis." ucap gue kembali ingin menaikkan tingkat percaya dirinya.

"Bohong. Lo selalu bohong." ucapnya singkat.

"Gue salah apa sih, Ries?" tanya gue mengalihkan perhatian. Gue bingung sumpah. Dia semalem berantem sama Andrew tapi kenapa dia marah ke gue?

Aries hanya diam dan mengambil semua peralatan tulisnya. Ia berjalan ke arah tangga. Gue lari mengejarnya dan menghalangi jalannya.

Dia kaget ngeliat gue di depannya. Ia menatap gue dengan datar. Seakan ingin mengatakan sesuatu.

"Gue gak bisa liat lo dengan sama." ucapnya membuka suara sambil membuang pandangannya.

"Kenapa?" Ini pasti soal tadi malem, pas dia nyium
gue.

"Menurut lo kenapa, Tanaka?" tanya Aries kembali.

"Gak tau. Makany gue nanya lo." ucap gue berusaha memancingnya agar menjawabnya sendiri.

Aries menghela nafas kasar, ia tidak melihat ke arah gue.

"Gue nyium lo! Tapi lo gak ada reaksi! Gue bingung! Beneran, gue bingung!" serunya kesal yang membuat gue menutup mulutnya.

"Andrew kalo denger, bisa marah sama gue." ucap gue pelan menutup mulutnya. Ia menarik tangan gue dari mulutnya.

"Gue bingung. Lo suka gak gue cium? Lo ngerasa kesinggung gak gue cium? Gue juga gak tau kenapa gue main nyerocos nyium lo tadi malam!" ucapnya kesal.

Gue hanya bisa menatapanya dengan senyuman kecil. "Gue gak kesinggung kok, tenang aja. Gue udah lupain tadi malem kok." ucap gue yang bikin ia lega.

Tadi malem, gue gak bisa lupain tadi malem saat Aries Feldman mencium gue untuk pertama kalinya.

"Beneran?" tanyanya meyakinkan. Nggak, Aries. Gue masih mengulang-ngulang kejadian tersebut di otak gue.

"Beneran." ucap gue sambil mencubit pipinya, "Lo temen gue, kadang emang suka gitu kok sesama teman."

Teman macam apa yang saling nyium?

"Yaudah, bagus. Karena ciuman itu gak artinya kok. Gue cuma udah lama gak nyium cowo, terahkir kali Fabian." ucapnya yang buat gue ngangguk paham.

"Gue sama Andrew mau sarapan, lo mau ikut gak?" tanya gue mengalihkan pembicaraan. Dia ngangguk, "Yaudah ganti baju sana. Yang cantikan dikit, pagi-pagi ngeliat lo kayak gini bikin gue mau tidur lagi tau gak." canda gue untuk mencairkan kecanggungan.

TWO PLUS ONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang