empatbelas

11 4 0
                                    

Tanaka POV

Semua salah nenek, dan Andrew sebagian. Gue menjadi musuh nomer satu sekolah. "Gimana rasanya jadi gue?" sindir Aries yang baru datang.

Aries duduk di sebelah gue dan menghadap ke arah gue, "Gak separah kayak lo, Yes." balas gue karena memang benar. Aries tidak pernah disindir separah ini.

"Gak separah lo? Gue dikatain jablay dan lain-lain menurut lo gak parah? Itu pelecehana verbal loh, Tan plus gue gak salah apa-apa."

"Terus menurut lo gue salah?" tanya gue dengan pelan. Aries berfikir sesaat, "Satu persen salah lo karena itu nenek lo." Gue hanya mengusap wajah gue frustasi.

"Gue harus ke tongkrongan nanti. Bakal abis gue nanti." ucap gue frustasi. "Gue ikut, gue mau jagain lo." ucap Aries dengan senyuman.

Emang ya, hiburan di tengah kekacauan. "Lo gila? Yang ada lo yang abis bukan gue." ucap gue kepadanya.

"Tanaka! Keluarga lo kapan di penjara?" sindir salah satu murid di kelas. Gue hanya mendiamkan mereka, tidak guna. Nyindir kayak gitu pas gue lagi di omongin di sekolah.

Gue menoleh ke Aries dimana ia hanya bisa diam dan menatap murid tersebut dengan sinis. "Ries, jangan ikut-ikutan. Nanti lo dikira bela keluarga gue."

"Tanaka, gue gak bela keluarga lo dan gue gak ada niatan untuk melakukan itu. Tapi gue mau bela lo." kata Aries dengan pelan. "Serius?" tanya gue memastian, Aries mengangguk kecil. "Ini bukan salah lo." Kalimat tersebut merupakan reassurance bagi gue.

...

Andrew POV

Gue kembali ke sekolah hari ini, dimana saat gue memasuki sekolah semua orang menatap gue dengan kasihan. Gue tidak perlu di kasihani, I'm fine. Gue selalu gapapa, gue bisa laluin ini semua sendiri tanpa Aries dan Tanaka.

"Lo gapapa?" Si Andreas, chair mate gue juga teman dekat gue tanya. "Gapapa. Lo tau gue kan? Gue selalu gapapa."Andreas menghela nafas panjang, "Lo kenapa-napa, Drew. Gak ada orang yang gapapa abis karirnya hancur sama kehilangan sahabatnya."

"Gue beda dari mereka, gue gapapa. Buktinya, masih senyum aja tuh gue." kata gue dengan percaya diri. "Beneran? Karena gue tadi liat Aries sama Tanaka sama-sama. Kenapa Aries sama Tanaka, bukannya seharusnya dia bela lo dan gak dekett-deket sama Tanaka?"

Gue bungkam. Andeas terlalu detail, seperti Sherlock Holmes yang memecah semua misteri yang terjadi dengan gue hari-hari belakangan ini. "Ya, menurut Aries gue salah, seharusnya gue gak gituin Tanaka, apalagi bocorin rahasia yang Tanaka cuma kasih tau ke gue."

Andreas menepuk pundak gue, "Lo salah sih, Drew gituin Tanaka. Dia juga orangnya kan yang tipe pendiem gitu, gak suka nyari masalah. Kasian aja nanti pasti dia di bully abis-abisan sama anak-anak tongkrongan." Gue dia sesaat, "Kemaren dia dateng ke rumah gue, terus nonjok gue." kata gue sambil menunjuk bibir gue yang sedikit lebam.

"Sakit tuh pasti." kata Andreas, "But you deserve that punch, Drew. Lo emang brengsek buat lakuin itu ke Tanaka." ucapnya dengan nada datar, ia tidak marah kepada gue namu kecewa dan tidak nyangka. Mendengar jawaban dari Fabian dan Andreas yang mirip, membuat gue merasa bersalah.

Jika ada satu pelajaran yang bisa gue ambil dari masalah ini adalah emosi hanya akan bertahan sesaat, tetapi efeknya bakal bertahan selamanya dan mau sebenar apapun diri kalian, jika sudah emosi, kalian yang di cap sebagai orang jahat.

"Lo mau minta maaf?" tanya Andreas. "Tanaka udah muak banget sama gue. Gimana gue mau minta maaf coba?" kata gue dengan nada sedikit kesal, memikirkan pertemanan gue yang hilang begitu aja.

TWO PLUS ONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang