30. Breaking Up

603 54 3
                                    


Waktu sudah menunjukkan pukul 01.00 dini hari. Namun, sepasang mata gadis itu masih belum juga bisa  dipejam. Suasana temaram dari lampu duduk di atas nakas tidak juga membuatnya mengakhiri perasaan resah sejak pertemuannya dengan Ervan tadi malam. Yang dilakukannya kini hanya menatapi langit-langit kamar sambil mengulang kembali ucapan mamanya, bahwa jika Ervan tidak ada upaya menemui dan menjelaskan apa yang terjadi, maka ia harus melupakan pria itu.

Trisha menyibak selimut tebal yang membungkus tubuhnya. Gadis itu terduduk di ranjang sejenak sebelum bangkit. Langkahnya terayun menuju ruangan studio sambil mengikat asal rambutnya dengan jedai. Trisha menekan tombol saklar studio hingga ruangan menyala. Pelan-pelan ia berjalan menuju sudut ruangan dan terduduk di depan meja putar pembuat tembikar. Tangan gadis itu meraih tanah liat dari wadah yang  tersedia. Tampaknya, ia butuh pengalihan pikiran. Membuat tembikar menjadi pilihan.

Kedua tangannya bergerak membentuk seonggok tanah di atas meja putar, memprosesnya menjadi sebuah guci kecil. Praktis tangan gadis itu dipenuhi dengan tanah liat sekarang.

"Ngapain kamu, Tris?" Tristan muncul dari ambang pintu dengan kaleng bir di tangannya.

Trisha terhenti sejenak, menoleh ke arah Tristan. "Kakak belum tidur?"

"Kamu sendiri?" sahut Tristan sambil berjalan menghampiri.

"Aku nggak bisa tidur." Trisha menjawab tanpa menoleh, kembali fokus pada tembikarnya.

"Karena cowok semalem? Kamu nggak mau cerita tentang siapa dia?"

Trisha terhenti, menatap penuh ke arah Tristan yang berdiri di depannya dengan kembali meneguk kaleng birnya.

"Bukankah Kakak bilang kalau Kakak tahu semuanya?"

Tristan tersenyum membenarkan. "Ya, Kakak tahu siapa dia. Kakak harus katakan ini sama kamu." Senyum Tristan lenyap bergantip ekspresi serius.

Trisha menatapi kakaknya tanpa suara.

"Jauhi dia, Tris. Mulai sekarang jauhi dia."

"Apa yang Kakak tahu tentang dia?" Trisha memicing.

"Dia ...."

Ruangan lengang sejenak.

"Dia adiknya Kinan. Kamu tahu siapa Kinan, kan?"

Trisha tidak menjawab. Bahkan ia sudah lupa dengan nama wanita yang terlibat skandal bersama kakaknya tiga tahun silam.

Trisha mengeryitkan dahi. "Kinan?"

"Kalau dia ngedeketin kamu itu artinya dia punya tujuan. Kamu nggak tahu apa motif dia yang sebenarnya. Dia berbahaya, Tris."

"Enggak! Ervan bukan orang kayak gitu. Lagian Ervan pernah bilang, kalau dia nggak punya saudara. Kakak pasti salah orang."

"Dia berbohong. Dia  menyembunyikan jati dirinya dari kamu, Tris. Itu karena dia punya tujuan." Tristan menjeda sejenak. "Dia mau membalas dendam." Tristan melanjutkan.

"Enggak." Trisha menggeleng, masih tidak percaya pada ucapan Tristan.

"Jauhi dia, kamu pantas mendapatkan yang lebih, Tris."

"Aku nggak mau yang lebih, aku cuma mau dia."

Tristan tertawa hambar. "Kayaknya kamu emang udah masuk perangkap dia, Tris. Kamu benar-benar perlu diselamatkan."

Trisha menggeleng lagi.

Tawa hambar Tristan memudar. Sepertinya pria bernama Ervan itu berhasil mengelabui adiknya. Terkadang wanita memang mudah diperdaya. Kepolosan Trisha ini mengingatkannya pada kepolosan wanita sederhana yang menarik perhatiannya, bahkan sejak pertama kali Tristan bertemu dengannya di gerbang lift kantor.

Jagat Raya Trisha (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang