Penyesalan itu selalu menjadi pengingat bahwa akan sesuatu berharga pernah disia-siakan keberadaannya. Namun, meski sering diingatkan soal penyesalan, masih banyak yang sering jatuh ke dalamnya, menyadari setelah kehilangan.
Hati gadis itu tidak berhenti khawatir. Dia terlambat menyadari bahwa Tara itu malaikat yang menyembunyikan lukanya selama bertahun-tahun. Mendekap luka itu sendirian dengan kedua sayap yang dia miliki.
Jika saja Amelia lebih awal menuruti ucapan Jagat untuk segera membaca buku itu tentu dia tidak akan berada di titik ini sekarang, dia tidak akan menyesal tidak bisa bertemu dengan Tara.
Kenangan dia dan Tara saat masih SMP berputar dalam ingatannya. Dia dan Tara, dua orang dengan karakter berbeda, saling melengkapi. Tara selalu ada di saat Amelia butuh bantuan, selalu memeluk Amelia kala gadis itu terluka.
Dia memeluk orang lain saat dia sendiri memiliki luka yang jauh lebih dalam. Tara tidak pernah mengeluhkan soal kekurangan yang dia miliki, sampai Amelia merusak semuanya.
Amelia dengan tanpa rasa iba memberitahu semua orang tentang kaki Tara yang tidak sempurna, dia bahkan dengan sengaja membuat Tara memperlihatkan kelemahannya di hadapan semua orang, menempatkan gadis itu dalam penderitaan sebelum akhirnya pindah sekolah.
"Kenapa gue bodoh banget sih, Tar. Kenapa gue goblok banget," cerca Amelia memukuli kepalanya, merutuki kebodohan yang pernah dia lakukan.
Dia percaya pada Damian, pria yang jelas-jelas hampir merusak Tara, berbalik menjadi musuh untuk Tara, bahkan lebih parahnya lagi Amelia-yang seharusnya melindungi- malah menjadi sosok yang paling menyakiti Tara, dia membuli dan membuat cedera di kaki Tara semakin parah.
"Ampuni gue Tar," lirihnya.
Dia bergegas mengambil jaket dan kunci mobilnya. Dia harus menemui Tara, memohon ampun pada gadis itu, malaikat yang sedari dulu selalu ada untuknya.
Nyatanya Dia tahu cara menegur ciptaan-Nya. Amelia membeku ketika mengetahui apa yang telah Tara alami. Kakinya melemas menatap tubuh penuh luka yang dibawa masuk ke ruangan mengerikan tersebut, ruang yang kebanyakan menjadi saksi perjuangan hidup orang-orang.
"Tar, jangan pergi." Isak Amelia terduduk lemas.
..
Semesta turut merasakan luka dan penderitaan si bintang terluka, hujan yang turun mengguyur bumi menciptakan suasana menyesakkan di tengah hati gelisah orang-orang yang menunggu kabar darinya.
"Ma, hiks," isak Miya dalam pelukan Valerie.
Aylin menatap kosong pintu ruangan di depannya, ingatan saat peluru itu melesak mengenai perut Tara terus berputar dalam ingatannya. Pikirannya kacau, dia sudah kehilangan saudara perempuannya, dan sekarang di depan matanya, seseorang yang dia sayangi turut meregang nyawa.
Ravi menepuk bahu Aylin membuat gadis itu menoleh, wajahnya datar, tatapannya kosong seolah hanya tersisa raga di sana.
"Dia gak akan seperti Kak Chika, bukan? Dia akan bangun lagi," lirih Aylin, Ravi mengangguk lalu menarik Aylin ke dalam pelukannya.
Semuanya sudah usai, Pratama sudah mendapatkan hukum yang setimpal, pria paruh baya itu sudah diserahkan kepada hukum.
Pratama dikenai hukuman penjara seumur hidup atas pencobaan pembunuhan, penculikan, penganiayaan dan beberapa tindak kejahatan lainnya. Pratama tidak akan bisa berkutik lagi.
Jagat tidak kalah kacau, pria itu menundukkan wajahnya, merasa gagal melindungi Tara. Dia sudah berjanji akan menjaga Tara dengan baik, mendekap setiap luka gadis itu. Namun, kenyataannya, Tara selalu berjuang sendirian, menerima luka di saat luka lamanya saja belum sembuh sepenuhnya.
Danendra mondar-mandir menunggu dokter keluar.
Waktu berjalan dengan sangat lambat, dentingan di setiap detiknya terasa sangat menakutkan, membuat siapa saja yang berada di sana tidak bisa tenang.
"Ay," panggil Yuna yang baru tiba setelah memberi kesaksian tentang semua kejahatan yang telah dilakukan oleh Pratama disertai semua bukti yang Yuna kumpulkan.
"Ma," lirih Aylin, untuk pertama kalinya Yuna melihat Aylin menangis lagi.
Terakhir Aylin menangis saat kehilangan Chika beberapa tahun yang lalu. Aylin yang berubah menjadi gadis tanpa perasaan, gadis yang melakukan segalanya sendirian, kini terlihat rapuh seolah semesta telah mengembalikan sosok Aylin yang dulu.
Yuna menarik Aylin ke dalam pelukannya, membiarkan Aylin menangis tersedu di sana. Sudah lama dia tidak memeluk Aylin seperti sekaranng. Haruskah dia mengucapkan banyak terima kasih pada Tara yang sudah menemani Aylin, memberi warna pada kehidupan hitam yang Aylin miliki.
"Ay gak bisa kehilangan lagi, Ma. Ay gak sanggup. Cukup Kak Chika yang pergi," isak Aylin, Yuna mengangguk, mengusap bahu Aylin.
"Tante," lirih Amelia mendekati Valerie dan Miya.
Gadis itu berlutut di kaki Valerie membuat semua orang menatapnya heran, tidak terkecuali Miya dan Aylin yang sepertinya belum mengetahui apa yang terjadi, hanya Jagat satu-satunya orang yang mengenal Amelia, yang mengetahui semua masa kelam Tara.
"Ampuni Amel Tante. Maafkan semua kesalahan Amel, maaf Amel sudah menyakiti Tara, maaf," mohonnya memeluk kaki Valerie.
Wanita paruh baya itu melepas pelukan Miya lalu meminta Amelia untuk berdiri, menatap gadis yang pernah menjadi bagian hidup Tara.
"Bukan Tante yang berhak tetapi Tara, dia adalah orang yang kamu lukai, dia adalah bintang terluka yang hidupnya tidak pernah berakhir bahagia. Tara, dia yang berhak memutuskan untuk memaafkan kamu atau tidak," tutur Valerie
Dia memang marah dengan semua perbuatan Amelia pada Tara, tetapi di sadar, Tara itu berhati malaikat, Tara bahkan sudah ikhlas dengan semua yang terjadi di masa lalu, sudah pasti Tara akan memaafkan Amelia juga.
Valerie saksinya, dia yang mengetahui semua isi hati Tara. Tara selalu mengatakan kalau dia menyayangi semua orang yang hadir dalam hidupnya tanpa tetapi dan tanpa syarat.
"Lo yang udah membuli Tara di sekolah dia yang dulu," tebak Miya, Amelia mengangguk penuh penyesalan.
"Katanya sahabat tapi kok tega menyakiti sih," cerca Miya, dia baru mengenal Tara,
Miya baru bersahabat dengan gadis tidak sempurna itu, tetapi Tara bahkan tidak keberatan membagi cahayanya pada Miya, memberi kehangatan yang selama ini Miya rindukan, lalu bagaimana dengan Amelia yang sudah bertahun-tahun bersahabat dengan Tara, sudah pasti Tara akan melakukan apa pun untuk sahabatnya.
"Gue menyesal banget. Gue tau gue salah, gue terlalu buta sampai lupa kalau semua orang bisa saja pergi," lirih Amelia menunduk dalam.
"Penyesalan lo gak akan membangunkan Tara," hardik Aylin.
Aylin, dulunya adalah orang asing yang tidak mengenal siapa itu Tara Lulana. Si gadis jenius tanpa tandingan, mendominasi sampai lupa kalau dunia bukan hanya tentang eksakta, sampai Tara masuk ke dalam kehidupannya.
Tangis Amelia pecah, dia tidak tahan lagi, bukan karena ucapan dan cercaan dari teman-teman baru Tara tetapi dengan semua rasa bersalah yang menggumpal dalam hatinya, membuatnya sesak sampai ingin menghilang saja.
Setelah jam demi jam berlalu pintu ruangan itu akhirnya terbuka, pria dengan jas putih keluar dari sana.
Wajah pria paruh baya itu terlihat mendung tanpa cahaya seolah kabar yang akan disampaikan tidak sebaik yang semua orang harapkan.
Dokter tersebut menggeleng pelan, membuat tangis semua orang pecah seketika.
Haruskah semua berakhir seperti ini? Bintang terluka yang berusaha menyeimbangkan semesta di tengah luka yang tak kunjung sembuh, haruskah dia berakhir sebelum cahaya barunya dilihat oleh seisi alam semesta?
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMESTA - SELESAI
Teen Fiction[TERBIT] Ikut serta dalam writting challenge batch 02 bersama penerbit LovRinz Tara Lulana, gadis dengan kesejukan dalam dirinya, dia yang mudah senyum, sederhana dan apa adanya. Awalnya Tara berpikir dengan pindah ke SMA Semesta, hidupnya akan baik...