📖Pusat Semesta📖

8 1 0
                                    

Pusat dari semesta adalah matahari, bumi memerlukan matahari dalam segala hal, bulan dan bintang membutuhkan pantulan cahaya dari matahari untuk menemani langit malam di bumi, semua berpusat di matahari, bahkan bumi yang mengitari matahari sebagai pembeda waktu antara pagi, siang dan malam.

Lalu benarkah hanya bumi, bintang dan bulan yang membutuhkan matahari?

Matahari memang dibutuhkan tetapi terkadang matahari perlu menghilang, digantikan dengan hujan agar bumi yang panas kembali sejuk.

Dua dunia berbeda yaitu bulan dan bintang disatukan oleh langit yang sama, dibantu oleh cahaya yang berasal dari matahari. Keduanya benda langit, bulan sendiri, tidak membutuhkan rekan, sementara bintang membutuhkan bintang lainnya untuk bisa menerangi malam. Jika diharuskan memilih, yang paling membutuhkan kehadiran matahari adalah bulan, benda langit yang mandiri, tanpa adanya orang lain, sementara bintang, benda langit ini memiliki banyak jenis bintang yang berserakan di langit.

Aylin membuka matanya, pandangannya kabur, bergegas gadis itu mencari kacamata yang dia letakkan di atas nakas.

Kakinya melangkah ke kamar mandi, membersihkan diri dan bersiap berangkat sekolah. Seperti biasa dunianya begitu sepi, tidak satu orang pun yang dia temui atau menyambut kehadirannya.

Aylin mengambil kunci mobil asal, tidak mengecek kondisi mobil tersebut sebelum berangkat, alhasil di tengah perjalanan mobil yang dia gunakan. Aylin menggeram kesal, sungguh, hari-harinya benar-benar sial sekarang.

Aylin memutuskan untuk turun dari mobilnya, yang lebih sial lagi, mobilnya mogok di daerah yang cukup rawan penjahat, tempat tersebut lumayan sepi, membuat Aylin semakin takut.

"Sial banget hidup gue. Orang tua gak jelas, mau gue hidup atau mati gak penting untuk mereka," desisnya marah dengan semesta yang tidak adil.

Gadis itu mencoba menghubungi tukang service mobil, dan baru akan tiba dalam setengah jam ke depan. Hatinya mulai gelisah, kalau sudah seperti ini, kepada siapa dia akan meminta pertolongan. Dia sendirian, tidak memiliki seorang pun yang bisa diandalkan di saat susah.

"Ada neng cantik nih, butuh bantuan neng,"

Aylin merinding mendengar ucapan dari pia berbadan besar yang entah dari mana datangnya.

"Gak, gue gak butuh bantuan siapa pun, menjauh dari gue," teriak Aylin

"Kok takut neng, kita maksudnya baik kok, iya gak bro," kekeh orang tersebut pada teman lainnya.

Aylin berdecak, kalau sudah seperti ini, dia harus berlari ke mana, yang dia tau jalanan tersebut memang sepi dan jarang ada orang yang lewat dari sana.

"Kalian boleh mengambil semuanya, asal jangan mengganggu gue lagi," lontar Aylin, baginya harta tidak lagi penting.

"Loh, yang kita mau itu neng loh, harta mah bisa dicari tapi neng cantik gini gak gampang nyarinya," sahut pria bertindik di hidungnya.

Aylin berjalan mundur, berniat berlari untuk menghindar dari ketiga preman tersebut. Naas, kacamatanya malah jatuh, membuat dia tidak bisa melanjutkan langkah. Gadis itu mulai gentar meski tetap menunjukkan wajah garangnya. Sampai suara orang tengah bertengkar membuatnya terdiam. Samar-samar ada seseorang yang datang menolongnya, pria itu beradu otot dengan ketiga preman yang tadi berusaha mengganggunya.

Aylin menghela napas lega, dia benar-benar takut tidak bisa selamat tadi. Suara langkah mendekat membuat Aylin was-was. Orang itu menyodorkan kacamata milik Aylin yang beruntungnya masih bisa dia gunakan.

"Lo!" ucapnya tidak percaya

"Iya ini gue, apa mau ngamuk juga," tantang orang yang tidak lain adalah Ravi Baskara, si pusat semesta.

Aylin berdiri, merapikan pakaiannya.

"Lo udah ditolongin bukannya bilang makasih juga," sindir Ravi

Aylin berdecak, kalau saja tidak ingat Ravi yang menyelamatkannya gadis itu sudah mengeluarkan jurus untuk mendiamkan Ravi.

"Ya udah iya, makasih pemimpin semesta yang baik hati dan tidak sombong," ucap Aylin.

"Gak tulus amat lo,"sindir Ravi masih tidak puas

Aylin menggeram, mencoba tenang, bukan Ravi namanya kalau tidak membuat kepalanya hampir meledak menghadapi pria itu.

"Mau ikut gak?" tawar Ravi yang sejak kapan sudah berada di motornya atau Aylin yang kelamaan mikir sampai tidak menyadari kalau Ravi sudah meninggalkannya dan menaiki motor.

"Boleh? Ikhlas gak kalau gue ikut sama lo?" tanya Aylin masih dengan nada kasar dan cenderung menyebalkan di telinga Ravi.

"Ya udah kalau gak mau," tukas Ravi bersiap pergi

"Ehhh, gue ikut lo, tungguin!" pinta Aylin, Ravi menurut menghentikan motornya, menunggu gadis menyebalkan itu naik.

Pada kenyataannya bulan memang tidak bisa lepas dari matahari. Aylin tersenyum tipis, menatap punggung lebar yang cocok dijadikan sandaran di depannya itu. Aylin sadar dan menggeleng, mengenyahkan pikiran aneh yang sempat terlintas.

..

Seperti biasa Tara akan datang lebih awal ke sekolah agar bisa berjalan dengan ssantai sembari menikmati semesta yang masih sejuk.

"Kak Tara!" panggil seseorang, Tara menoleh, seorang gadis melambaikan tangan lalu berlari ke arahnya.

"Aku?" tanya Tara, takut salah orang.

"Ehm iya. Ini ada titipan dari seseorang untuk Kak Tara," ucap gadis itu menyodorkan sebuah kotak semacam hadiah.

"Untuk aku? Dari siapa?" tanya gadis itu

"Namanya gak bisa aku sebut, Kak tetapi yang pasti dia adalah penggemar Kak Tara." Jelas gadis itu sebelum pergi meninggalkan Tara yang kebingungan.

Sejak kapan dia memiliki penggemar rahasia. Gadis itu memutuskan melanjutkan langkah menuju kelas. Dia berniat mampir ke ruang musik untuk mengisi waktu sebelum kelas dimulai. Gadis itu tersenyum mendapati beragam alat musik di sana. Tara memasukkan kotak pemberian gadis tadi, lalu mengambil sebuah gitar.

Jemarinya mulai memetik gitar tersebut. Gadis itu tersenyum, rupanya dia masih selihai sebelumnya. Tara memainkan sebuah lagu dengan petikan gitar tanpa berniat menyanyikan lagu tersebut. Dia tersenyum puas dengan hasilnya.

Gadis itu melirik jam di pergelangan tangannya, jam menunjuk pukul tujuh lewat, yang berarti siswa-siswi akan segera berdatangan. Tara menyimpan gitar kembali ke posisi semula, lalu ke luar dari ruangan tersebut sebelum ada yang mendapatinya di sana.

"Tar!" panggil seseorang

"Kinanti," sapa Tara, sahabatnya itu tersenyum.

"Yuk ke kelas bareng," ajak Kinanti, Tara mengangguk.

"Gue tadi gak sengaja lihat Ravi datang sama Aylin, gue pikir Ravi benaran lagi dekat sama lo," ucap Kinanti memberitahu.

"Aku sama Ravi gak ada hubungan apa-apa," balas Tara, Kinanti berdehem

"Gak yakin sih gue, kalau Ravi gak ada perasaan apa-apa sama lo," sahut gadis itu lagi, Tara hanya tersenyum.

Tanpa terasa keduanya sudah sampai di kelas, masih sepi dan hanya ada mereka berdua di sana.

"Nan, tadi ada adik kelas kasih aku kado, mau bantu buka gak?" ucap Tara, Kinanti mengangguk, membantu Tara membuka kado tersebut.

Ada sebuah note di sana.

Gue tahu lo suka membaca, makanya gue berikan pembatas buku ini, dan gue sengaja memberi lo sebuah note book biar lo gampang bawanya terus kalau lo merasa perlu menulis tinggal gunakan note book ini aja. Jangan lupa mengisinya dengan hati lo juga ya

Salam dari gue

Pengagum yang dekat dengan lo

Kinanti menatap Tara setelah membacakan isi note tersebut.

"Sepertinya lo benar-benar menjadi bintang semesta sekarang, tentu saja selain menjadi tuan putri," goda sahabatnya itu.

Tara mulai memikirkan sosok pengirim kado tersebut. Itu sebuah note book berukuran mini yang harganya pasti tidak main-main, dan sosok itu tahu kalau dia suka membaca yang berarti orangnya sangat dekat dengan dia, tetapi siapa?

SEMESTA - SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang