📖Pengagum Rahasia📖

8 0 0
                                    

Seolah belum selesai dengan serangan dadakan, tubuh yang lemah tak berdaya itu kembali berulah, membuat orang-orang di sekelilingnya tidak berhenti khawatir, dia menggigil sementara tubuhnya terasa panas membara.

"Apa gak sebaiknya kita bawa Tara ke rumah sakit saja, Ma, Pa?" tanya Miya, dia tidak tega melihat kondisi gadis yang tengah terbaring lemah itu.

"Kita tunggu sampai besok pagi, kalau belum turun juga, baru kita bawa ke rumah sakit," sahut Danendra.

Ini bukan yang pertama kali, tubuh Tara yang rentan membuat penyakit dengan mudah menyerang, beberapa kali Tara harus keluar masuk rumah sakit karena kondisinya yang turun mendadak. Hal semacam ini biasanya disebabkan oleh beberapa kelalaian dan yang paling penting adalah kurang istirahat.

"Kalian istirahat saja, biar Mama yang menjaga Tara di sini," ucap Valerie

Wanita paruh baya itu mengelus rambut panjang putrinya, mata gadis itu tertutup, tetapi bibirnya tidak berhenti bergetar.

Danendra mencium kening Tara sebelum meninggalkan kamar putri kesayangannya tersebut, sementara Miya terlihat berat meninggalkan Tara dalam kondisi lemah seperti saat ini. Valerie tersenyum, meyakinkan Miya bahwa Tara akan baik-baik saja.

Miya menurut, mencium pipi Valeri, memberi ruang untuk ibu dan anak tersebut.

"Cepat pulih, Sayang. Jangan membuat Mama khawatir," lirih Valerie

..

Dia menghela napas guna menenangkan diri, dia menatap rumah besar kediaman keluarga Danendra itu sebelum melangkahkan kaki ke sana. Dia sudah mendengar semuanya, mulai dari kondisi Tara yang menurun sampai pada penyerangan dari orang-orang yang tidak dikenal tersebut.

"Halo Tante," sapa gadis berkacamata itu saat seoraang wanita paruh baya membukakan pintu untuknya.

"Masuk Nak," ajak Valerie

Gadis yang tidak lain adalah Aylin itu mengangguk, mengikuti langkah Valerie, memasuki kediaman keluarga Danendra tersebut. Setelah menyerahkan buah tangannya, gadis itu diantar oleh Valerie ke kamar Tara.

Gadis yang tengah berbaring di sana tersenyum menyambutnya, wajah Tara terlihat pucat. Tara memperbaiki posisinya untuk duduk agar lebih nyaman saat mengobrol dengan tamunya.

"Gimana keadaan lo?" tanya Aylin, seperti biasa gadis itu masih menunjukkan wajah jutek serta ketusnya, Tara tersenyum tipis.

"Sedikit lebih baik," sahut Tara seadanya.

"Sorry ya, pasti lo begini karena lelah berpikir," sesal Aylin, Tara menggeleng

"Aku sudah biasa seperti ini, bukan salah kamu kok. Dari dulu tubuh aku memang rentan terkena penyakit," urai Tara tidak ingin Aylin merasa bersalah.

"Lo ikhlas banget dengan keadaan lo sekarang. Gue harus akui lo hebat," ungkap Aylin.

Gadis berkacamata itu terkekeh seolah menertawakan keadaannya sendiri. Seandainya dia bisa seikhlas Tara menerima kehidupannya yang sekarang. Sayangnya, dia hanya manusia biasa, dia tidak seperti Tara, mereka berbeda. 

Tara yang menerima kekurangannya tetapi memiliki keluarga yang hebat di belakangnya, sementara dirinya sempurna dari segi apa pun, dia terlahir cerdas dengan fisik sempurna tetapi keluarga yang tidak pernah berada di belakangnya. Pencipta memang adil dalam menciptakan umatnya.

Aylin mengeluarkan sebuah buku dari tasnya, buku yang telah usai dia baca. Dia menyerahkan buku itu kembali ke sang empunya.

"Udah gue baca kok, lo benar, ceritanya menarik tetapi gue tetap gak suka sama akhirnya," tutur Aylin, Tara tersenyum lalu mengangguk.

"Ada awal akan selalu ada akhir, baik yang sedih maupun yang bahagia. Dari satu sisi mungkin kita gak terima kalau akhirnya menyedihkan tetapi itu adalah rancangan terbaik, yang nantinya mengajarkan kita artinya menghargai," urai Tara.

"Tetap saja gue gak terima, kenapa harus ada yang dikorbankan, kalau akhirnya akan berpisah, kenapa harus sesusah itu perjuangannya. Siapa sih penulisnya, punya dendam apa dia sampai tega memberi akhir tidak bahagia untuk mereka," protes Aylin, sepertinya mulai nyaman mengobrol dengan Tara, hal yang sangat jarang dia lakukan bersama orang lain.

Yang orang lain lihat, dia tidak butuh teman, dia terlalu jutek, membuat siapa pun akan memilih mundur dibanding menghadapi gadis itu, hanya Tara yang menanggapinya dengan senyum tulus, hanya Tara dengan kepolosan dan ketenangannya yang berhasil membuat Aylin menurut makan malam bersamanya, hanya Tara yang bisa membuat Aylin membaca novel-sesuatu yang tidak pernah disentuh oleh Aylin- membuat gadis itu bisa menceritakan ulang kisah dalam buku tersebut.

"Biar berkesan Ay, sederhananya gini, kisah yang berakhir bahagia meninggalkan jejak di hati pembacanya tetapi kisah yang berakhir menyedihkan akan lebih membekas, sama seperti kamu sekarang, aku yakin kalau akhirnya bahagia, kamu tidak akan seantusias ini menceritakan kisah itu, kamu akan merasa, mereka sudah berjuang jadi wajar kalau endingnya bahagia, biasa saja gitu, beda bukan dengan sekarang," jelas Tara.

Aylin mengangguk, membenarkan penjelasan Tara. Keduanya mulai mengobrol ringan, membahas kisah tersebut.

"Kalau kamu tertarik, aku punya banyak buku bagus kok, kamu boleh memilih sesuka kamu," tawar Tara, Aylin terlihat antusias.

"Tar," panggil Miya yang berniat masuk ke kamar saudarinya itu tetapi diurungkan karena melihat kehadiran Aylin. Dia belum terbiasa dengan kehadiran Aylin. Pasalnya, Aylin itu si cahaya semesta, yang sebelumnya sangat tinggi sehingga sulit untuk digapai.

"Ngapain berdiri di situ," tegur Aylin menyadari Miya segan padanya

"Masuk Miya," pinta Tara, gadis itu mengangguk, mendekat ke arah Aylin dan Tara.

"Gue hanya mau memberikan kotak ini. Tadi ada kurir mengantar, katanya untuk Tara, gak tau siapa yang mengirim," urai Miya, yang baru disadari kalau gadis itu membawa sebuah kotak berwarna biru di tangannya.

Tara merasa penasaran, gadis yang tengah bersandar itu meminta agar Miya membantunya membuka kotak tersebut. Lagi, sebuah note berada di sana, kali ini disertai dengan gambar love.

Hai cantik!

Sudah sembuh, belum?

Maaf ya, saat lo membutuhkan perlindungan, gue gak bisa ada di sana, gue malah menghilang bagai ditelan bumi, eh, gue bumi jadi gak perlu hilang hehe..bercanda kok, intinya gue berdoa supaya lo segera pulih, terus masuk sekolah lagi. Meski gue gak ada di sana, nama lo ada dalam doa gue, jadi jangan khawatir, gue tetap pengagum lo. Pengagum yang berharap bisa meraih lo ke dalam dekapan gue suatu saat nanti.

Gue sengaja melukis lo yang lagi tersenyum, dengan harapan, lo bisa segera kembali seperti dalam lukisan ini. Semoga lo suka.

Salam

Pengagum lo

Miya menyerahkan lukisan yang sudah dibingkai dengan rapi itu pada Tara. Lukisannya benar-benar bagus, mirip sekali dengan aslinya. Tara menyentuh lukisan tersebut, itu gambar dirinya menggunakan gaun tuan putri saat di ruang rias, saat itu dia tengah mengobrol dengan Naina.

Tara mulai menyambungkan semuanya. Pengagumnya itu pasti berada di ruang rias juga saat itu sehingga bisa melukis dia yang tengah tersenyum bersama Naina, lalu dia juga mengetahui tentang kondisinya yang sedang tidak baik-baik saja.

"Jagat di mana?" tanya Tara tiba-tiba, membuat kedua gadis di sebelahnya mengerutkan kening, terlihat bingung dengan tingkah Tara yang tiba-tiba.

"Setau gue sejak penyerangan itu, Jagat tidak terlihat di sekolah lagi," sahut Miya.

Satu kesimpulan akhirnya Tara dapatkan. Jagat adalah orang yang mengetahui dia suka membaca selain Aylin, Jagat juga orang yang mengetahui kondisinya saat di Singapura.

"Jagat, apa mungkin dia orangnya?" tanya Tara menatap Miya dan Aylin bergantian.

SEMESTA - SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang