19. Ajakan Berlibur

28 11 3
                                    

"Aku sudah kehilangan hitungan sebanyak apa kita duel, tapi kali ini, duelnya dimenangkan olehku!"

Aku tersenyum bangga selagi menyimpan pedang di sarung yang berada di pinggangku. Sudah menjadi kebiasaan untuk duel dengan Leedo di saat sedang tidak sibuk. Sudah menjadi kebiasaan juga kemenangan diperoleh secara bergantian. Jika dibandingkan dengan kemampuan kita di tiga tahun yang lalu, jelas kemampuan kita saat ini sudah meningkat pesat.

Benar, sudah tiga tahun berlalu semenjak kejadian malam itu, saat aku memutuskan malam berduel dengan Leedo adalah titik balik kehidupanku. Yang artinya sudah lima tahun berlalu semenjak aku menjadi ksatria Putra Mahkota.

Waktu berlalu dengan sangat cepat. Aku benar-benar berusaha mengubah diriku. Aku berusaha untuk membuka diri terhadap lingkungan di sekitarku. Aku berusaha untuk menerima cinta sebanyak-banyaknya dari orang-orang yang selalu berada di sisiku. Bahkan, aku juga mencoba berkencan beberapa kali.

Tapi tentu, rasanya memang tidak akan sama dengan berkencan bersama seorang Putra Mahkota. Rasanya sama sekali tidak mendebarkan seperti saat harus berkencan diam-diam karena takut ketahuan. Tapi entahlah, apakah itu karena takut ketahuan, atau karena aku memiliki perasaan padanya sejak saat itu.

"Baiklah, kali ini aku mengaku kalah."

Leedo berusaha mengatur napasnya selagi ia mendudukkan dirinya di atas rumput. Pedangnya sudah tergeletak di sisinya, tampaknya ia bahkan tidak memiliki energi untuk menyimpan pedang ke dalam sarungnya. Sepertinya kali ini kemenanganku mutlak.

"Jangan tersenyum sombong dulu. Aku masih kelelahan setelah menjalankan misi. Kau yang berada di istana seharian tentu memiliki energi lebih banyak dariku," lanjut Leedo kesal.

Aku tertawa. "Bukannya kau baru saja mengaku kalah? Kenapa malah mencari-cari alasan? Kalau kalah ya kalah saja."

"Setelah aku beristirahat tiga hari, mari kita duel lagi. Pasti akan aku menangkan!"

"Wah, aku menunggu saat aku dikalahkan olehmu," balasku dengan senyum mengejek yang sengaja aku sunggingkan.

Hanya umur saja yang bertambah, di samping itu, tidak ada yang benar-benar berubah di antara aku dan Leedo. Cara kami mengobrol dan mengejek satu sama lain masih sama seperti saat di akademi dulu. Memang hanya dengan cara ini aku bisa tetap waras.

Di antara rencana kejam yang dilontarkan ayah angkatku, hanya obrolan dengan Leedo yang bisa membuatku merasa sedikit tenang. Karena aku ingat baik-baik janjinya kala itu. Ia akan menarikku dari jalan yang salah, sehingga aku bisa sedikit lega karena hal itu.

"Mari kita bersiap untuk makan malam. Bukankah makan malam kali ini akan disambung dengan rapat? Yang Mulia Raja akan pergi ke daerah berkonflik, kita harus mempersiapkan hal itu dengan baik."

Setelah beberapa saat menikmati keheningan di lapangan latihan, Leedo akhirnya buka suara. Ia beranjak berdiri lalu menyimpan pedang ke dalam sarungnya. Benar juga, malam ini akan diadakan makan malam bersama di ruang rapat yang terbesar di istana. Ide Sang Raja yang akan pergi benar-benar membuatku merasa tidak tenang.

Kata Marquess Son, ia sengaja memancing Raja untuk pergi ke daerah berkonflik. Kata Marquess Son, aku akan diam-diam membunuh Raja saat perhatian para ksatria sedang terbagi untuk menangani konflik yang terjadi. Kata Marquess Son, aku tidak boleh gagal.

Andai saja aku bisa mengatakan bahwa Raja tidak boleh pergi. Tapi aku tidak boleh melakukannya. Karena kata Marquess Son, kalau aku gagal, maka kudeta akan dilakukan ke istana yang berisi Putra Mahkota yang lemah. Aku dilema. Antara Raja atau Yonghoon, aku harus memilih.

"Akhir-akhir ini kau banyak melamun, Ryl. Padahal saat ini kita harus bergegas bersiap-siap dan membersihkan diri supaya tidak terlambat. Ayo!"

Suara Leedo memecahkan lamunanku. Aku memang banyak melamun setelah pembicaraan tentang rencana itu. Karena aku tidak bisa meminta tolong pada siapa pun. Aku tidak bisa meminta saran pada siapa pun. Aku bahkan tidak bisa membicarakan hal ini kepada siapa pun. Padahal pilihan yang aku hadapi seberat itu, antara membunuh Raja atau menyaksikan Yonghoon dihabisi. Marquess Son memang sangat licik.

AMARYLLIS (ONEUS & ONEWE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang