10. Musim Semi

50 12 2
                                    

Aku menatap kesibukan para bangsawan dari balkon kamar Yonghoon. Kereta kuda tampak tidak henti-hentinya berdatangan, diiringi dengan orang-orang berpakaian mewah yang keluar dari sana. Tidak ketinggalan, peti-peti pun tampak menumpuk untuk hadiah kepada Putra Mahkota yang berulangtahun.

Ini pertama kalinya aku menyaksikan ulang tahun anggota keluarga kerajaan di istana. Selain itu, aku pun akan berpartisipasi juga dengan mengawal Yonghoon selama pesta nantinya. Sebuah tugas berat karena ini merupakan yang pertama kalinya bagiku. Tapi karena aku bertugas dengan para ksatria hebat, aku pasti bisa melewati minggu ini dengan tenang.

Berminggu-minggu sudah berlalu semenjak pertama kali aku membantu Yonghoon berlatih pedang. Aku tidak ingin terlalu terlibat, tapi setiap malam aku tidak bisa hanya diam saja mengetahui Yonghoon sedang berlatih keras sendirian. Jadi terkadang aku datang mengunjunginya terutama ketika aku tidak bisa tidur.

Sepertinya ia berlatih setiap hari sepanjang malam lalu ia bekerja sepanjang hari. Belum lagi jika ada acara-acara penting yang harus ia hadiri, ia sama sekali tidak pernah absen melakukan segalanya. Aku tidak mengerti kenapa ia berusaha sekeras itu. Ia memiliki banyak ksatria dan orang-orang kepercayaan yang mengabdi untuknya. Ia bisa mengandalkan hal itu pada para mereka semua. Tidak ada satupun ksatria juga yang mengizinkan bahaya datang menghampiri Yonghoon, dan tidak ada pula yang akan membiarkan Yonghoon yang saat ini merupakan wajah dari kerajaan mengacau, jadi seharusnya ia tidak bekerja terlalu keras.

Tapi suatu hari, Yonghoon pernah bercerita, bahwa ia ingin menjadi kuat dan handal. Ia tidak puas dengan kemampuannya sekarang karena ia tidak mau terlalu bergantung pada orang lain. Istana adalah tempat yang kejam, katanya. Tidak ada yang bisa dipercaya. Bahkan para ksatria sekalipun, bahkan orang-orang yang telah bersumpah setia sekalipun. Yonghoon mengatakan bahwa bisa saja ada keluarga bangsawan yang tidak menyenanginya mendatangi seorang ksatria lalu membayar uang yang besar untuk mencelakainya. Walaupun sudah bersumpah mati, manusia akan tetap lemah di hadapan uang yang banyak. Terutama kebanyakan ksatria berasal dari rakyat jelata yang berusaha mengubah hidupnya dengan menjadi ksatria istana.

Aku cukup tersindir, karena aku adalah salah satu ksatria itu. Tapi aku tidak mengatakan apa-apa dan hanya bisa merasakan prihatin. Di balik sosoknya yang tampak tidak terkalahkan, ternyata ia memiliki banyak sekali kekhawatiran. Ia tinggal di tempat yang mengerikan selama seumur hidupnya. Sehingga ia tidak mudah merasa puas akan kemampuannya. Mungkin ini adalah hal baik supaya ia terus berkembang.

Aku jadi teringat akan percakapanku dengannya di taman miliknya. Sebuah percakapan privat yang katanya akan ia lanjutkan lain kali. Dengan berbagai latihan yang menyebabkan aku hanya berdua dengannya telah membuatnya sedikit demi sedikit membuka dirinya padaku. Aku mulai mengetahui tentang dirinya, perasaannya, ceritanya, dan segalanya. Apakah aku senang akan fakta itu?

Tentu saja tidak. Perasaanku campur aduk. Aku merasa bersimpati padanya yang ternyata tampak begitu lemah saat hanya berdua denganku. Aku juga ingin melihatnya melakukan yang terbaik mengingat ia sering direndahkan karena menjadi penerus mutlak berkat menjadi satu-satunya Putra Raja. Ia selalu dinilai tidak pantas memegang posisi ini.

Aku tidak suka akan fakta itu. Aku tidak suka karena aku mulai merasa bersimpati padanya. Aku dikenal tidak memiliki belas kasihan saat melawan musuh, dan aku harus mempertahankan perasaan itu jika aku ingin memusuhi Yonghoon. Tapi dengan banyaknya hari yang dihabiskan bersamanya, dengan banyaknya waktu yang aku habiskan hanya berdua dengannya, tidak bisa membuatku menganggapnya sebagai musuh. Aku malah ikut membuka diri kepadanya dan bercerita banyak hal. Mungkin hal yang bahkan lebih dalam daripada yang Leedo ketahui tentangku.

Aku memang hanya rakyat biasa yang kehidupan masa kecilnya begitu miris sehingga aku terlalu gampang bersimpati. Aku memang bukanlah bangsawan yang hidupnya berkecukupan sejak lahir jadi bisa melakukan apa saja. Aku hanyalah boneka yang saat ini kendalinya dipegang oleh ayah angkatku. Aku sejujurnya sama sekali tidak berdaya walaupun saat ini rasanya aku ingin melawan ayah angkatku untuk melindungi Yonghoon.

AMARYLLIS (ONEUS & ONEWE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang