Part 18 Kembali ke Rumah

157 10 0
                                    

Aku menunggu di dalam mobil. Hanya Abi, papa yang turun ditemani oleh mas Aldi untuk menemui Bima yang ditahan di polsek setempat. Jujur untuk saat ini aku belum siap bertemu dia, bukan membenci, aku hanya ingin jaga jarak dengannya.

Aku memutuskan untuk tak melanjutkan kasus ini dengan syarat dia harus mau menandatangani surat perjanjian bermaterai yang juga ditandangani oleh kapolsek juga. Aku harap Bima menyesali perbuatannya. Pun aku tak mau ada dendam diantara kita.

"Sudah selesai?" tanyaku ketika Abi masuk ke dalam mobil dan duduk didepanku.

Dia menoleh. "Sudah. Tapi, dia tadi ngotot mau ketemu kamu."

"Kamu undang dia di pesta pernikahan lusa depan Sa?" tanya papa yang duduk dibalik kemudi.

Aku hanya mengangguk.

"Gimana kalo ntar dia datang dan bikin ulah," papa mulai was-was.

"Kalo mau datang biar aja pa, kan juga banyak orang kalo misal dia bikin ulah, ada banyak yang jagain aku pa."

"Papa tuh masih kesel sama dia, Sa. Bisa-bisanya dia itu nyekap kamu, padahal dulu sikapnya ke kamu itu baik dan care banget. Untung kamu nggak nikah sama dia," dumel papa.

Aku menggigit bibir. Hanya aku yang bisa memahami perasaan Bima, tapi dia juga salah kenapa nggak mau trima kenyataan kalo aku ini sudah jadi istri orang.

"Iya ih, mama juga sebel. Bikin mama jantungan, takut kamu diapa-apain, bayangin aja udah ngeri. Dia kok jadi jahat banget sama kamu," tambah mama.

"Ma... udah ya nggak usah dibahas lagi, takutnya nanti Sabrina makin trauma," Abi menengahi. Aku menolehnya, dia pun menoleh kearahku dan tersenyum manis. Ia selalu bisa membuatku tenang dan merasa nyaman.

Mama dan papa mengangguk setuju.

"Mudah-mudahan dia nggak bikin onar di pesta pernikahan kamu. Baiknya nggak usah dateng sekalian," imbuh mama.

"Maa...udah ya." Abi tersenyum membuat kedua orang tuaku berhenti membahas tentang Bima.

Papa segera menghidupkan mobil dan pergi meninggalkan halaman polsek. Dari kaca spion aku melihat Bima keluar dan memandang ke arah mobil kami. Aku nggak membencimu tapi kamu telah membuatku kecewa Bima. 

*****

"Mama udah beresin kamarmu, udah diganti pula sepreinya, biar tinggal istirahat aja. Baik kan mama??" Ujar mama saat turun dari mobil.

"Mama..." Aku tersenyum mendengar penuturan mama. Narsis itu lho bikin tepok jidat.

"Kalian tinggal disini dulu sampai berapa lama pun boleh, atau tinggal disini aja selamanya buat nemenin mama," ujar mama lagi yang kali ini menuntunku masuk ke dalam rumah.

"Nggak enak dong ma, kan kita sudah punya tempat sendiri, lagian kan masih ada deva sama devi kan?" Ujarku.

"Mas Doni masih sering kesini kan?" tanyaku.

Mama mengangguk. "Iya sama Desi juga. Amel juga."

"Kamu dong cepetan kasih mama cucu kayak Amel gitu. Mama pengen gendong bayi lagi," rengek mama mirip anak kecil. 

Amel adalah anak dari mas Doni dan mbak Desi. Umurnya 5 tahun dan dia sudah masuk sekolah TK A. Biasanya kalo nggak sibuk mereka bertiga sering main kesini bahkan nginep pas malem minggu. Rumah mereka sebenarnya nggak terlalu jauh, tapi deket sama orang tua mbak Desi. Dia juga buka usaha salon kecil-kecilan dirumah. Kadang kalo mas Doni sibuk, biasanya mbak Desi yang mampir bawa Amel ketemu sama kakek neneknya.

"Mbak Sabrina....," si kembar yang duduk diruang tengah langsung menghambur memelukku.

"Mbak baik-baik aja kan?" tanya Devi denga mata berkaca-kaca.

Bronies (Berondong Manies)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang