"Bangun Sa...," aku merasakan ada yang mengoyang-goyangkan tubuhku. "Udah jam 5 tuh."
Perlahan ku buka mata dan melihat jam yang tertempel di dinding. Aku menggeliat sebentar. Lalu memandang Abi yang sudah mengenakan baju koko warna krem, sarung kotak-kotak warna senada plus kopyah. Sepertinya dia sudah bersiap untuk sholat subuh.
"Buruan," ujar Abi lagi. "Aku tungguin kita sholat subuh bareng."
Aku mengangguk dan gegas turun dari ranjang menuju kamar mandi. Ini kali kedua kami tidur dalam satu ranjang. Kalo ditempat warung ayam bakar, sengaja memang ada 2 kasur. Abi yang beli lagi untuk dirinya sendiri.
Abi sudah menyiapkan 2 sajadah ketika aku keluar dari kamar mandi. Segera aku memakai mukena yang biasa aku cantelin di lemari.
Selesai sholat subuh, Abi membacakan doa untukku. Semakin hari ia semakin memikat hatiku. Meski masa lalunya tergolong nakal dan urakan, tapi dia sudah berubah menjadi lebih baik sekarang.
"Ini hari bersejarah buatku," ujarnya yang tengah melipat sajadah.
"Buatku juga Bi," sambungku. Ia tersenyum lalu mendekatiku dan memberi isyarat agar aku duduk bersamanya.
Kami berdua duduk di tepi ranjang. Aku masih mengenakan mukena yang belum sempat aku copot. Ia juga masih mengenakan baju koko dan sarung.
"Setelah ini aku boleh cium kamu?" tanyanya konyol.
"Kan udah sah dari sebulan lalu Bi," jawabku asal. Ya, kan sebenarnya kita udah sah menikah satu bulan lalu, udah bebas sih mau ngapain aja. Eehh... tapi kan aku dulu yang ngasih dia perjanjian pas udah selesai ijab kabul. Nah kan lupa.
Abi tersenyum dan menggaruk-garuk kepalanya. "Kan katanya suruh pendekatan dulu."
"Iya lupa," aku menepuk kepala sendiri.
"Cium apa dulu?" tanyaku datar, meskipun dalam hati sudah demo dari tadi. Jedag jedug.... Ah begini ya rasanya pacaran setelah nikah.
"Cium pipi?"
"Boleh," aku menganggukkan kepala.
"Cium dahi?"
"Iya," aku mengangguk lagi.
"Cium bii..."
Toookkkk....tookkkk....kalimat Abi terputus saat seseorang menggedor pintu kamarku. Ahh...ganggu aja nih, orang mau romatisan sama suami juga.
"Mbaaakkk.... mbaakk Sabrinaa....udah bangun kan? Haalooo....," suara khas Deva terdengar dari luar. "Ditungguin mbak Desi tuh, suruh nyoba baju pengantinnya, kan kemaren belum fitting baju."
"Iiyyaa...," balasku. Aku menoleh kearah Abi. Ia memberiku isyarat agar aku membuka pintu.
Baru saja aku berdiri, giliran Devi yang teriak. "Mbak cepetan!!"
Duhh....si kembar bener-bener ya, nggak ada akhlak emang. Nggak tau kalo didalem mau kangen-kangenan dulu napa, ini udah main teriak-teriak aja dari tadi.
"Iya, bawel. Ini juga mau keluar," sungutku kesal. Gagal kan romantisan setelah sholat bareng tadi.
Tiba-tiba Abi meraih pergelangan tanganku. Ia menyandarkanku di tembok samping pintu kamar. Ia mencium dahiku, kedua pipiku, lalu mengecup pelan bibirku.
"Senyum dong, jangan cemberut aja," ujarnya dengan senyum jahil.
Aku yang kaget dan tersipu, reflek mencubit pelan perut Abi.
"Kok dicubit sih," protesnya pura-pura kesakitan. Aku yakin sebenarnya sih nggak sakit. Cuma akting aja dia.
"Habisnya nggak ngasih tau dulu kalo mau nyium."

KAMU SEDANG MEMBACA
Bronies (Berondong Manies)
Storie d'amoreSabrina wanita dewasa yang sudah cukup umur untuk membina rumah tangga tak pernah menyangka akan dipertemukan dengan jodohnya secara tiba-tiba dalam sebuah tragedi konyol. Diapun terpaksa menikah dengan seorang pemuda yang seumuran dengan adik kem...