Bab 24

109 1 0
                                    

Abi mengajak bapak itu ke belakang dan aku pun mengikuti mereka juga pak eko. Dua anak buah yang lain berjaga di depan.

Abi membuka laptop dan menyalakannya. Ia kemudian memeriksa CCTV yang terpasang di beberapa titik di warung kami.

"Bapak tadi beli ayam disini jam berapa?" tanya Abi yang terlihat masih bersabar menghadapi si bapak ini. Kalo aku udah habis tuh bapak-bapak aku tonjokin. Seenaknya aja fitnah warung orang.

"Jam setengah tujuh," jawab orang itu pendek.

Abi memeriksa rekaman CCTV pada jam setengah tujuh. Ia meneliti setiap pembeli yang datang. 

"Nah itu saya!" tunjuk si bapak. 

Abi memperhatikan rekaman itu. Aku menelan ludah. Itu memang benar si bapak-bapak ini beli diwarung kami. Dia tidak berbohong. Tapi bagaimana mungkin ayam yang kami jual itu busuk. Oohh.... Tuhan bagaimana ini. Mendadak kami semua pun panik dibuatnya. Hanya  Abimanyu lah yang masih bersikap tenang melihat kebenaran dari CCTV.

"Bagaimana? Saya memang benar kan? Orang di video itu adalah saya," ujar si bapak sambil memandang kami dengan sinis. Dia melipat tangannya didada.

Abi berdehem. Beberapa pasang mata diam-diam memperhatikan kami. Saat ini kami benar-benar terpojok.

"Maafkan atas kesalahan pelayanan kami pak. Mungkin kami lah yang tidak teliti dalam melayani pembeli," Abi dengan berbesar hati meminta maaf.

"Halaah.... tadi kamu nuduh saya berbohong, nyatanya memang benar kan saya tadi beli ayam bakar disini," bapak itu mulai meninggikan suaranya.

"Sekali lagi kami minta maaf ya pak," aku pun ikut meminta maaf ke bapak tersebut. Berharap dia mau memaafkan kelalaian kami dan tidak berbuat onar di warung kami.

"Anak sama istri saya sakit gara-gara makan ayam bakar busuk dari kalian. Mereka tengah sakit perut dan muntah-muntah," ujar si bapak lagi.

"Saya mau nuntut ganti rugi atas kesalahan kalian!" Sambungnya.

"Iya pak baik, kami akan beri bapak kompensasi untuk berobat istri dan anak bapak," ujar Abi seraya mengeluarkan dompetnya. 

Abi mengeluarkan beberapa lembar uang berwarna merah dari dalam dompetnya. Ia kemudian menyelipkan uang itu ke tangan si bapak.

"Maafkan kami sekali lagi pak, mudah-mudahan ini bisa sedikit membantu," ucap Abi.

Si bapak itu melihat lembaran uang ditangannya. Ia tersenyum smirk. Namun, tiba-tiba saja ia melempar uang itu ke wajah Abi.

"Kamu pikir dengan memberiku kompensasi yang tak seberapa ini, semua masalah bisa diselesaikan begitu saja!" Sengitnya dengan tatapan mata tajam.

Aku geram melihat tingkah lakunya yang semena-mena pada Abi. Aku yakin ayam itu bukan dari kami. Aku sangat yakin ini hanya rekayasa seseorang untuk menjatuhkan nama baik warung ayam bakar kami.

"Kalian itu pantasnya dipenjara!" Teriaknya sekali lagi membuat sebagian pembeli kaget. "Jual makanan basi, terus kalian beri saya uang buat tutup mulut begitu?! Saya akan laporkan ini ke polisi."

"Jaga bicara Anda ya," aku tahan lagi menghadapi orang ini. "Ayam bakar yang kami jual itu selalu fresh dan nggak mungkin ayam basi kami jual."

"Kalian itu udah salah tetep aja ngenyel! Bener-bener nggak punya attitude kalian ini!" tunjuknya sambil berteriak. 

"Sa, sabar jangan kebawa emosi," bisik Abi menenangkanku yang sudah tidak dapat menahan amarah.

"Orang ini keterlaluan Bi. Dia mau bikin nama warung kita jadi jelek di mata orang," sela ku masih kesal.

Bronies (Berondong Manies)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang