Part 14 Menjadi mata-mata

154 13 1
                                    

Maaf... beribu maaf ternyata kemarin saya nulis harusnya part 14 itu yang ini, jadinya aku hapus part 14 yang kemaren. Dan aku harus unggah part yang ini biar ceritanya nyambung, nggak enak kan kalo baca harus kehilangan 1 part.

Akibat keteledoran penulis, maaf atas ketidaknyamanannya. Semoga nantinya aku nggak melakukan kesalahan lagi. Maaf sekali lagi 🙇‍♀️.

********



POV ABIMANYU

Semalaman aku terjaga menunggu pagi datang. Aku benar-benar tidak bisa memejamkan mata. Bagaimana aku bisa tidur nyenyak sedang aku belum tahu keberadaan istriku dimana. Pikiranku melayang entah kemana. Yang ada di benakku saat ini aku harus secepatnya menemukan Sabrina.

Pukul 3 dinihari, aku, Riski dan Febri berangkat menuju rumah Kareen. Misi kita adalah memata-matainya berharap menemukan titik terang tentang keberadaan Sabrina.

Sang fajar mulai menyembul. Sinarnya lembut menerpa wajah kami yang masih berada dalam mobil mengintai rumah Kareen. Sepagi ini hanya pembantu rumahnya yang keluar masuk untuk membuang sampah dan juga belanja sayuran. Target belum juga menampakkan batang hidungnya. Hari ini dia ada jadwal kuliah, kemungkinan dia keluar hari ini.

"Ehh... tuh lihat target keluar rumah," tunjuk Febri membuat aku dan Riski kembali fokus menatap pintu gerbang rumahnya.

"Dia bawa sepeda tuh," ujar Riski. "Kayaknya dia mau gowes deh. Apa perlu kita ikutin?"

"Harus," sahutku berapi-api. "Siapa tahu dia ketemuan sama seseorang kan."

"Kita pake mobil?" tanya Riski.

"Ehm...bentar-bentar, kita pinjem ke siapa gitu." Febri mengamati sekeliling. Matanya tertuju pada seseorang pemuda di ujung sana yang sedang mencuci sepedanya. Dah kayak Macgyver aja, apa yang dibutuhkan tiba-tiba ada di depan mata.

"Biar gue aja yang buntutin si Kareen." Febri gegas keluar dari mobil dan bernegosiasi dengan pemuda itu. Ia berhasil meminjam sepedanya. Secepat kilat mengayuh sepedanya mengejar Kareen yang telah berjalan jauh.

Setelah satu jam berlalu, Febri kembali. Dia buru-buru masuk ke dalam mobil.

"Gimana bro?" tanyaku tak sabar.

Febri menggeleng. "Telor ceplok."

"Kok telor ceplok sih," protes Riski.

"Maksud gue nol besar kayak telor ceplok," jawab Febri enteng.

Aku menggeleng, bisa-bisanya nih bocah bercanda di situasi kayak gini.

"Sae lu tutup panci," seloroh Riski sedikit kesal.

"Yah lagian tegang mulu," protes Febri cengengesan tanpa rasa bersalah.

"Nggak kira-kira lu, temen lagi bingung bininya diculik nggak ada kabar, lo malah becandain." Riski ngegetok kepala Febri.

"Sakit tauk," ucap Febri mengusap kepalanya dengan tampang memelas.

"Udah... udah," aku segera melerai sebelum mereka adu jotos.

"Terus ngapain aja tuh si Kareen tadi?" aku bertanya pada Febri yang duduk di jok depan.

"Cuma gowes doang, terus belok ke warung nasi kuning. Abis itu ketemu sama temennya. Nggak lama sih, cuma say hello aja terus pergi," jelas Febri.

"Oh iya nih aku juga beli nasi kuning buat sarapan. Kalian pasti laper kan," lanjutnya seraya menyerahkan bungkusan plastik hitam yang tadi dia tenteng.

"Tumben otak lo bener," tukas Riski yang segera mengambil kotak mika berisi nasi kuning lengkap.

"Nih sarapan dulu." Riski menyerahkan plastik hitam padaku.

Bronies (Berondong Manies)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang