8 - THE ATHLETE

607 160 25
                                    

Malam itu Benio gelisah di tempat tidurnya. Meskipun sudah mandi dan menggosok gigi, siap untuk memejamkan mata, namun yang terjadi malah Benio berguling di tempat tidurnya. Berbaring menghadap ke kiri dan ke kanan berkali-kali.

Penyebabnya tidak lain dan tidak bukan adalah karena Ammar. Selepas acara pemotretan tadi, Ammar kembali membuatnya berdebar. Ammar mengantarkan Benio ke kamarnya lalu mengelus rambut Benio dari ubun-ubun sampai ujung helai rambut, bahkan sempat mencondongkan tubuh ke arah Benio. Sempat membuat Benio berpikir Ammar akan menciumnya, namun Benio bergegas berbalik, membuka pintu kamar dan berpamitan.

Benio menyayangi Ojan. Itu pasti. Ojan yang mendekatinya dan membuat dunia Benio terasa lebih wangi dan berwarna. Ojan yang selalu ada bagi Benio yang sebatang kara. Tapi kebersamaan dengan Ammar beberapa hari ini tidak dinyana membuat Benio gundah. Bisa dibilang sekarang adalah waktu di mana Benio akhirnya mendapatkan perhatian Ammar. Tertunda berbelas tahun. Tanpa ada siapapun yang mengganggu.

Dengan begini apa artinya Benio selingkuh?

Sepertinya iya.

Tapi...

Benio mengambil foto polaroid dirinya dan Ammar saling berpegangan tangan. Tidak ada arti apa-apa kan dalam kebersamaan mereka di sini? Setelah mereka keluar dari pulau, kembali ke kehidupan mereka masing-masing, Benio akan kembali menjauh dari Ammar.

"Cuma sementara ya Mar. Sementara." Benio mendekatkan foto ke wajahnya, mencium wajah Ammar yang tersenyum ke arah kamera.

***

Sebenarnya Benio berniat untuk sarapan sendirian hari ini. Sedikit mencoba menjauh dari Ammar agar tidak perlu memupuk perasaan dan ingatannya tentang Ammar lagi. Sayangnya pulau ini kecil. Mereka tinggal di penginapan yang sama dan skema kehidupan mereka kurang lebih sama. Maka meskipun Benio tidak menemukan Ammar di depan pintunya, Ammar menunggunya di depan lift. Terlihat segar dengan kaos putih, kemeja flanel berwarna biru, dan jeans hitam dengan lubang di lututnya. Dia sedang menunduk menghadapi tablet.

Benio keluar dari lift. Diam di depan Ammar tanpa berkata apa-apa. Tidak mungkin pergi menjauh tanpa menyapanya, tidak enak untuk mengganggunya yang tampak sedang serius. Benio menunggu Ammar menyadari keberadaannya.

"Okay. That's all." Ammar bergumam, mengunci tabletnya. Saat dia memasukan tablet ke tas kecil di punggungnya, barulah dia mendapati Benio berdiri di depannya.

"Hai. Sudah lama? Aku nggak sadar kamu ada di situ."

"Hai. Semenit? Dua menit? Aku nggak tahu."

Wajah Ammar berseri sekali. Dia menatap Benio yang mengenakan dress dengan panjang selutut, kerutan di bagian perut, dan lengan menggembung hingga ke siku.

"Kamu terlihat... manis. Ada rencana apa hari ini?"

"Berenang." Benio mengangsurkan tas yang dibawanya. "Di pantai. Mau ikut?"

Kenapa harus nawarin sih?

"Wah. Ide bagus." Ammar tertawa. "Tapi aku nggak bawa baju renang. I mean. Ada di atas. Nanti aku ambil. Kita sarapan dulu?"

Benio akhirnya mengangguk. Mereka berjalan berdampingan menuju restoran. Benio berpikir mereka akan makan berdua lagi. Kali ini dugaannya meleset lagi. Di restoran, Ammar diajak oleh teman-temannya untuk makan bersama. Mereka cukup heboh begitu menyadari Ammar datang bersama Benio.

Ada lima orang yang menempat meja besar di sana. Begitu Ammar muncul, salah satunya melambai, meminta Ammar mendekat. Mata Ammar melirik Benio, seakan meminta izin. Benio hanya mengangguk saja.

"Pantesan udah berapa hari ini lo nggak keliatan. Bareng cewek toh," ujar laki-laki yang tadi melambai pada Ammar. "Halo, gue Medi. Ketua tim di proyek ini."

Latte Murder - END (WATTPAD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang