25 - THE CRIME SCENE 3

303 76 5
                                    

Biasanya, akhir pekan Benio berjalan biasa saja sampai kadang membuat Benio bosan. Membersihkan seisi apartemennya, mengelap hingga ke sudut-sudut, menghabiskan waktu sejak matahari belum terbit hingga matahari sudah di atas kepala. Lalu Benio akan terlalu lelah untuk memasak sehingga makan siangnya adalah memesan dari luar. Kegiatan selanjutnya diisi dengan bersantai alias bermalas-malasan di rumah. Bisa pula mengerjakan pekerjaan kantor yang dia bawa pulang atau diminta atasannya. Akhir pekan akan lebih menyenangkan jika Ojan mengajaknya kencan. Berada di antara orang banyak bukanlah favorit Benio, tapi jika bersama Ojan, Benio tetap senang.

Itu jika hari Sabtu. Jika hari Minggu, aktivitasnya kadang bisa lebih 'biasa' lagi. Berangkat ke supermarket untuk mengisi kulkas, kadang berolahraga jika sedang ingin, kadang duduk-duduk di taman untuk membaca, kadang seharian hanya tidur saja.

Akhir pekan yang Benio alami setelah pulang dari pulau, mulai berubah. Termasuk Sabtu ini. Benio memang membersihkan apartemennya seperti biasa, lalu siang nanti Ammar mengajaknya untuk menyelidiki kasus lagi. Setelah Ammar datang ke apartemen Benio beberapa hari lalu, mereka belum bertemu lagi karena kesibukan masing-masing. Mereka membuat rencana untuk mendatangi rumah Jordan. Dan itu adalah hari ini. Tepat ketika Fauzan sedang berada di luar kota mengurus bisnisnya.

Benio baru menyadari bahwa Jordan sudah tinggal bersama dengan Carolina, sang tunangan. Ini memudahkan penyelidikan. Benio dan Ammar bisa menyelidiki keduanya sekaligus.

Tapi mereka tidak tahu di mana persisnya rumah yang dimaksud. Maka inilah alasan lain mereka tak langsung berkunjung. Ammar mempergunakan koneksinya dulu untuk mencari alamat persisnya.

Ting tong.

Itu pasti Ammar yang membunyikan bel. Ammar tahu Benio ada di rumah maka dia langsung naik ke depan pintu. Kemarin dia menunggu di depan katanya karena beberapa kali mengebel, tak ada yang menjawab, jadi Ammar yakin Benio belum pulang dan memutuskan menunggu di depan.

"Mar," Benio menyapa.

"Halo." Senyuman Ammar terpasang begitu lebar ketika Benio membuka pintu. "Aku bawa makan siang untuk kita."

Tanpa sadar, Benio merapikan rambutnya. Dia belum mandi sebetulnya. Jadi ketika melihat Ammar yang sangat rapi, sesungguhnya Benio agak minder.

"Terima kasih. Masuk dulu, Mar."

"Sudah selesai bersih-bersihnya?" Ammar melangkh ke meja makan.

"Tinggal simpan peralatan ke tempatnya. Setelah itu aku mau mandi dulu. Baru kita makan dan berangkat. Boleh?"

Ammar membuka mulut, ingin menggoda Benio. Tapi segera dirapatkan mulutnya, lalu tersenyum. "Silakan."

Tak lama Benio mandi. Tak lama juga mereka makan siang. Keduanya segera menaiki mobil Ammar dan menuju rumah Jordan dan Carolina.

Rumah yang ditempati oleh pasangan itu terletak di komplek perumahan yang bentuk rumahnya serupa. Terdapat Security di pintu masuk komplek tapi penjagaannya tak ketat. Bahkan setelah satu pasangan meninggal dalam waktu berdekatan.

"Karena TKP bukan di sini, Ben. Mereka merasa di sini baik-baik saja." Ammar menjelaskan ketika mobil mereka melaju begitu saja melewati portal.

Tidak sulit menemukan rumah yang dimaksud. Di depan rumah terdapat beberapa papan bunga ucapan duka cita. Dari klub basket, dari sponsor, dari rekan kerja online shop Carolina.

Ammar memarkirkan mobil dua rumah sebelum rumah Jordan. Suasana begitu sepi meski ini akhir pekan dan Benio melihat beberapa rumah memiliki mobil di garasinya. Berbeda dengan rumah pasangan ini, tak ada mobil di sana.

"Dua mobil mereka adalah TKP. Bahkan mobil Carolina terbilang hancur," tanggap Ammar ketika Benio menyampaikan pikirannya.

"Apakah keluarga mereka nggak ada yang mengurus kasus ini?" Benio memperhatikan rumah yang seperti hampir terbengkalai ini.

Ammar menggeleng. "Orang tua Jordan sudah meninggal. Orang tua Carolina memutuskan hubungan sejak tahu bahwa Carolina sudah hamil sebelum menikah."

Ammar membuka pintu rumah dan tanpa kesulitan, daun pintu terbuka.

"Aku rasa, itu juga yang membuat kita bisa masuk begitu mudah."

Polisi pasti sudah menggeledah tempat ini, mencari petunjuk yang bisa memecahkan siapa pembunuh mereka. Berbeda dengan Patrick dan Al yang masih memiliki keluarga, sehingga barang-barang yang tidak secara langsung berkaitan dengan kasus bisa dikenbalikan. Jordan dan Carolina tak punya keluarga. Benio sebenarnya sangsi bahwa mereka akan menemukan sesuatu. Mungkin semua petunjuk sudah dibawa oleh Polisi semua.

Tapi Ammar menyemangati Benio, supaya tidak menyerah. Mereka pun melihat-lihat apa yang terbilang aneh. Benio masuk ke kamar utama, ruangan di mana tempat tidur besar berada. Barang-barang masih tertata rapi. Seakan sedang ditinggal pemiliknya untuk sementara.

Benio membuka laci-laci nakas, tak ada yang aneh. Benio melihat meja rias, tak ada yang berbeda dari biasanya. Benio menghampiri tempat tidur, lalu matanya menangkap sesuatu yang menyembul di antara kasur bagian atas dan kasur bagian bawah. Sangat kecil hingga mungkin luput dari pantauan Polisi.

Telunjuk Benio menyentuh benda itu. Sebuah kertas. Benio mengangkat kasur, menarik kertas itu keluar. Kertas di tangannya seperti sudah diremas dan dipaksakan masuk ke balik kasur. Tapi tulisannya masih terbaca jelas. Huruf-hurufnya bergelombang, seperti bergetar saat menulisnya.

Al sudah mati. Kemarian yang mengerikan. Patrick juga mati. Jordan juga menyusul. Aku takut. Aku benar-benar takut. Kematian mereka tidak wajar. Aku takut bagianku segera tiba.

Benio terkesiap. Berarti ini tulisan Carolina, yang menyadari semua pembunuhan ini ada kaitannya dan dia akan mendapat giliran berikutnya.

"Ammar! Ammar!"

Ammar berlari ke kamar. Benio menunjukkan tulisan itu, membuat Ammar juga melotot karena kaget.

"Mereka berempat pasti masih berhubungan sejak dulu hingga sekarang. Ada sesuatu yang mereka tahu yang membuat nyawa mereka terancam." Ammar menyapukan pandangan ke seluruh ruangan. "Kita harus cari petunjuk. Dimulai dari masa lalu saat mereka mulai mengenal."

Pencarian Benio dan Ammar semakin bersemangat dan dipercepat. Benio membuka isi lemari di kamar, mencari jejak masa lalu. Ammar menuju gudang, mencari di tumpukan berdebu.

Peluh bermunculan di kening Benio tapi dia tak menemukan apa-apa. Rasanya sudah berjam-jam ketika akhirnya Ammar memanggil Benio.

Di ruang tamu mereka bertemu. Ammar memegang sesuatu di tangannya. "Di kotak berdebu yang sudah lama tak tersentuh, aku menemukan ini."

Sebuah diary berwarna merah muda, bertuliskan nama Carolina, kelas 2 SMP, di depannya.

"Semua berawal dari sini," kata Ammar yakin.

*** 

Happy Monday!

Silakan vote dan komentar!

-Amy

Latte Murder - END (WATTPAD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang