12 - THE NOSTALGIA

473 132 9
                                    

Meskipun interaksi mereka tadi malam membuat perasaan Ammar sedikit terluka (karena dirinya teringat akan adanya Ojan di antara mereka), Ammar tidak bisa mencegah dirinya tersenyum bahagia saat Benio kembali bergabung bersama dia dan teman-temannya keesokan paginya.

Benio sudah memesan satu slot dalam tur yang disediakan oleh resor, berupa kegiatan snorkeling dan kunjungan ke penangkaran tukik. Mengingat syuting sudah hampir selesai, para kru pun memesan tur yang sama. Tadi malam Benio mengobrol dengan Mima dan mereka janji untuk hadir bersama.

Meskipun tidak terhindarkan untuk bersama dalam kegiatan hari ini, Benio rupanya tetap menjaga jarak dari Ammar. Bagi Benio sendiri, dengan Ojan meneleponnya tadi malam, mengingatkan Benio bahwa dirinya bukan lagi Benio yang dulu, yaitu Benio yang lajang dan bisa memiliki perasaan kepada Ammar dengan leluasa. Sekarang dia adalah Benio dewasa, seorang perempuan muda yang sudah berkomitmen dalam hubungan bersama Fauzan.

Dalam sesi penjelasan sebelum memulai snorkeling, Benio mendadak tertegun. Komitmen? Bukan cinta? Hubungannya dengan Fauzan sekarang hanya dilandasi komitmen? Mata Benio mengedip beberapa kali. Entah sejak kapan landasan itu berubah menjadi sekedar komitmen. Entah sejak kapan perasaan cinta itu sudah menghilang tidak tahu ke mana. Landasan berupa komitmen yang Benio sendiri tidak tahu apakah dia masih memiliki komitmen pada Fauzan, mengingat apa yang dia lakukan dengan Ammar selama di sini.

Maka dari itu meski Ammar sering berada dalam radius kurang dari lima meter di sekitarnya, Benio berusaha menempelkan diri kepada Mima saja, demi menghindari interaksi dengan Ammar.

Kenyataan berkata lain, saat semua peserta tur sedang menyelam, Benio berenang tanpa sadar ke berbagai arah yang menurutnya memiliki pemandangan menarik. Ketika dia menarik diri ke permukaan, baru disadarinya dia berhadapan dengan Ammar.

"Suka?"

Sama apa, Mar?

Menyadari kebingungan di wajah Benio, Ammar menambahkan. "Sama pemandangan di bawah."

Benio menarik bibirnya. "Iya, bagus."

Belum selesai sampai di situ, ketika Benio bermaksud menaiki kapal karena mereka akan berpindah ke titik lain, Ammar menaiki kapal lebih cepat lalu mengulurkan tangannya kepada Benio. Tidak mungkin Benio menepiskan bantuan itu, maka Benio meraih tangan itu, menggenggamnya erat. Tanpa bisa dikontrol, Benio berusaha merekam jelas bagaimana rasanya memegang tangan Ammar.

Belum berhenti di situ, dunia seakan berkonspirasi untuk membuat Benio dan Ammar terus berinteraksi. Atau mungkin itu hanya usaha Ammar agar berada dekat dengannya. Benio tidak tahu.

Yang Benio tahu, meski bayangan wajah Fauzan terus berada di kepalanya, dia tidak bisa mencegah untuk berada di samping Ammar. Mereka berenang bersama, mengunjungi terumbu karang yang sama, berfoto di titik yang sama. Ammar membimbing Benio saat mereka mengunjungi tempat penangkaran, menggantikan tugas pemandu untuk menjelaskan beberapa hal. Ammar duduk di samping Benio saat makan siang, membantu Benio mengupas kulit udang dan mengeluarkan daging kepiting. Ammar memastikan prosedur keselamatan Benio sudah benar ketika para peserta tur giliran menaiki mini jeep untuk berkeliling di area penangkaran. Ammar juga memeluk Benio begitu erat ketika Benio sedikit oleng dan hampir terserempet oleh pengendara lain.

"I can't breathe," bisik Benio saat Ammar memeluknya begitu erat. Suara mesin sudah menjauh dan Benio tahu dirinya sudah aman, namun Ammar masih memeluknya.

"Maaf," Ammar melonggarkan pelukannya tapi tidak melepaskannya. Benio malah merasakan sesuatu menyentuh pundaknya.

"Mar..."

"Aku salah melepaskan kamu begitu aja waktu kita sekolah dulu. Bahkan nggak berusaha lebih keras untuk cari kamu, untuk tahu apa yang kamu hadapi. Sekarang aku ada di sini, Ben. Izinkan aku untuk ada di samping kamu selama aku bisa," suara lirih Ammar terdengar begitu sendu sekaligus menggelitik.

"Aku punya pacar, Mar," Benio memejamkan matanya. Mengucapkan hal itu berlawanan dengan apa yang Benio lakukan. Tangannya ikut memeluk erat tubuh Ammar seakan dirinya juga menunjukkan bahwa dia merindukan Ammar. Bahwa Benio yang dulu masih sama dengan sekarang. Sama-sama menginginkan Ammar.

"Aku tahu itu, Ben. Fauzan masih dalam perjalanan. Masih lama dia sampai di sini."

Benio akhirnya menyalakan ponselnya. Di situlah Ammar tahu bahwa Fauzan baru akan sampai di pulau besok pagi. Dia masih dalam perjalanan menuju ibu kota. Perlu waktu lagi dari ibu kota ke pulau, apalagi cuaca di ibu kota sedang buruk sehingga tidak ada kapal yang bersedia pergi.

"Maka dari itu..." napas Ammar semakin berat. Embusannya menggelitik leher Benio sehingga membuatnya merinding. Merinding karena sesuatu yang membuat adrenalinnya meningkat. "Biarkan kita punya kenangan di sini, yang nggak akan kita sesali. Ketika keluar dari sini, kalau kamu mau melupakan itu dan kembali ke Fauzan, aku rela."

Mata Ammar memancarkan pandangan sedih, pasrah, sekaligus berharap. Benio mengenali tatapan itu sebagai tatapannya sendiri. Bagaimana Benio menatap Ammar ketika Ammar bersama Al. Menyadari bahwa dirinya tidak bisa meraih seseorang yang dia sayangi.

"Ammar... aku takut kita kecewa," gumam Benio. Jemarinya mengelus pipi Ammar.

"Bukankah kita sudah sama-sama kecewa, Ben?" Ammar tersenyum miris. "Kamu kecewa sejak dulu ketika aku dengan Al. Sekarang aku kecewa karena kamu dengan Fauzan. Tanpa kita berusaha, kita sudah kecewa, Ben."

Ammar melepaskan pelukannya. "Dan aku rasa aku akan kecewa sekali lagi, juga menyesal seumur hidup, kalau saat kita bertemu lagi saat ini dan kamu nggak pernah tahu bagaimana perasaanku."

Benio mematung di tempatnya. Menyadari Benio tidak merespon permintaannya seperti yang dia harapkan, Ammar mengangguk, lalu berbalik. Para peserta tur sudah mulai bergerak keluar dari area penangkaran. Mereka akan kembali ke resor untuk membersihkan diri dan bersiap mengikuti acara kembang api dan hiburan yang disediakan untuk mereka.

Ammar menghampiri teman-temannya. Benio berdiam diri di tempatnya, berusaha mencerna sekaligus mengambil kesimpulan tentang apa yang seharusnya dia lakukan terhadap Ammar. Berusaha menentukan tindakan, apakah dia akan melepaskan Ammar sekali lagi, atau menghabiskan waktu bersama Ammar dan melupakannya setelah Fauzan kembali berada di sisinya.

Ammar berbalik, menatap Benio sekali lagi. Tatapan itu membuat Benio yakin apa yang harus dilakukannya.

*** 

Bismillah mulai rutin update Wattpad lagi :D

Jangan lupa vote dan comment (yang baik) yaa~

-Amy

Latte Murder - END (WATTPAD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang