21 - THE HYPOTHESIS

380 99 9
                                    


"Nggak suka gimana?" Ammar sama sekali tidak mengerti kenapa Benio mengatakan 'semua'. "Al, aku paham. Lainnya?"

Benio mempertimbangkan beberapa saat, apakah perlu dia mengeluarkan unek-uneknya ini atau sebenarnya dia terlalu berlebihan. Dia juga tidak mau dianggap menuduh. Namun sepertinya Ammar bisa dipercaya.

"Seperti yang kamu tahu, Al, Patrick, Jordan, dan Carolina semuanya teman dekat. Bukan hal yang aneh kalau satu dari mereka nggak suka aku, maka yang lainnya ikut nggak suka juga. Yang perlu dijelaskan mungkin adalah Melinda dan Arya." Benio sama sekali tidak menyentuh makanannya sekarang. Akibatnya, Ammar juga melipat tangannya dan mendengarkan Benio dengan saksama.

"Setelah kamu bilang bahwa Melinda terkoneksi dengan Al, sepertinya aku paham kenapa kalau dia nggak suka aku. Bisa jadi karena aku terlihat dekat dengan kamu yang waktu itu pacar Al. Si anak aneh yang coba-coba dekat dengan cowok populer."

Ammar bergidik saat mendengar Benio berkata begitu.

"Tapi sungguh aku nggak paham apa alasan Melinda nggak suka aku. Kami nggak bersinggungan. Dengan Al dan Carolina, aku paham. Al karena kamu, Carolina karena nilai. Dengan Melinda, nggak. Bisa dibilang aku bahkan fans-nya. AKu mengagumi dia. Kami juga pernah mengobrol dan rasanya baik-baik saja. Lalu tiba-tiba satu hari semuanya berubah dan dia seperti menghindari aku." Benio menunduk, menatap kedua tangannya.

Semuanya tampak aneh dan janggal. Kehidupan mereka selama belasan tahun terasa aman dan damai. Masalah di masa lalu sudah tak pernah dihiraukan lagi dan dibiarkan di belakang untuk jadi bagian hidup yang cukup diketahui namun bukan dikenang. Mendadak semuanya kembali ke permukaan. Meskipun Benio berusaha untuk mengabaikan kejadian itu, fakta bahwa semua korban adalah orang yang dikenalnya, membuat hatinya terusik.

"Sebelum kita lanjut, lebih baik kita makan dulu, Ben. Nanti masakan kamu keburu dingin."

Benio menggerakkan ujung bibirnya, menyetujui ajakan makan. Acara makan dilakukan dalam diam. Ammar yang selesai lebih dulu lalu membawa piring kotor ke bak cuci. Benio mencegah Ammar mencuci piringnya sendiri namun Ammar berkeras. Akhirnya semua piring kotor dan peralatan makan dibersihkan oleh Ammar sementara Benio membereskan meja dan membuatkan secangkir kopi untuk mereka.

Tak perlu bertanya dan tak membutuhkan persetujuan. Benio dan Ammar melanjutkan obrolan mereka sembari menikmati kopi di depan jendela, menatap langit malam dengan bintang yang mulai bermunculan.

"Wangi," Ammar menghirup kopi dalam cangkirnya.

"Iya. Dikasih Ojan waktu dia dinas."

"Oh," terdengar sedikit kekecewaan dalam suara Ammar. "Gimana kabar dia? Hubungan kalian baik-baik saja?"

"Baik kok. Ojan juga... sehat."

Benio memilih tak melanjutkan. Sangat aneh membicarakan Ojan dengan laki-laki yang pernah tidur bersamanya. Dengan kata lain, pasangan selingkuhnya. Mengingat Ojan dalam situasi ini membuat Benio kembali bertanya apakah ini artinya dia mengkhianati Ojan lagi? Namun tujuannya kali ini hanya untuk membahas kasus.

"Mereka semua, keenam korban itu, aku yakin masih sering bertemu," Ammar kembali membuka topik setelah meneguk kopi. "Al dan Patrick, jelas. Carolina dan Al, ya. Mereka berteman tanpa Carolina tahu bahwa Al pernah punya affair dengan pasangannya. Jordan, jelas. Dia akan segera menikah dengan Carolina. Dengan Melinda dan Arya, rasanya aku pernah melihat Melinda jadi pembicara di tempat Arya mengajar. Dia mengisi acara bersama Al. Nggak menutup kemungkinan mereka tetap berhubungan setelah itu."

Kepala Benio mengangguk-angguk.

"Circle hubungan seseorang nggak bisa kita duga. Bisa kita anggap mereka nggak kenal, ternyata akrab. Bisa kita anggap mereka akrab, ternyata hanya di depan publik. Biarpun punya latar belakang berbeda, kalau memang mereka cocok, hubungan itu bisa berlanjut hingga bertahun-tahun."

Latte Murder - END (WATTPAD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang