🍰 7. Perhatian 🍰

819 234 42
                                    

Malam, temans. Mas Candra datang ney. Kumpul laahh🤭🤭

Duduk di belakang Mas Candra ternyata sangat menyenangkan. Posisiku yang sedikit lebih tinggi, membuatku bisa melihat ke depan tanpa terhalang apa-apa. Ini adalah perjalanan pertamaku keluar kota menggunakan motor. Sebelum ini aku selalu membawa mobil dan tentu saja mengemudi sendiri. Tidak ada sopir atau siapa pun yang menemani. Sesekali ada Rosa jika kebetulan memiliki tujuan yang sama.

Hari masih belum terlalu terang, binar jingga membias di ufuk timur saat motor Mas Candra melewati jalan layang setelah Pasar Lawang. Itu adalah perbatasan Kabupaten Malang dan selanjutnya kami akan keluar dari wilayah tempat tinggal kami.

Mas Candra mengendarai motornya pelan-pelan. Awalnya menurutku begitu, tetapi aku segera mengubah pendapat itu ketika motor kami mendahului beberapa bus serta truk di depan. Entahlah, aku tidak merasa dia ngebut atau aku memang terlalu menikmati perjalanan ini sehingga tidak begitu memperhatikan kecepatan. Sudahlah, aku tak ingin memusingkan hal itu. Satu yang aku yakini bahwa Mas Candra tahu apa yang telah dia lakukan.

Masih pukul setengah tujuh saat kami sampai di Probolinggo. Jelas terlalu awal untuk memulai kunjungan. Mas Candra belok ke pom bensin dan saat dia mengantre, aku memilih berjalan ke deretan toko yang berjajar di area itu. Donat dan cokelat panas tentu bagus untuk dijadikan sebagai menu sarapan.

Aku baru saja keluar dari gerai itu dengan membawa dua donat dan dua gelas cokelat panas ketika Mas Candra naik ke teras dan duduk. Aku mendekat padanya dan memberikan donat cokelat. Dia mengangkat satu alisnya dan aku hanya tersenyum lebar.

"Lama-lama kena penyakit gula kalau kamu beri aku serba cokelat." Mas Candra menggigit donat dan mengunyahnya pelan. Rekor. Ini adalah pertama kali aku melihatnya memasukkan makanan ke mulut tanpa didahului oleh rokoknya.

"Kalau aku kasih cokelat setiap hari, Mas Candra bisa waspada sama penyakit gula. La ini baru sekali aku kasih cokelat, nggak mungkin, dong, kenapa-napa." Dalam hati aku merasa sangat senang. Dihargai ... bahagia ... entahlah, mungkin karena Mas Candra melahap apa yang sudah kuberikan sampai habis. Yang membuatku terkejut adalah Mas Candra juga berhasil menghabiskan segelas cokelat panas tanpa menyentuh rokoknya.

"Kenyang. Makasih, Va."

"Aku yang seharusnya makasih ke Mas Candra. Biasanya aku berangkat sendiri kalau sedang keluar kota begini."

"Makasih apa, aku hanya bisa bawa kamu naik motor."

"Aku suka." Aku mengatakan yang sebenarnya. Naik motor bersama Mas Candra adalah pengalaman pertamaku. Biasanya aku menolak ketika ada temanku yang akan memboncengiku, tetapi bersama Mas Candra aku merasa aman. Aku juga tidak berpikir yang macam-macam atau terlalu lama mengambil keputusan.

Mas Candra mengatakan "hanya" seolah-olah yang dia bawa adalah kendaraan biasa saja dan jauh dari rasa nyaman. Kenyataannya, apa yang dikendarai olehnya itu bukan jenis kendaraan yang murah. Tidak mungkin juga dia memilih kendaraan yang tidak membuatnya nyaman. Aku selalu mengingat bahwa kendaraan itu adalah mainan pria. Jadi, Mas Candra dengan motornya itu bisa diibaratkan dengan pria dengan mainannya.

"Mau membungkus donat, Va?" Mas Candra menanyaiku dan sudah bangkit dari duduknya.

Aku menggeleng. "Nggak usah." Bukannya menolak, tetapi aku tidak suka membungkus makanan itu, apalagi jika dimasukkan ke dalam tas. Posisinya yang jungkir balik pasti akan membuat makanan cantik itu berantakan. Belum lagi krimnya yang pasti belepotan ke mana-mana. Kalau sial, krimnya bisa juga meleleh dan mengotori tas serta benda-benda di dalamnya.

"Kalau begitu tunggu di sini dan habiskan cokelatmu!" Mas Candra berlalu ke minimarket sebelah.

Aku meminum cokelatku pelan-pelan sambil melihat ke arah jalan raya. Kendaraan tak terlalu padat di sini. Berbeda jauh dengan Malang yang rasa-rasanya sudah menjadi seperti Surabaya atau bahkan Jakarta jika kemacetan sudah begitu panjang.

Kisah Yang (tak) Pernah DimulaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang