Malam, temans. Kang Ghosting mengudara lagi, dong, gak pake bosan😅
Hari ini aku tidak sempat memikirkan tentang Mas Candra. Selain jadwalku yang lumayan padat, aku mendapat pesan kalau seorang customer memintaku untuk datang ke kotanya. Tidak jauh, hanya di Surabaya, tetapi cukup membuatku sedikit kelabakan. Hari ini, aku mempunyai enam janji yang cukup menyita waktu. Bukannya mengeluh, aku hanya sedikit mengatakan bahwa hari ini aku sibuk.
Tadi pagi aku mengirim pesan dan mendapati kalau pesanku sudah dibaca. Saat sedang dikejar jadwal begitu, aku tidak sempat berspekulasi apa pun tentang Mas Candra. Kupikir hal itu bisa menunggu sementara aku harus bertanggung jawab atas janji temu yang sudah kusetujui.
"Selamat pagi, Mas Candra. Hari ini aku punya janji temu dengan enam customer dan harus ke Surabaya setelahnya. Jangan lupa sarapan dan semoga harimu menyenangkan."
Itu saja yang kukirim untuk Mas Candra. Terserah pesan itu mau dijawab kapan, yang jelas aku menunjukkan bahwa aku belum mengubah kebiasaan baru sejak dekat dengannya. Setelah itu aku melakukan pekerjaan dengan sebagaimana mestinya.
Aku benar-benar tidak melihat ponsel lagi. Selesai satu janji, aku meluncur ke lokasi lain untuk memenuhi janjiku. Beruntung, enam janji selesai tepat setelah makan siang. tak ingin membuang waktu, aku segera mengemudikan mobilku menuju Surabaya. Masih sempat drive thru sebelum masuk jalan tol dan aku makan tanpa beban.
Kalau dilihat-lihat, apa yang kulakukan bukanlah hal yang baik untuk dicontoh. Makan sambil mengemudi tentu bisa sangat berbahaya jika tidak berhati-hati. Namun, aku memang tidak mengambil risiko tinggi. Aku menurunkan kecepatan mobilku sehingga aku bisa makan dengan aman sambil terus menempuh perjalanan. Kubuka sebotol air mineral saat mobilku berhenti di tol gate Pandaan.
Tepat pada pukul dua, aku sudah sampai di Surabaya dan siap dengan tugasku. Masih ada lima belas menit dan itu kugunakan untuk merapikan penampilan. Sebenarnya aku tidak perlu menambahkan bedak karena memang aku tidak menggunakan benda itu untuk mempercantik diriku. Hanya krim dokter yang kugunakan dan aku tak butuh apa-apa lagi selain lipstik. Untuk mata ... tak perlu kutambahkan maskara karena yang kugunakan sudah bertahan sampai aku mandi nanti.
Aku turun dari mobil dan melangkah menuju lobi rumah sakit. Ini adalah salah satu rumah sakit terbesar di Surabaya. Layanannya lengkap, jadi tidak heran kalau tempat ini selalu ramai. Untuk kasus-kasus tertentu, seluruh kota di daerah Jawa Timur merekomendasikan tempat ini untuk kasus yang sedang dihadapi oleh pasiennya. Tak ingin mengecewakan, aku setuju untuk datang ke tempat ini hanya untuk memenuhi kebutuhan obat-obatan meski jadwalku sedang padat. Sebisa mungkin aku tidak menunda jika berurusan dengan rumah sakit ini. Permintaannya tidak pernah sedikit dan sudah pasti menyumbang hampir empat puluh persen targetku.
"Mbak Lava ... makin cantik saja. Dengar-dengar mau nikah, ya?" Itu suara Meti, salah satu staf bagian pengadaan yang kenal baik denganku. Kuanggap baik karena dia sering mengantrekanku sehingga aku tidak menunggu terlalu lama untuk bertemu dengan Dokter Sentanu yang luar biasa baik dan murah hati. Untuk yang satu ini aku memang berlebihan, kuakui itu. Namun, aku tidak menemukan kalimat lain untuk menggambarkan orang yang membuatku memiliki prestasi baik di kantor.
"Dih, umur berapa mau nikah? Masih muda ini, Met. Mungkin kamu yang sudah ngebet mau nikah? Jangan lupa undangannya."
"Sukamu gitu memang, Mbak. Balikin omongan dan merusak suasana. Dasar betein!" Meti duduk dan cemberut seraya menekuri ponselnya.
Aku tertawa. Kejadiannya selalu begitu jika Meti sudah merasa kalah berbicara. "Kuadukan Dokter Sentanu kalau kerjamu main ponsel." Aku meneruskan langkah begitu Meti ngomel dengan suara pelan. Langkahku terhenti saat mengingat sesuatu. Aku membuka tas dan mengeluarkan keripik tempe. Kuletakkan benda itu di depan Meti. "Untukmu, rugi aku sudah bawa ke sini kalau sampai kubawa balik lagi ke Malang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Yang (tak) Pernah Dimulai
RomanceCover by @DedyMR Lava menolak pria mapan yang berniat membina hubungan serius dengannya. Dia memilih Candra, pria biasa yang justru berhasil menarik perhatiannya. Candra yang diharapkan Lava nyatanya hanya memberinya air mata. Tak ada kedamaian lagi...