🍰 12. Gelisah 🍰

849 235 74
                                    

Malem, temans🥰
Kang Ghosting datang lagi, donk💃💃

Aku bangun pagi-pagi sekali meskipun ini adalah hari libur. Bukan karena aku rajin, tetapi aku tidak bisa tidur. Mataku benar-benar tak mau terpejam hingga waktu menunjukkan pukul dua dini hari. Saat ayam berkokok jam tiga pagi, saat itulah aku mulai terkantuk-kantuk. Itu pun masih belum bisa mengantarkan pulas untuk menghampiriku.

Saat-saat seperti ini, biasanya aku mengirim pesan kepada Mas Candra. Ia mengatakan kalau kadang-kadang terbangun di tengah malam dan sulit untuk tidur. Oleh sebab itulah aku mengirim pesan untuknya. Ketika sedang terjaga, Mas Candra pasti membalas pesanku. Seperti biasanya, semua chat yang kami lakukan selalu berisi gurauan manis dan kadang-kadang membuat perasaanku meleleh.

"Bagaimana aku bisa tidur lagi sementara kamu masih belum bisa tidur, Va. Bagusnya kita ngantuk bersamaan."

Hanya begitu saja aku sudah merasa bahagia. Aku merasa begitu diperhatikan saat itu. Mas Candra bahkan mengirimkan pesan suara. Dia menyanyikan sebuah lagu untukku. Ketika kutanyakan itu lagu siapa, dia mengatakan kalau itu adalah lagu Awan Damarlangit. Aku merasa tak tahu apa-apa. Maksudku, aku tahu Awan adalah penyanyi, tetapi aku tidak tahu semua lagunya.

"Lagunya enak didengar. Aku suka."

Kukirimkan balasan itu untuk Mas Candra. Tak lama kemudian, aku mendapatkan balasannya.

"Kalau suka, coba dengarkan terus. Jika dalam waktu lima menit kamu belum membalas chat-ku, maka kuanggap kamu sudah tidur."

Aku jadi merasa kasihan dengan Mas Candra. Aku yang tidak bisa tidur, mengapa dia yang jadi ikut begadang? Lebih baik aku segera membalas pesannya supaya dia segera tidur.

"Nggak usah sampai lima menit, Mas. Sepertinya aku bisa tidur dengan mendengar lagumu berulang-ulang."

Mas Candra yang online tanpa terputus membuat balasan pesanku segera terbaca. Beberapa detik kemudian, dia terlihat sedang mengetik.

"Ya sudah. Kalau begitu met malem, Lava. Semoga mimpi indah. Aku sayang kamu."

Tak kubalas lagi pesan terakhir Mas Candra. Aku ingin dia segera tidur karena sesuai yang kutahu, besok jadwalnya padat. Aku mendengarkan suaranya yang di telingaku terdengar begitu merdu. Lagu itu berjudul Puncak Rindu. Kurasa memang tepat kalau Mas Candra mengirimkan suaranya dan menyanyikan lagu itu. Sebentar saja aku merasa mataku memberat.

Aku menarik napas panjang. Mengingat salah satu hari ketika aku tak bisa tidur membuatku merasa kesal. Saat itu aku merasa begitu bebas mengirim pesan kepada Mas Candra, tetapi tidak kali ini. Ini sudah pukul lima dan aku tetap tak bisa memejamkan mata walau sejenak. Merasa jengkel, aku memilih untuk menumpuk bantal dan bersandar sambil memegang ponsel. Aku mulai membuka aplikasi perpesanan dan melihat siapa saja yang mengirim pesan padaku. Hanya melihat, tetapi aku tak berniat membacanya. Kupikir nanti saja, saat suasana hatiku sudah berkompromi untuk berbuat baik.

Aku menyentuh aplikasi yang biasa kugunakan untuk berbalas pesan dengan Mas Candra. Sudah jelas tidak ada pemberitahuan pesan darinya, tetapi jariku sudah membukanya tanpa diminta. Mungkin karena terbiasa, jadi aku seperti otomatis saja menyentuh aplikasi itu. Kubuka room chat-ku dengan Mas Candra. Sebetulnya tidak ada yang berbalas pesan denganku di sini selain dia. Kalau pun ada, itu sangat jarang dan rata-rata aku menghapusnya.

Hatiku mendadak nyeri begitu menyadari bahwa Mas Candra sudah membaca pesanku, tetapi tidak membalasnya. Sudah dua kali dan dua hari aku mengirim pesan. Apa yang dilakukan Mas Candra sama dengan mengabaikanku. Dalam keadaan begini, aku tidak bisa memikirkan hal lain yang membuat pikiranku menjadi lebih baik.

Kisah Yang (tak) Pernah DimulaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang