🍰 10. Merasa Diabaikan 🍰

940 243 62
                                    

Malem, temans. Ketemu lagi dengan Kang Ghosting😁😁

Aku tidak tahu dengan apa yang terjadi pada Mas Candra belakangan ini. Dia menjadi sedikit aneh dan sepertinya menghindariku. Aku berpikir seperti itu karena tidak adanya komunikasi di antara kami seperti biasa. Mas Candra bahkan lupa pada hal yang sudah kusampaikan berulang-ulang. Aku minta dia mengabarkan kegiatannya sebelum dia meninggalkan chat kami.

Kemarin aku mengirim pesan untuk Mas Candra. Dia mengatakan ada jadwal keluar kota dan balik sorenya. Jadi, tidak sampai menginap seperti biasanya. Tahu jadwal itu, aku mengirim pesan padanya. Namanya juga dekat, jelas sikapku menunjukkan kewajaran.

"Selamat pagi, Mas Candra. Hari ini keluar kota, 'kan? Jangan lupa sarapan dan tolong makan tepat waktu."

Selesai mengirimkan pesan itu, aku tersenyum sendiri karena merasa menulis sebuah pesan tidak penting. Biasanya Mas Candra yang mengingatkan aku untuk sarapan dan makan tepat waktu. Kini aku menulis itu untuknya. Jelas tidak penting karena Mas Candra selalu makan tepat waktu, kecuali saat mengantre di bagian pengadaan rumah sakit dan melewatkan jam makan. Itu pun Mas Candra selalu mengeluarkan makanan kecil dari tasnya. Dia berprinsip bahwa harus ada yang masuk perut di jam makan, kalau terlambat gara-gara urusan pekerjaan, setidaknya ada sesuatu yang bisa dijadikan sebagai asupan sementara sambil menunggu waktu untuk makan.

Kalau dipikir-pikir, dia itu laki-laki yang selalu mengantisipasi segalanya. Maksudku, seperti ada banyak makanan dalam tasnya yang bisa digunakan sebagai selingan jika waktu makan tertunda. Ada juga minuman dan obat-obatan darurat yang mungkin diperlukan sewaktu-waktu. Dia juga menyediakan permen yang dikeluarkan kapan saja saat butuh. Aku mengingat itu dengan baik ketika melirik isi tas dalam salah satu waktu di perjalanan dinas kami. Biar pun pesan yang kukirim tidak penting, namanya kedekatan tentu wajar jika saling memperhatikan.

Ini sudah sore, keinginan tinggal keinginan, dan janji tinggallah janji. Mas Candra melupakan semuanya seolah aku tak pernah mengatakan apa-apa. Ucapanku bagaikan angin lalu yang sama sekali tak didengar. Kalau semula pikiranku masih bisa positif, kini tidak lagi. Aku sudah merasa terlalu lama diabaikan dan bagiku itu sama saja dengan tidak dihargai.

Aku mengutuk pikiranku yang mendadak menjadi negatif. Aku tak boleh begitu mengingat bagaimana perhatian Mas Candra selama ini. Tidak mungkin hal baik yang begitu besar dan banyak berganti menjadi jelek hanya karena sedikit kesalahan. Mungkin Mas Candra memang benar-benar sibuk dan tidak sempat membalas pesanku. Biarkan saja, nanti juga dia pasti membalasnya.

Saat jauh dari Mas Candra seperti ini, aku ingat sebuah kejadian ketika kami pergi ke Blitar bersama. Memang dalam rangka perjalanan kerja, tetapi kemudahan yang kami dapat membuat jam kerja menjadi lebih cepat. Kami mempunyai banyak waktu yang bisa digunakan untuk sedikit plesir dan menjelajah daerah yang terkenal sebagai Kota Proklamator itu dengan santai.

Apakah kami mengunjungi makam sang proklamator? Tentu saja. Kami mengunjungi tempat itu lengkap dengan tempat-tempat yang mengelilinginya. Mas Candra bahkan berdiri dan berfoto di dekat gong perdamaian dengan pose yang bagiku cukup menarik. Dia tidak banyak gaya, hanya berdiri dan sedikit senyum. Mungkin orang lain akan menganggapnya biasa saja, tetapi bagiku ... itu luar biasa.

Masih kuingat dengan jelas saat kami mengunjungi rumah makan joglo. Bagaimana dia menyerahkan padaku untuk memilih makan dan akhirnya harus tertawa ketika menyadari apa yang kupilih adalah seratus persen sayuran.

"Kamu pikir aku kambing sampai harus makan sayuran begini banyak?" Bahkan saat protes pun, raut wajahnya tetap datar. Tidak ada perubahan suasana hati meski mungkin pesananku terkesan egois hanya karena aku suka sayur.

"Makan sayur itu enak, Mas. Lagi pula lebih menyehatkan," kilahku. "Bikin kulit lebih bagus juga."

"Sehat, sih, sehat. Tapi nggak begini juga kali, Va."

Kisah Yang (tak) Pernah DimulaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang