Malem, temans. Triple update dong. Hahaii💃💃
Btw, siapa yang udah baca tapi belom follow saia? Ngambek niyy, gak kasih apdet banyak😝
"Sepanjang minggu ini aku sibuk. Kamu jangan telat makan dan hindari yang terlalu pedas."
Itu adalah pesan yang dikirimkan Mas Candra pada hari Senin setelah piknik dan ini sudah lebih dari sepuluh hari sejak hari itu. Tidak ada lagi pesan yang dikirimkan Mas Candra padaku dan aku hanya mengirim pesan empat hari lalu hanya untuk menanyakan kabarnya. Sekalian mengingatkan supaya dia tidak terlambat makan. Bagi orang lain, pesanku mungkin terlihat biasa saja dan terkesan basa-basi, tetapi hanya itu yang bisa kulakukan untuk memperhatikan Mas Candra.
Tidak ada yang bisa kulakukan karena mengirimkan banyak pesan untuk Mas Candra jelas tidak berguna. Dia tidak suka dengan hal itu dan aku menghormatinya. Jangan tanyakan perasaanku karena hatiku tetap terasa nyeri. Ibarat orang sakit, aku memiliki gejalanya dan memutuskan tidak pernah pergi ke dokter. Kubiarkan hatiku dengan perasaan tidak lega dengan ganjalan yang semakin hari terasa makin besar.
Aku berjalan keluar dari kantorku. Sudah jam dua lebih dan aku ingin sesuatu yang menyegarkan. Menyegarkan mulut dan tenggorokan ... juga otakku. Mungkin ke starbuck ... rasanya sudah lama sekali tidak ngopi. Perlu waktu sekitar tiga puluh menit di jam seperti sekarang dan itu tidak masalah bagiku.
Sesampainya di parkiran sebuah pusat perbelanjaan, aku tertegun melihat Mas Candra yang sedang berdiri di parkiran. Dia menatap mobil yang mulai mundur dan kebetulan ada di samping mobilku. Aku melirik pengemudi kendaraan berwarna kuning itu adalah perempuan yang tempo hari dikatakan teman-teman sebagai pacar Mas Candra.
Melihat kejadian ini, pesan yang mengatakan sibuk pun otomatis berlarian di benakku. Sibuk memperhatikan perempuan yang ... siapa namanya? Aku bahkan tidak pernah ingat untuk menanyakan siapa perempuan itu. Kuraih ransel setelah pintu mobil terbuka. Tanpa ragu aku melangkah ke arah pintu masuk pusat perbelanjaan.
"Mau ke starbuck?" Aku tahu pertanyaan Mas Candra hanyalah basa-basi. Dia tahu pasti kalau tujuanku ke pusat perbelanjaan hanya untuk ngopi. Apalagi di jam-jam yang normalnya orang masih bekerja.
"Iya," jawabku singkat.
Sesampainya di tempat tujuan, aku hanya memesan macchiato seperti biasanya. Tanpa camilan yang akan membuatku di tempat ini lebih lama. Mas Candra memesan espresso dan membayar pesananku juga. Aku tidak menolak dan lebih memilih untuk mencari tempat duduk.
Kali ini aku memilih meja pinggir, dekat jendela. Selain tidak akan dilewati orang-orang, aku juga bisa melihat kesibukan di luar sana. Mas Candra duduk di depanku sebelum menyeruput kopinya pelan-pelan. Kuamati wajah yang selalu berhasil membuatku tenang itu. Semuanya masih sama seperti yang kuingat. Simpatik dan menawan.
"Dia bukan siapa-siapa," kata Mas Candra tiba-tiba. Aku tidak tahu mengapa dia mengatakan itu sementara aku tidak menanyakan apa pun padanya.
"Siapa yang bukan siapa-siapa?"
"Sandra."
"Memang orangnya yang mana?"
"Yang tadi itu."
"Oh." Hanya itu yang bisa kukatakan. Aku tidak punya pertanyaan yang bisa kugunakan untuk mengetahui banyak hal. Tidak ada lagi yang ingin aku tahu. Aku merasa cukup dengan semua kabar yang pernah kudengar. Kalau Mas Candra mengatakan dia bukan siapa-siapa, ya terserah saja. Bagiku tidak akan mungkin ada asap tanpa api. Sesederhana itu saja pemikiranku.
"Gitu aja?"
Aku tidak mengerti dengan maksud Mas Candra. Ketika aku memberinya banyak pertanyaan, dia menegaskan seolah tak ada siapa pun yang berarti. Sekarang ketika aku menerima jawabannya, dia seolah tidak percaya pada penerimaanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Yang (tak) Pernah Dimulai
RomansaCover by @DedyMR Lava menolak pria mapan yang berniat membina hubungan serius dengannya. Dia memilih Candra, pria biasa yang justru berhasil menarik perhatiannya. Candra yang diharapkan Lava nyatanya hanya memberinya air mata. Tak ada kedamaian lagi...