𝐓𝐨𝐅 ix. Fortune Telling Ball

1.1K 264 11
                                    

Angin berembus pelan melewati celah-celah batu pegunungan. Udara siang begitu terik di puncak dan perkotaan Agarta. Valencia gemetar tatkala gumpalan awan yang membungkus dirinya dan Alexander perlahan menghilang. Pria itu membawanya pergi dari puncak gunung naga kembali ke dalam mansionnya. Ketika Valencia menginjakkan kakinya di lantai batu pualam hitam itu, perasaan familiar langsung menyelubungi hatinya.

Pemandangan yang pertama kali menyambut Valencia dan Alexander adalah teman-teman pria itu yang berkumpul di ruang tengah. Di pojok ruangan, Raven bersandar pada pilar dengan segelas anggur di tangannya sembari melihat ke arah luar. Jenn berjalan mondar-mandir di belakang sofa yang diduduki Azester dan Eric, sedangkan manusia serigala dan elf kegelapan itu duduk merosot seakan beban berat menggantung di pundaknya. Di sisi lain, Avery bersila di atas karpet berbulu yang ada di sana sembari memandangi bola ajaib bercahaya di tangannya.

"Mereka sudah keluar dari Gua Naga," Avery berkata sembari melihat bola bercahaya yang ada di tangannya, membuat Jenn beranjak duduk di sampingnya sejurus dengan Azester dan Eric yang beringsut waspada. "Mereka membicarakan sesuatu ... ."

Valencia memandang Alexander yang menjulang di sampingnya dengan bingung, sedangkan pria itu hanya mengangkat bahu.

"Kalian terlalu santai, aku akan menambah pekerjaan kalau begitu," Alexander merengkuh bahu Valencia, membawa perempuan itu mendekat ke arah kerumunan di sofa lantas menunjuk bola bercahaya yang ada di tangan Avery, "sepertinya kau perlu mendapatkan bola ramal yang baru, Ave. Itu sudah mulai lambat. Kami keluar dari gua tiga puluh menit lalu."

"Vale!" Jenn bangkit dengan tergesa, mengambil kedua tangan Valencia sembari meneliti setiap bagian tubuhnya, "kau terluka?"

Valencia terkekeh, "tidak. Sang Peramal itu baik pada kami." Perempuan itu memandangi raut wajah timnya, tampak secercah perasaan lega di sana bahkan Raven sekalipun yang selalu setia memasang tampang bosan.

"Kau tidak diikuti bayi-bayi naga itu?" Eric bertanya memasang gestur waspada pada Alexander. Sungguh sosok yang berbeda dengan komandan legiun darat Negara Kegelapan yang ditakuti oleh musuh.

Raja Negeri Kegelapan menghempaskan badannya ke sofa, memijit pelipisnya. "Tidak, kecuali kau memintaku membawa mereka. Siapa tahu kau begitu merindukan temanmu."

"Apa yang dikatakan lilin-lilin itu padamu?" Raven beralih mendekati Valencia. Memandangi Valencia yang sedang membenarkan rambutnya yang sedikit berantakan serta pakaian perang kulitnya. Meskipun Valencia tidak yakin apakah yang ia kenakan adalah pakaian perang atau 'semi' perang.

"Seperti yang diramalkan Ave, pertarungan secara langsung." Valencia menerima minum yang diberikan Avery. Ekor matanya melihat Azester dan Alexander menghela napas. Menyadari bahwa sua pria dengan karisma yang sama memikatnya namun memiliki pancaran aura yang bertolak belakang.

"Sudah kutebak," Raven menyesap anggurnya. Tangannya gemulai memutar-mutar rambut gelap sebahunya. "Tidak ada cara lain, kita harus mulai berlatih. Api sihirmu sama hebatnya dengan milik Artemis atau bahkan bisa lebih. Namun, melalui bola ramal Avery, aku melihat kehidupanmu selama di Cresbel dan mendapatkan fakta bahwa kekuatanmu begitu liar. Dahsyat namun cenderung tidak terkontrol dan terarah. Latihan kita akan mudah dan aku yakin kau akan cepat menguasainya."

Alexander menaikkan lengan bajunya mencapai siku, membuat tato sulur di lengannya seperti bayangan yang dimilikinya terlihat. Berbentuk ukiran rumit yang tidak dapat perempuan penyihir itu tebak maknanya. Liar, sensual, sekaligus memikat. Valencia baru menyadarinya, sebab selama ini pria itu selalu memakai kemeja berlengan panjang. Ia mengatakan, "anak itu bilang kita harus mengambil kalung permata air di Tezzar untuk dapat membantu menghalangi serangan sihir milik Artemis," Alexander bergumam halus namun masih dapat didengar oleh seisi ruangan.

Throne of Flames (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang