Valencia dan Alexander berjalan beriringan menembus hutan Negeri Kegelapan. Pria itu menggenggam satu tangan penyihir yang berjalan di belakangnya, pedang di tangannya dikeluarkan dari sarung bersiap menebas siapapun yang jahat dan menghalangi jalanan. Valencia mengamati pria bersurai hitam di seberangnya. Di kedua kaki pria itu, belati terpasang rapat. Bahu tegapnya dapat Valencia lihat dengan jelas dari posisinya, sesekali pedang kokohnya menebas rimbun daun-daun yang menghalangi mereka.
Hutan itu begitu gelap. Cahaya keunguan sesekali menyusup melalui celah-celah pepohonan berdaun lebar. Valencia beberapa kali tersentak ketika beberapa peri mengintip dari balik semak-semak. Namun, bentuk peri-peri itu beraneka ragam. Kebanyakan mirip dengan peri air, seluruh tubuhnya ditutupi kulit yang berlendir dan berwarna hijau. Bedanya, peri-peri itu hidup di darat sehingga kedua kakinya sempurna. Beberapa yang lain memberikan penghormatan pada Alexander ketika mengetahui pria itu adalah Raja Negeri Kegelapan.
"Mengapa tidak menggulung di kepompong besarmu itu?" Valencia bertanya-tanya sejak tadi. Mereka berdua dalam perjalanan menuju muara sungai yang berada di tengah hutan yang basah dan lembab. Bebatuan licin dan lumut-lumut yang hinggap di akar pepohonan begitu menyulitkan langkah mereka.
"Aku tidak bisa menentukan titik koordinatnya dan siren¹ tidak mau muncul jika melihat asap. Terakhir kali aku bertemu mereka sekitar lima puluh tahun lalu," Alexander masih menebas dedaunan yang menghalangi jalan mereka.
Benar, mereka akan mencari siren. Pagi-pagi sekali Alexander mendatangi kamar Valencia dan memaksanya untuk ikut pergi bersamanya. Esok adalah hari di mana mereka pergi ke Kerajaan Tezzar untuk berunding mengenai kepemilikan kalung permata air. Konon katanya, negeri Tezzar menyimpan perhiasan milik kerajaan di kuil bawah air. Untuk mengambil perhiasan itu, mereka harus menaiki kapal menuju tengah lautan lalu bernyanyi untuk memanggil siren. Siren-siren itu menyukai suara merdu namun juga begitu ganas. Apabila siren itu tak menyukai lagunya, maka mereka akan meloncat naik ke atas kapal lalu mulutnya melebar dan melahap siapa pun yang bernyanyi dengan buruk. Alexander bilang, jika Valencia masih ingin kembali ke Negeri Kegelapan dengan kepala, maka ia harus memastikan bahwa nyanyiannya bagus sehingga cukup untuk menghibur dan membuat siren-siren itu melakukan apa yang mereka minta.
"Bagaimana jika nanti mereka melahap kepalaku?" Valencia bergumam namun Alexander dapat mendengarnya dengan jelas.
"Sayang sekali, kau tidak lagi menjadi penyihir sekaligus peri tercantik di Álfheimr karena wajahmu berada dalam perutnya," Alexander berkata ringan.
"Alex!" Valencia menatap tajam ke arah Alexander yang bejalan membelakanginya dan semakin kesal ketika mendengar pria itu terbahak. Suaranya begitu berat bahkan ketika pria itu sedang tertawa.
"Kau bernyanyi dengan baik, Vale. Siren-siren itu akan melakukan apa yang kau minta."
Valencia memandang Alexander dengan heran, "bagaimana kau tahu aku bisa bernyanyi?"
Bahu pria itu menegang, "bukankah penyihir selalu dapat bernyanyi dengan baik? Ritual seringkali dilakukan dengan menyanyikan mantra-mantra bukan?"
Valencia mengangguk meskipun ia tahu Alexander tidak akan melihatnya. "Aku belum pernah bertemu dengan siren sebelumnya. Apakah mereka sama seperti peri air?"
"Siren berbeda dengan peri air. Peri air adalah peri sama sepertiku dan setengah dirimu. Mereka hidup di air sehingga fisiknya memiliki perpaduan antara peri dengan ikan. Mereka memiliki dua kaki namun juga berfungsi sebagai ekor. Namun, siren adalah siren. Mereka tidak memiliki kaki, mereka berekor." Alexander berhenti lalu berbalik ke arah Valencia. Memandangi perempuan yang berbalut baju kulit Negeri Kegelapan. Rambut hitamnya tergerai, iris mata peraknya menumbuk tepat di netra Alexander memantulkan cahaya peri cahaya yang terbang berputar-putar di sekeliling mereka. "Kita sudah tiba, buat mereka menyukaimu, Vale. Aku akan menunggumu di sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Throne of Flames (Tamat)
Viễn tưởngValencia adalah seorang penyihir yang mengabiskan hidupnya dengan bersembunyi. Pada suatu pagi Ia terbangun dengan keadaan seluruh keluarganya mati karena dibunuh oleh Artemis; Ratu Negeri Vallahan yang berambisi menguasai seluruh pulau di Álfheimr...