𝐓𝐨𝐅 xix. Before The War

1K 233 26
                                    

Hutan di Vallahan sama seperti yang terakhir kali Valencia lihat. Pohon-pohon berkanopi lebar layaknya jamur raksasa mengeluarkan udara lembab dari pori-pori batangnya. Hawa yang begitu dingin, membuat Raven menghangatkan kemah mereka menggunakan sirih. Valencia perlu menghemat sihirnya untuk bertempur dengan Artemis. Perang telah berada di depan mata mereka. Alexander dan seluruh pasukan berkemah hutan yang tak jauh dari medan yang dipilih oleh Artemis. Ratu Negeri Vallahan itu memilih medan di perbukitan. Dikarenakan dalam perang akan melibatkan legiun air baik dari Vallahan maupun negeri lawan, maka tak jauh di bawah bukit yang mereka gunakan untuk menumpahkan darah adalah laut. Medan yang menguntungkan Artemis, namun juga Negeri Kegelapan dan seluruh sekutu.

Valencia duduk di atas bebatuan. Ia melihat kemah pasukannya yang berdiri di bawah pepohonan. Bersembunyi dalam gelapnya malam dengan penerangan yang dibuat seminim mungkin. Baju kulit perang Negeri Kegelapan melingkupi tubuhnya. Pedang naga berdiri gagah di punggung Valencia. Rambut legamnya ia ikat ekor kuda manakala mata peraknya berpendar menginvasi ribuan pasukannya yang beristirahat, mempersiapkan diri untuk besok.

Alexander meneleportasikan mereka semua ke perkemahan ini. Ia menggulung seluruh legiun dari Negeri Kegelapan dan sekutu dalam sekali pergi. Pria itu mampu membawa mereka semua manakala Azester pernah berkata padanya bahwa seorang Black Elves biasanya hanya mampu meneleportasikan dirinya sendiri dan dua orang lain sebab jika lebih dari itu kekuatan mereka tak akan mampu. Namun, Alexander membawa puluhan legiun.

Legiun air telah tiba di perairan lebih dahulu. Setelah perjalanan mereka dari Negeri Musim yang memakan waktu dua hari. Mereka semua siap mempertaruhkan jiwa dan raganya demi kemerdekaan Álfheimr. Valencia mengingat statusnya yang baru namun belum diumumkan secara menyeluruh, hanya Alexander dan timnya yang tahu. Maka secara tak langsung, seluruh pasukan menjadi tanggung jawabnya. Alexander dan semua orang telah menyiapkan ini selama lima belas tahun. Valencia hanya dapat berdoa pada Sang Dewa semoga perang ini tak akan memakan waktu lama manakala perang yang pecah enam ratus tahun lalu pecah selama dua tahun. Perebutan kekuasaan yang dilakukan Artemis pada Raja Vallahan memacu perpecahan dan yang sekarang terjadi adalah ulah Artemis.

Valencia menggenggam kalung permata air miliknya. Ia telah dapat mengendalikannya dengan baik, sebaik menebas menggunakan pedang api. Ia menoleh ke arah Alexander yang berjalan ke arahnya. Pria itu tampak gagah dengan baju perang kulitnya. Dua pedang menyilang di punggungnya manakala senyum serupa sabit membentang untuk Valencia, untuk ratunya.

"Aku merasakan kegelisahanmu, Ratuku," Alexander mengecup dahi Valencia, membuat wanita itu memejamkan matanya.

"Aku hanya tak ingin melihat tumpahan darah prajurit yang tak bersalah," Valencia menyandarkan kepalanya pada bahu Alexander yang duduk di sampingnya.

"Mereka semua berperang untuk Álfheimr. Mereka adalah kesatria-kesatria hebat dengan kehormatan tinggi. Dari pada takut pada pertumpahan darah, mereka lebih takut tak lagi dapat melihat Álfheimr dalam  kemerdekaan," Alexander menggenggam tangan Valencia.

"Artemis mengambil terlalu banyak dari mereka semua."

Alexander menghela napas, "kita datang untuk mengakhirinya."

Valencia tak lagi bicara, ia memilih untuk memejamkan matanya. Berada di dekat Alexander membuatnya merasa dilindungi, sekaligus disayangi. Valencia tak butuh apa pun lagi kecuali pria itu. Manakala waktu berjalan begitu lambat, Valencia mendengar suara Eric seperti bisik-bisik.

"Untuk orang yang saling jatuh cinta, bahkan medan perang pun dapat menjadi tempat ternyaman untuk bersandar," pria itu mencibir Alexander.

Raven berkata dengan malas, "aku selalu berdoa pada Sang Dewa untukmu, Eric. Semoga matemu lekas kau temukan sebab kecemburuanmu kegitu mengesalkan."

Throne of Flames (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang