Part 24

17.8K 914 230
                                    

Melihat Dyta setiap pagi, memunculkan senyum malu dan gengsinya sudah menjadi suatu kemenangan bagi Aben. Dia tahu, cepat atau lambat dia akan kembali dalam pelukan Aben. Dia hanya minta waktu. Mendekati Dyta lagi, menjaganya adalah cara Aben agar Dyta tahu dia serius, sekalian menandai Dyta di tempat magangnya kalau gadis itu bukan lagi inceran para seniornya!

"Makasih Ben, aku nggak tahu kalau nggak ada kamu siapa yang aku mintai tolong hari ini."

"Aku ada rapat sama teman-teman magang. Nggak usah jemput deh. Aku pulang sendiri," kata Dyta saat Aben bilang dia akan menjemputnya.

"Nggak papa. Nggak lama, kan?"

"Aku nggak tahu. Aku bisa minta jemput David nanti."

"Oke," kata Aben lemah. "Bye." katanya sebelum mengakhiri sambungan.

David tak muncul. Padahal malam sedang gerimis, menjelang hujan lebat. Ponselnya abangnya mati, dan dia tak bisa menghubunginya. Teman-teman magangnya sudah pada pulang duluan. Dyta menyesal dia menolak ajakan salah satu temannya tadi. Kalau tahu David jadi sebegini menyebalkannya, dia pasti sudah ikut.

"Belum pulang, Dyt?" tanya salah satu karyawan di kantor.

"Eh, iya Mas. Nunggu jemputan belum datang-datang."

"Siapa yang jemput?" tanyanya lagi. Tanda pengenal memberitahu kalau dia adalah Kaka, asisten kepala produksi yang sekaligus juga supervisor para anak magang di situ.

"Um, kakak." jawab Dyta sambil melihat keluar pintu, kalau-kalau David muncul.

"Bareng aku aja yuk, rumah kamu dimana?"

"Um, nggak usah Mas, aku nunggu aja." elak Dyta.

Kaka tersenyum saat salah seorang menyapanya saat melewati pintu di dekat mereka, lalu dia kembali pada Dyta ."Sudah jam delapan nih, jemputan kamu entah dimana,"

Dia tidak mungkin mau balik sama supervisornya ini. Selain karena dia baru kenal, popularitas Kaka sebagai playboy juga sudah didengarnya. Kaka memang tampan, punya senyuman menawan dan kata-kata penuh janji.

"Nggak papa, yuk. Kamu nolak aku karena aku supervisor kamu gitu?" tanyanya. Dia berdehem, memasukkan tangan dalam saku celananya"Nyantai aja,"

"Makasih, Mas." kata Dyta "Bentar lagi juga nyampe kok."

"Nggak minta dijemput pacar? Yang sering kesini nyamperin kamu itu,"

Dyta tersenyum tipis "Dia bukan pacar aku, Mas."

"Masa?" Kaka penasaran. "Tiap hari tapi rajin kesini, dia nggak magang disini, kan? Masa yang kayak gitu bukan pacar!" Kaka tertawa pelan.

Dyta menghela nafas. Iya, cuma Aben yang bisa dia mintai tolong lagi seperti kemarin. Saat dia tiba-tiba mesti balik ke kampus buat ketemu dosennya, sedang dia tak bawa motor. Naik kendaraan umum akan buang-buang waktunya, karena dia mesti ganti bus dua kali untuk sampai di kampusnya dari tempat magangnya.

Dan ya, cuma Aben lagi yang ada di pikirannya sekarang. Dimanapun Aben sekarang, taruhan, dia pasti akan datang. Pada akhirnya, Dyta memilih Aben lagi.

"Beneran ya, kalau gitu aku duluan nih," katanya melihat Dyta. "Kalau ada apa-apa sama kamu malam ini, aku bisa dimintai pertanggungjawaban loh."

Dyta ingin mendengus di depan Kaka, namun dia tersenyum tipis "Maaf, Mas tapi tenang aja, nggak akan terjadi apa-apa sama aku."

Tepat setelah Dyta menyelesaikan kalimatnya, ponsel di tangannya berdering. Dari Aben.

"Halo, Ben?" ujarnya riang.

Tukar PacarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang