Part 15

6.2K 593 16
                                    

Tak ada suara yang terdengar selain ketukan heels Ranti di lantai porslein rumah sakit. Jay ikutan berdiri tegang menanti reaksi Ranti yang masih bergeming. Dia berjalan kearah Willy sambil meyakinkan pandangannya kalau cowok yang wajahnya babak belur itu beneran Willam Rizky Haruga, kekasihnya. Setelah sampai tepat di samping Willy, Ranti menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Willy tersenyum tipis merentangkan dua tangannya memeluk Ranti.

Jay memandangi Aben meminta penjelasan. Karena kalau rahasia ini terbongkar, tak perlu waktu lama bagi Jay untuk segera menghadapi amukan Kyora. Aben menggeleng pasrah. Dia sudah pasrah mau diapain aja sama semua orang di sini. Toh, rasanya mungkin tak akan begitu sakit kayak hatinya sekarang, kan? Dia jalan ke arah Jay dan menepuk pundak Jay tak bicara apa-apa.

Dalam pelukan Willy, Ranti masih shok. Dia benar-benar tak tahu apa yang terjadi sekarang. Willy melepas pelukannya dan memperhatikan Ranti.

"Kamu jatuh dari gunung?"

Willy ingin tertawa keras-keras sekarang. Tapi, masih ada sedikit rasa nyeri di perutnya kalau dia tertawa keras. Dia mengangguk "Iya,"

"Wil," kata Aben.

Willy memadang kearahnya. Aben menggeleng "Sudah sampai di sini aja." katanya.

"Ben!" seru Jay.

"Kasih tau yang sejujurnya,"

"Apa?" tanya Ranti. "Si Aben aneh banget sejak dia ketemu Dyta tadi di kampus,"

"Kamu ketemu Dyta lagi hari ini? Kamu beneran ngomong semua ke dia, Ben?" tanya Willy. Aben tak menjawab. Dia menutupi wajahnya.

"Aben!" panggil Willy.

"Ada apa sih?" Ranti mulai penasaran. Terlalu penasaran malah.

"Ran, kita nggak pernah naik gunung! Dan Willy, dia begitu..."

Jay mendorong tubuh Aben untuk membekap mulutnya saat Aben jatuh terjerembap ke lantai.

"JAY!!" seru Willy setengah tertahan setelah merasa perutnya sedikit nyeri.

Aben mendorong tubuh Jay yang kehilangan fokus gara-gara Willy meneriakinya. Aben bangkit dan menjauhi Jay.

"Willy kayak gitu gara-gara aku!" katanya tegas."Aku mukulin dia!" nafas Aben terengah-engah.

Ranti memandangi Aben, Jay, dan kekasihnya bergantian. Wajah ketiga orang itu tampak tegang, namun tetap tak bisa terbaca oleh Ranti apa sebenarnya maksud Aben.

"Aku mukulin Willy karena aku marah sama dia. Naik gunung itu nggak pernah ada! Itu cuma alasan yang aku bikin, supaya kalian nggak curiga lantaran Willy diopname!"

"Ben! Kamu bener-bener," kata Jay. Dia kehilangan kata-katanya.

"Maaf! Aku bohongin kalian semua!"

William menarik tangan Ranti untuk tak berjalan mendekati Aben. Namun, Ranti menepis tangan Willy dan tak ada lagi yang menghalanginya untuk berdiri menghadap Aben sekarang. Ditamparnya Aben kuat, hingga pipi Aben berubah warna. Kontras sama warna kulitnya.

"Maaf," kata Aben.

Ranti mengepalkan tangannya dan memukuli Aben tanpa ampun. Apa saja bagian tubuh Aben yang bisa dipukulnya tak luput dari bogemnya. Jay mesti usaha keras untuk menarik tubuh Ranti yang terus-terusan menarik Aben untuk dipukuli.

"Gila kamu! Kalian gila!" seru Ranti. Dia masih berusaha melepaskan dirinya dari kungkungan Jay.

"Ranti, tenang. Kita di rumah sakit!" kata Jay.

"Kalian jahat! Tega kamu, Ben. Apa salah Willy ke kamu sampai kamu bikin dia kayak gitu? Lepasin aku Jay, LEPAS!"

"Lepasin dia, Jay!" kata Aben.

Tukar PacarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang