Chapter 5

7.1K 549 21
                                    

Wajib vote sebelum baca biar aku semangat nulisnya ☺️
Semoga kebaikan kalian dibalas oleh Tuhan😇

🌻🌻🌻

Akhirnya, setelah seharian aku berulang kali duduk dan berdiri di pelaminan, kini aku sudah bisa benar-benar mendudukkan diriku sepenuhnya di atas sofa dengan Akbar yang ku mintai tolong untuk memijat kedua kakiku.

"Ini enggak gratis loh, Mbak," peringat Akbar. Semua adik di dunia ini memang sama!

"Kuota aja, kan?" tanyaku.

"Ya, kalau mau dilebihin juga aku terima."

"Boros!" semburku.

"Sekali-kali loh, Mbak, Mbak, ketimbang adik satu-satunya ini, masa gitu aja pelit?"

"Hello! Outfit yang saat ini Anda kenakan itu belinya pakai duit siapa? Ngepet?" Padahal jeans dan hoodie yang saat ini Akbar kenakan adalah dari hasil merampok uang gajiku.

Akbar hanya berdecak sebal, tapi tangannya masih terus memijit kakiku. Ya iyalah, kalau dirinya tidak menuruti perintahku, tentunya tidak akan ada bekal untuk hedonismenya karena uang saku dari bapak hanyalah uang yang ditargetkan pas untuk kebutuhan krusialnya saja.

Sementara itu, ada Mas Lingga yang duduk di sofa yang terpisah denganku, ia sedang menempelkan ponsel di telinganya.

"...."

"Ya, sekolah dong!" celetuknya dengan enteng.

"...."

"Iya, setelah ini Papa hubungi om Doni. Jangan lupa untuk pamitan sama semuanya sebelum kamu berangkat ke sekolah, karena kamu udah nggak ada di rumah saat mereka mau pulang."

"...."

"Iya, besok pagi, mungkin setelah sarapan," ujarnya agar menimang jawaban.

"...."

"Wa'alaikumussalam."

Setelah menutup panggilannya, Mas Lingga menatapku. "Besok pagi, keluargaku mau pulang. Jadi, kita ke sana setelah sarapan," kata Mas Lingga.

"Oke," sahutku.

Setelah itu, mereka semua masuk ke dalam kamar mereka masing-masing dan tidur dengan sangat nyenyak karena tubuh mereka sudah terlampau letih.

🌻🌻🌻

Perasaan baru saja aku memejamkan mata. Namun, tau-tau azan subuh sudah berkumandang saja.

Saat aku bangkit, ternyata pria yang berada di sisiku juga ikut bangkit. Kami mendudukkan diri sejenak di atas ranjang sembari mengumpulkan nyawa yang belum sepenuhnya kembali ke raga.

Aku lekas turun dari ranjang dan menatap manusia yang masih duduk di atas ranjang sambil mengucek-ngucek matanya itu. "Ayo, ambil wudu! Nanti kamu canggung kalau keluar sendirian," ajakku dengan suara serak khas bangun tidur. Aku hanya khawatir jika Mas Lingga akan canggung apabila berkeliaran di rumah ini sendirian, terlebih masih ada beberapa saudaraku yang menginap di sini.

"Hm," sahutnya dengan malas.

Saat kami keluar dari kamar, banyak yang melemparkan tatapan kepada kami seolah-olah ingin menguliti kami hidup-hidup.

Aku mengoreksi penampilanku sendiri. Apakah ada yang salah dengan piama lengan panjang ini? Ku lihat tatanan kancingku, tidak ada kaitan kancing yang salah tempat kok.

Kemudian, mataku mengoreksi penampilan Mas Lingga. Hanya celana pendek selutut dan kaus lengan pendek serta wajahnya yang kusut karena ia masih berusaha mengadaptasikan matanya dengan cahaya lampu yang baru saja masuk ke retinanya.

Semoga BahagiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang