Chapter 9

6K 576 19
                                    

Vote dulu, yuk 🥰

Semoga anak baik jodohnya anak baik juga, ya 🙏

🌻🌻🌻

Hai, kandunganku sudah berusia lima bulan loh, dan perut buncit inilah yang selalu diusap oleh suamiku sebelum tidur.

Bakda magrib, aku berencana untuk memasak makan malam. Namun, saat aku membuka kulkas, tiba-tiba aku bingung harus memasak apa.

Puk!

Aw, ada yang memukul pantatku!

"Minggir!" Itu suara Mas Lingga.

Saat aku berbalik badan, benar saja bahwa itu adalah kelakuan suamiku sendiri. Lalu, aku menggeser tubuhku untuk sedikit menyisih dari sana.

Rupanya, Mas Lingga hanya ingin mengambil air minum dingin.

Kemudian, sambil menutup botol minum tersebut, ia melontarkan sebuah pertanyaan kepadaku. "Mau masak apa?" tanyanya.

"Kenapa? Mau request?" Aku balik bertanya.

Mas Lingga justru menggeleng. "Nope. Apapun pasti aku makan," jawabnya enteng.

Aku pun berdecak sebal. Ia menjawab dengan enteng, padahal aku berpikir dengan sangat keras. Aku menatapnya dengan datar. "Udahlah, enggak usah masak!" putusku. Apakah kalian juga pernah merasakan momen seperti ini? Suatu peristiwa di mana kalian memiliki banyak bahan makanan, tapi tidak tau harus menyajikan menu apa.

"Mau makan di luar? Ngomong dong, enggak usah ngode kayak gitu segala!" ledek Mas Lingga.

"Dih, siapa yang—"

"Sssttt," interupsinya. Lalu, ia merangkul bahuku. "Ayo, siap-siap!" ajaknya. Kami berdua pun berjalan menuju kamar.

"Ziel! Kita makan di luar, El!" seru Mas Lingga untuk memberitahu putranya.

***

Rupanya Mas Lingga mengajakku untuk makan malam di sebuah tempat tongkrongan outdoor yang mayoritas pengunjungnya adalah para muda-mudi, tempat ini biasanya sering digunakan untuk berpacaran, akan lebih ramai lagi saat malam Minggu tiba.

Kami sedang berjalan untuk mencari meja, tapi aku merasa menjadi pusat perhatian orang-orang. "Ih, malu, Mas," keluhku.

"Kenapa?" tanyanya.

"Aneh aja gitu, masa ada ibu hamil di tempat beginian?"

"Ya, enggak apa-apa, hamil juga kan ada suaminya."

Eh? Mulutnya!

Tiba-tiba ada yang berteriak memanggil si bujang. "Ziel! Woy!" teriak beberapa orang remaja laki-laki.

"Pa, aku gabung ke sana, ya? Bye!" pamit Ziel. Belum sempat dijawab, tapi sudah kabur duluan.

Setelah menengok ke sana kemari, akhirnya kami mendapatkan meja kosong juga. Kami pun duduk bersisian.

Setelah memesan beberapa menu, kami pun masih harus menunggu makanan itu siap. Huft, cuacanya dingin sekali, aku menggosokkan kedua telapak tanganku agar hangat.

"Dingin?" tanya Mas Lingga sembari mengeratkan sweter yang aku kenakan.

Aku hanya menjawabnya dengan anggukan dan ekspresi wajah yang mengatakan bahwa aku memang kedinginan.

Kemudian, ia menggenggam kedua tanganku untuk menyalurkan sebuah kehangatan. "Pulang dari sini, nanti ku hangatin." Bercanda ala bapak-bapak yang tidak ada lucu-lucunya sama sekali.

Semoga BahagiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang