1.9

580 83 12
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Kevan tersenyum simpul usai mendengarkan cerita Terry. Wajah sendu sahabatnya itu tidak bisa disembunyikan. Matanya memerah karena terus-terusan dikucek tak henti-henti.

"Ck, jangan dikucek mulu itu matanya. Bengkak lama-lama" gerutu Kevan sambil menurunkan tangan Terry.

Terry hanya tersenyum kecil lalu kembali menunduk. Mengaduk-aduk es latte-nya dan meminumnya tidak minat. Kevan menghela nafas panjang melihat keadaan Terry yang batinnya jauh dari kata baik. Sepupunya saja sudah seperti ini, apalagi yang mengalami.

Jujur, Kevan juga baru ingat kalau orangtua Zion wafat karena kecelakaan. Dia tau ketika semasa SMP Terry menceritakannya. Dan mengejutkannya lagi kalau yang mengoperasi Zion adalah Ayahnya sendiri.

Dunia ini sempit, ya?

Makanya semenjak saat itu, Kevan bersikukuh akan menjadi dokter seperti ayahnya. Dan itu terwujud saat ini. Kevan tau seberapa parah luka Zion setelah ayahnya jelaskan. Dan itu teramat parah meski masih selamat.

Kevan sadar, kalau bahagia seseorang tak lah bertahan lama. Sama seperti yang dia sadari sekarang. Terry yang dia kenal sebagai sosok yang amat ceria, kini down hanya karena fakta yang baru diketahuinya.

Dan Kevan baru tau kelakuan tak pantas Daniel dari Galaksa dan Terry. Sayangnya bukan hanya Daniel, tapi ketiga kakak lelaki Zion.

Kepalanya terasa berputar karena pikirannya berkecamuk mencoba memahami fakta-fakta diluar dugaannya. Meski sukses, tapi itu tak menutupi jalan kesedihan yang terus-terusan melanda.

Contohnya, Teo.

Dia sudah sukses sebagai CEO di perusahaan warisan Ayahnya, tapi anak itu masih saja tidak rela atas kepergian kedua orangtuanya dan terus-menerus menyalahkan si bungsu yang tidak mengetahui apa-apa.

Rasanya kepala Kevan benar-benar ingin meledak mengetahui fakta busuk kelakuan senior dan sahabatnya itu.

"Omong-omong, lu ngeliat Zion ketemu kak Tristan?" Tanya Kevan kembali memastikan.

Terry mengangguk dan menyugar rambutnya yang mulai panjang ke belakang. "Di taman beberapa hari lalu. Gua abis dari rumah Jeff. Sebelumnya gua gak curiga, kek gua nganggep mereka cuman papasan. Tapi, ngeliat mereka ngobrol santai kayak udah saling kenal bikin heran" jelas Terry.

Kevan mengangguk, dia ingin menghubungi Tristan tapi tidak bisa. Sepertinya senior satu bidangnya itu mengganti nomornya.

"Besok gua coba tanyain deh. Soalnya nomor lama kak Tristan gak bisa dihubungi. Kayaknya sih ganti nomor" ucap Kevan sambil mengotak-atik ponselnya.

[-] The Zion's DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang