.
.
.
.
.
.
.
.
.
."Ck, pusing banget kepala gua, Daniel mana lagi? Katanya disuruh nunggu diparkiran aja. Ini dingin banget, jaket gua ketinggalan lagi" gerutu Teo tak henti-henti sambil memainkan ponselnya. Dia menunggu Daniel diluar mobil, karena kalau didalam takutnya adiknya itu tidak mengenali mobilnya karena terlalu banyak mobil yang sama.
Dia sibuk memainkan ponselnya, meski sesekali akan mendongak, menengok kesana-kemari demi menemukan sosok adik pertamanya sekaligus teman bertengkar nya itu.
Teo berdecak, lalu kembali masuk ke dalam mobil sambil menunggui si kelinci menyebalkan datang ke parkiran dengan sendirinya.
Dirinya merasa kesal sekaligus bosan, jika dia bermain game sekarang dia akan malas berkendara nanti. Daniel pasti akan menolak mentah-mentah jika disuruh menyetir hanya karena dia sedang bermain, ujung-ujungnya pasti malah ribut.
Teo melihat datar layar ponselnya dengan jarinya yang menari di layar dan memilih salah satu ikon di ponselnya. Dia membuka galeri foto.
Jarinya menggulir layar ponselnya ke arah kanan, yang semakin lama memperlihatkan foto-fotonya dengan keluarganya dulu. Foto saat dia kecil juga ada. Karena dia meng-input folder-folder foto lama dari ponsel maupun komputer milik mendiang kedua orangtuanya.
Makin lama senyumannya makin mengembang, bahkan sesekali dirinya terkekeh lalu menggelengkan kepalanya dan lanjut melihat foto-foto yang lain.
Namun gerakan jarinya terhenti pada satu foto.
Foto itu.. foto dimana terakhir kali dia melihat kedua orangtuanya penuh senyuman. Foto itu diambil ketika dirinya berusia 12 tahun, dimana orangtuanya pun meninggalkan dirinya serta saudaranya untuk selamanya dan tak akan pernah kembali.
Mungkin Teo tak tau jelas bagaimana skenario kecelakaan itu terjadi, tapi entah mengapa sisinya yang lain terus menghipnotis dirinya kalau si bungsu lah penyebab kematian kedua orangtuanya tercintanya.
Keterangan kilas kejadian 9 tahun- ah, mungkin sudah 10 tahun silam karena kematian kedua orangtuanya memang tepat 10 tahun berlalu ditanggal 1 April. Tidak ada lagi kilas-kilas kejadian yang dia dengarkan sejak pamannya Tristan kembali ke Australia bersama dengan pemuda yang kini bergelar dokter psikolog itu.
Dan Teo tau betul, kalau paman Tristan itu adalah satu-satunya saksi yang melihat kejadian itu dari awal. Tapi, entah mengapa dia tidak lagi penasaran dengan kejadian itu semenjak Tristan pindah.
Aneh mungkin, tapi itu memang perasaannya.
Sesekali dia akan merasa khawatir dan marah disaat bersamaan ketika melihat si bungsu pulang telat. Atau dia akan semakin penasaran dengan tissue atau kapas dengan noda darah atau obat merah yang tak sengaja dia lihat di tempat sampah.
Jujur, dia masih penasaran. Siapa yang terluka? Daniel? Tidak, anak itu 24 jam bersamanya. Marshal? Tidak, karena Teo memang rutin menanyakan keseharian anak itu dimana pun dan kapanpun. Si bungsu.. Zion? Mungkin.. tidak? Entahlah, Teo tidak pernah memperhatikannya lebih dekat selain dari pantauan teman-temannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[-] The Zion's Diary
FanfictionLee Jeno ft. NCT Ini tautan kata demi kata yang membuat kalimat dan kalimat yang membuat sebuah paragraf. Disini cerita sang tokoh utama tersampaikan. Dalam cerita sendu, bahagia dan marahnya tersampaikan disini. Mari, aku ceritakan bagaimana dia me...