.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Marshal menahan nafas kala Daniel melewati dirinya tanpa memperdulikan apapun. Seakan tanpa dosa ia melangkah memasuki rumahnya tanpa salam bahkan tanpa senyuman seperti biasa. Kakak keduanya benar-benar seperti tembok, datar sekali. Bahkan aura dinginnya benar-benar mencekam ketika pemuda itu melewati dirinya.
Netranya bergulir mengikuti bagaimana Daniel berpindah kesana-kemari entah apa yang dilakukannya. Remaja itu meneguk ludah ketika Daniel menatapnya dengan mata tajamnya. Oh, tatapannya begitu menusuk. Seakan-akan ingin membunuh Marshal saat itu juga.
"N-ngapain kak?" Tanya Marshal memberanikan diri.
Daniel yang tadinya ingin menaiki tangga pun urung. Ia terdiam kemudian berbalik badan menatap adik pertamanya itu. Ia menghembuskan nafasnya kasar, kemudian membalikkan badannya kembali.
"Diem aja udah disitu. Kakak cuman nyari sesuatu" jawab Daniel sekenanya.
"Nyari apa? Siapa tau Mar-"
"Kakak bilang diem!!"
Hening.
Satu bentakan keras dari Daniel mampu membungkam mulut sang adik dalam satu detik. Kembali Daniel hembuskan nafasnya kasar lalu berjalan menaiki tangga, meninggalkan adiknya yang terdiam menatap punggungnya.
Marshal syok ketika Daniel tiba-tiba membentak dirinya begitu saja. Agak menyeramkan dan menyakitkan hatinya. Apa.. ini yang dirasakan oleh adik kecilnya selama ini? Kalau benar, Marshal benar-benar makin merasa bersalah. Oh, ayolah. Suara Daniel begitu keras dan tegas ketika membentaknya tadi. Siapa yang tidak akan syok mendengarnya? Kucing Zion saja syok apalagi Marshal.
Remaja itu terdiam sambil menunduk lalu berjalan ke halaman belakang sambil menenteng sebuah buku tebal yang sedikit usang yang ia temui di sudut kamarnya ketika membersihkan ruang tidurnya itu.
Ia tanpa menggunakan sandal jepit melangkahkan kakinya menuju bangku panjang di dekat kolam renang. Kaki nya ia biarkan menyentuh tanah dan rerumputan panjang dibawahnya merasakan sensasi unik di telapak kakinya. Matanya menatap jendela di lantai dua dengan gorden terbuka. Secara samar ia mendengar suara bising dari sana yang mungkin itu adalah Daniel, kakaknya.
Abai dan melangkah kembali.
Marshal pun mendudukkan dirinya diatas bangku panjang yang tersedia. Ia letakkan buku temuannya diatas paha. Mengusap sampul buku yang telah menguning dan perlahan membuka belahan kertasnya.
Buku ini adalah buku diary sang Ayah yang berganti kepemilikan menjadi miliknya. Sudah lama tidak ia sentuh buku diary tersebut. Rasa bersalah Marshal kian menjadi kala lembar pertama yang ia lihat ada foto keluarganya.
Adiknya, tersenyum begitu bahagia di foto itu.
Foto keluarga terakhir yang mereka ambil, yang sempat ayah sempatkan waktu untuk berkumpul bersama.. untuk terakhir kalinya. Terakhir kalinya ia berbuat baik kepada si bungsu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[-] The Zion's Diary
FanfictionLee Jeno ft. NCT Ini tautan kata demi kata yang membuat kalimat dan kalimat yang membuat sebuah paragraf. Disini cerita sang tokoh utama tersampaikan. Dalam cerita sendu, bahagia dan marahnya tersampaikan disini. Mari, aku ceritakan bagaimana dia me...