29. Good Night ( Bagian 2 )

157 20 13
                                    

Kalau ada typo, komen ya, Kisanak.
Ketik cepat, ngga sempat cek ulang. 😂

Btw, di atas ada lagu ga?
Author cantumin lagu kok ga muncul 🤔

***

Aroma dari wanita yang ia cinta, tangan yang membuai, dan juga pelukan yang begitu hangat. Ia merindukan semua itu. Ia sangat merindukannya hingga tak ada lagi kata yang bisa mendeskripsikan kerinduannya.

Di sisi lain, Arli tak kalah bahagia. Selama ini ia menunggu mukjizat datang agar ia bisa bertemu kembali dengan pria yang ia cintai. Berkali-kali harapannya terhempas, tapi keteguhannya tak akan bisa sirna. Menenggelamkan kepalanya dalam dekapan Gilgamesh, air matanya pun tumpah. Bukan tangisan kesedihan, namun tangisan haru dan kebahagiaan. 

“Aku selalu berdoa agar Tuhan mengirimkan dirimu kembali padaku! Aku selalu berdoa agar aku bisa melihatmu lagi! Aku selalu berdoa … agar kau bisa melihat pangeran kecil kita….”

Arli berkata seraya dengan isakan haru yang membuncah. Saat kalimat terakhir terucap, Gilgamesh langsung melonggarkan pelukannya dan menatap wanita yang ia cintai dengan manik berkaca-kaca.

“Pangeran kita?” Bibirnya bergetar, tak kuasa menahan rasa haru dan bahagia. 

Setelah Arli mengangguk, seketika itu juga ia menautkan bibirnya pada bibir yang selama ini ia rindukan. Setelah beberapa lama mereka menumpahkan perasaan yang sebelumnya tertahan, mereka kembali berpelukan. 

“Maafkan aku,” bisik Gilgamesh, merasa begitu berdosa karena ia tidak bisa berada di sisi Arli dan pangeran kecil mereka. 

Namun, sebelum Arli melontarkan jawaban, keduanya menyadari akan kehadiran sosok ketiga yang kini berdiri di depan pintu kamar. Bocah kecil itu membeku seraya memegang bunga mawar merah di tangannya. Tak peduli dengan darah yang mengucur karena tangan mungilnya tertusuk oleh duri sang bunga.

Gilgamesh membulatkan matanya, terkejut. Seseorang yang sangat ingin ia temui, ada di depannya! Pangeran kecilnya yang ia rindukan. Saat manik mereka bersitatap, Gilgamesh serasa seperti menatap dirinya saat kecil. Hanya warna mata bocah itu yang berbeda dari dirinya. Tubuh Gilgamesh bergerak refleks, berlari lalu memeluk pangeran kecilnya. Ia bahkan tidak menyadari bahwa air mata telah jatuh di pipinya. Saat pelukannya melonggar, ia menatap putranya dan tersenyum.

“Aku sangat merindukanmu!”

Satu kalimat dari Gilgamesh, mampu membuat Aien langsung meneteskan mata. Bocah itu tahu hubungan mereka yang sebenarnya. Saat Gilgamesh menyentuh tangan Aien, saat itu juga pria itu menyadari cairan merah pekat yang menetes dari jemari sang bocah. 

“Tanganmu berdarah!” ucap sang pria berambut pirang dengan wajah khawatir.

Aien menatap pria di depannya dengan tatapan bingung. Batinnya bergejolak, tak bisa menentukan apakah ia harus memanggil dengan sebutan "paman" atau "ayah". Hingga beberapa saat, ia pun memutuskan untuk memanggilnya dengan sebutan “paman”. Saat bocah itu menatap pada perut pria di depannya, ia juga melihat cairan merah dari sana.

“Tapi … Paman? Kau juga berdarah….”

Saat sang ibunda menatap ke arah yang sama dengan Aien, maniknya pun membulat. Hatinya diliputi oleh kegundahan.

“Gil! Kau—”

“Aku baik-baik saja, asalkan aku melihat kalian berdua … luka ini tidak ada artinya,” ucap Gilgamesh dengan wajah yang kian memucat. 

Saat si kecil menangkup kedua pipinya, bocah itu pun langsung menyadari bahwa pria yang ada di depannya sedang menahan rasa sakit. Suhu tubuhnya terlalu tinggi dan napasnya pun terdengar sangat tidak stabil. Mengerti bahwa semua itu bukan pertanda bagus, Aien pun menjadi panik.

✔️Blooming Love for Eternity ( Bahasa Indonesia )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang