26. Born ( Bagian I )

1.1K 114 42
                                    

***

Dengan wajah khawatir, sang pria berambut perak berdiri di depan pintu kayu yang berdiri kokoh. Ia tidak bisa membendung air mata saat mendengar jerit dan tangis seorang wanita. Namun ia tetap meneguhkan hati untuk tidak berlari ke ruang di balik pintu kokoh. Karena bukan dia yang seharusnya ada di sana.

*Terkutuk kau Gilgamesh! Kau membuat Arli begitu memderita!* batin Enki meraung.

Tiba-tiba, suara derap kaki terdengar. Enki menoleh, mendapati Alfonso yang berlari kearahnya dengan wajah yang tak kalah khawatir.

Beberapa hari yang lalu, Enki menghubungi Alfonso dan memberitahukan lokasi kediamannya agar Alfonso bisa berkunjung sewaktu-waktu. Tapi tentu saja, mereka berkomunikasi secara rahasia. Mereka tidak mau Airazawa yang lain mengetahui keberadaan Arli.

“Enki! Di mana Arli?! Bagaimana keadaannya?! Bagaimana kondisinya sekarang?! Jawab aku, Enki!” Alfonso bertanya tanpa henti. Bahkan pria itu sampai mencengkeram erat kemeja Enki dan mengguncangkan tubuh Enki.

Enki sendiri tidak mempermasalahkan hal itu. Menepuk tangan Alfonso, Enki pun tersenyum lembut.

“Percayalah pada Arli.” Walau ia sendiri tidak yakin akan hal itu, namun Enki mencoba untuk percaya dan meyakinkan Alfonso.

“Astaga Tuhan! Dia baru berumur dua puluh tahun, dan sekarang dia harus melalui hal yang begitu berat....”

Alfonso terlihat begitu sedih. Namun ratapannya terpecah setelah suara Arli memecah keheningan. Begitu panjang dan menggelegar. Baik Enki mau pun Alfonso hanya bisa membeku di tempat, keringat dingin perlahan jatuh dari kening mereka. Setelah jeritan itu usai, suara tangisan bayi menggema di kediaman mereka.

Dan saat itu pula, air mata haru meleleh seketika.

Saat seorang perawat membuka pintu, baik Enki maupun Alfonso langsung menghampirinya.

“Selamat, Tuan. Anak Anda lahir dengan sehat. Bayi yang sangat cantik,” ujar sang perawat dengan senyuman.

Baik Enki dan Alfonso tersenyum senang. Keduanya langsung menerobos pintu untuk melihat keluarga baru mereka. Saat mareka masuk, tatapan mereka langsung terfokus pada Arli yang berbaring lemah di ranjang. Senyum lemah Arli menyapa, dan entah mengapa itu menghapus semua kekhawatiran Enki dan Alfonso.

Di samping Arli, seorang malaikat mungil tertidur lelap dengan raut polos yang begitu menggemaskan. Sekali lagi, Enki dan Alfonso membeku, terpikat oleh kecantikan si jabang bayi. Melangkah, layaknya mereka tak ingin menyia-nyiakan waktu lebih lama untuk memberi salam selamat datang pada sang malaikat mungil.

“Kakak Enki ... Kak Alfonso ... aku sangat bahagia,” Arli berbisik sembari menyentuh pipi gembul bayinya. Air mata haru menetes dari manik sayunya. Melihat pemandangan itu, Enki dan Alfonso pun tak mampu membendung air mata haru.

“Kemarilah, berikan ciuman selamat datang,” Arli tersenyum. Mempersilakan kedua saudaranya untuk bertemu sang keponakan.

Enki duduk di sebelah mereka, mencoba untuk mnggendong sang malaikat mungil.

“Cantik ... sangat cantik. Aku yakin, dia akan menjadi sepertimu, Arli. Dia akan menjadi seorang gadis yang begitu cantik di mada depan.”

Alfonso pun tak bisa memungkiri kata-kata Enki.

“Kau benar, Enki. Aku tidak pernah bertemu bayu secantik dirinya....”

Keduanya tertawa senang, namun saat manik mereka bertemu dengan Arli, rupanya ibu dari sang bayi tak terlalu menyukai apa yang dikatakan oleh keduanya. 

✔️Blooming Love for Eternity ( Bahasa Indonesia )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang