8: Caution

357 55 23
                                    

"a warning to avoid danger"
-

Irene panik setelah mendapat kabar jika Bella menghhilang. Namun, kepanikan itu hanya bertahan singkat saat menemukan Bella muncul dihadapannya tepat saat lift yang membawa Irene dan Ethan ke lantai satu.

Dalam satu gerakan Irene memeluk Bella dan menangis tersedu. Bella terkejut dibuatnya. Melihat kondisi Irene menunjukkan bahwa Irene benar frustasi sebelumnya saat Bella tidak ada disekitarnya. Kejadian itu terekam jelas di mata Ethan dan berhasil meyakinkan bahwa Irene memiliki hati yang lemah dibalik wajah datarnya.

Tubuh Bella kaku tak bergeming saat Irene memeluknya, sungguh ini pertama kali Irene memeluknya erat dengan menangis kencang, seumur ia bekerja dengan irene.

"Bella jangan pergi" isak Irene mengeratkan pelukannya

Bella mulai tersenyum membalas pelukan Irene dan mengusap punggungnya. Bella menyadari sesuatu, alasan kenapa Irene memeluknya. Irene tak punya siapa-siapa yang berada di sisinya. Gadis itu sangat pemilih memang, untuk terbiasa dengan Bella pun dibutuhkan waktu berbulan-bulan dan setelah lima tahun lamanya bersama dengan Irene, hari ini pertama kalinya Irene memeluknya dan mengatakan untuk tidak pergi.

Satu cangkir teh chamomile pun tandas, Irene kembali ke posisinya berbaring diatas kasur. Irene sempat pusing tadi jadi Bella memilih untuk merawat Irene sebelum membersihkan dirinya dari kegiatan gila nya semalam karena mabuk. Irene sudah terlihat segar dan cantik berbalut piyama lengan panjang berbaring diatas kasur dengan selimut sebatas dada.

"Nona boleh istirahat, Saya mau mandi dahulu"

"Semalam kau dimana? kau bersama Austin?" tanya Irene

"Iya. Maaf Nona, semalam saya mabuk tidak tahu tempat hingga membuat Nona khawatir" cicitnya sambil menautkan kedua tangannya. "Tapi saya tidak membocorkan apapun, saya hanya membawa dompet dan ponsel. Segala info dan komunikasi tentang Kakek Matius ada di iPad dan saya tinggalkan di kamar hotel."

Memang benar Bella hanya membawa dompet dan ponsel miliknya. Dengan melihat keadaan ponselnya, Austin pun tidak ada memegang ataupun berusaha membuka aksesnya. Hanya saja Austin membuka akses tubuhnya dan membuatnya tidak perawan lagi. Oh sial.

❁❁❁

Vigra masih berada di luar penginapan, dirinya duduk terdiam di pinggiran sungai sambil melempar beberapa bebatuan. Hari-hari ini pikirannya terbayang akan kehadiran Irene, apalagi setelah gadis itu mengakui jika ia mencintai seorang Vigra. Jujur saja saat bercinta dengan Ivory semalam, Vigra hanya dapat membayangkan wajah Irene yang tersenyum manis kearahnya.

Senyuman yang dapat Vigra lihat sekali selama bertahun-tahun bekerja di bawah keluarga Rocewoods.

"Kenapa dia harus memilih untuk mengakhiri hidupnya ck" Vigra melempar dengan kasar batu yang tadi ia genggam kearah sungai

"Siapa yang akan mengakhiri hidupnya?"

Vigra menengok kesamping dan mendapati Austin duduk disampingnya dengan membawa dua bungkus sandwich yang terbungkus kertas.

"Nih, makan" Austin menyodorkan salah satunya kearah Vigra yang langsung diterima oleh pria disampingnya

Suasana pun hening dalam berapa menit, keduanya memakan sandwich dengan tenang mengamati riak sungai yang menabrak sisi bebatuan, menciptakan percikan air dan suara menenangkan.

"Sebelum ke Milan aku menyusul Irene ke Pulau Vis untu mengantar kiriman dari tunangannya" Vigra mengawali cerita masih dengan tatapan kosong menghadap kearah sungai.

"Dia sendirian, duduk di kursi yang dulunya kita tempati untuk makan bersama-sama saat pertama kali kita ke Vis bersama keluarga Rocewoods. Tatapannya kosong dan terlihat putus asa. Dia terlihat lemah tapi tak ada seorangpun yang berada disampingnya. Asisten, orang tua, dan saudara pun tidak ada disana. Dia terlalu tenang." Vigra menceritakan saat dirinya melihat Irene dari kejauhan pada waktu mengantar pesanan Ethan

The Advantage: CAUTION [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang