36

1.3K 166 12
                                    

Xiao Lin sudah pernah ke pasar sebelumnya, saat dia melakukan perjalanan. Tak banyak perbedaan, terlihat seperti pasar zaman dulu di film. Namun perbedaan mendasarnya adalah bahwa ini kenyataan.

Pedagang yang mengelu-elukan dagangannya dengan topeng sempurna itu kenyataan, pembeli yang sedang marah-marah karena merasa ditipu itu kenyataan, anak kurus yang tengah berlari terbirit-birit karena mencuri sayur itu kenyataan, nona-nona yang tengah bersolek sambil menggosip di jalanan itu kenyataan, bahkan kakek tua yang kelaparan dan menatap kosong keramaian disudut pasar itu kenyataan.

Ah, begini lagi, selalu begini. Xiao Lin membencinya, membenci saat sudut pandang anehnya bekerja dengan sendirinya.

"Ayo fokus, aku disini untuk bersenang-senang," gumam Xiao Lin yang dibalas dengan tatapan bertanya Rong Wei.

"Nona mari kita mulai belanja." Mereka pun mulai memilih-milih beberapa barang, ada banyak yang harus dibeli seperti senjata, pakaian, dan beberapa perlengkapan lain karena banyak yang sudah rusak. Iya kain, karena Xiao Lin biasanya menjahit bajunya sendiri dibantu Rong Wei tentunya.

Percayalah, Xiao Lin sampai meminjam gerobak salah satu pedagang untuk membawa barang belanjaannya. Kenapa? Karena Xiao Lin tak ingin orang-orang tau ia tinggal di kediaman pak tua itu, karena pasti akan merepotkan kalau barang belanjaannya dikirim ke kediaman gurunya. Itu akan menimbulkan pertanyaan, gosip, dan sebagainya. Sangat merepotkan, pikirnya.

Setelah itu Xiao Lin beranjak menuju tempat yang sepi, untuk apa? tentu saja memasukkan barang belanjaannya ke cincin penyimpanan.

"Wow, sudah berkali-kali aku melakukan ini tapi itu tetap menarik. Aku kira ini seperti kantung doraemon kalau di jaman modern."

Rong Wei hanya tersenyum tipis dan menganggukkan kepalanya, ia sekarang sudah terbiasa mendengar ucapan aneh nonanya ini.

"Nona mari kita makan-" belum sempat Rong Wei menyelesaikan kalimatnya, Xiao Lin menghembuskan nafas berat, tanda ia tengah kesal.

"Wei-wei, sebenarnya ada hal yang harus aku katakan."

Rong Wei menyimak dengan gugup sambil berfikir mungkin dia melakukan suatu kesalahan dan itu membuat nonanya kesal.

"Aku ingin meminta sesuatu kepadamu."

Suasana terasa tegang, tentu saja untuk Rong Wei. Udara terasa sesak dan mencekiknya, Rong Wei menelan ludah gugup.

"Berhentilah memanggil nona dan mulailah bicara infomal padaku." Ucap Xiao Lin diiringi senyum manis.

"Maaf?" Kepala Rong Wei miring kekanan, sangat imut.

"Tentang hubungan kita, bukankan kita teman? Aku selalu ingin menyampaikan itu tapi aku selalu lupa karena kau terbiasa bicara formal padaku." Xiao Lin mengatakannya sambil cemberut, sekarang ia terlihat seperti gadis polos yang marah karena permennya diambil.

"T-tapi nona," belum selesai Rong Wei berkata dahi Xiao Lin mengerut dan matanya seperti sedang memohon dengan imut.

"Baiklah, saya akan berusaha." Xiao Lin tersenyum lebar.

"Ingatlah kita teman, bukan nona dan pelayan. Ah, kau boleh memanggilku Lin-lin." Tatapan Rong Wei menghangat, "baik nona."

Xiao Lin melirik tajam, "m-maksudku baik Lin-lin, hehe." Mereka tersenyum dan melanjutkan perjalanan untuk membeli beberapa makanan.

Tak terasa hari terlihat jingga, waktunya pulang. Xiao Lin dan Rong Wei pulang melewati jalan memutar agar masuk lewat pintu belakang.

Tentu saja mereka tidak lelah karena ada kantung dorae- maksudnya cincin penyimpanan itu. Xiao Lin berjalan sambil mengangkat tangannya melihat cincin giok itu.

"Hmm, kalau dipikir-pikir ini sangat praktis dan menyenangkan, bukan begitu Wei-wei?" Xiao Lin masih melihat cincin nya.

"Benar, apakah tidak apa-apa?"

"Maksudnya?" Xiao Lin menurunkan tangannya dan menengok ke arah Rong Wei.

"Tidak, hanya saja biasanya pengembara membawa banyak barang jadi aneh kalau kita hanya membawa kuda. Maksud say- eh maksudku saat kita dalam perjalanan." Rong Wei tersipu karena hampir salah berucap, Xiao Lin pun tertawa kecil.

"Hmm, setelah dipikir-pikir itu ada benarnya juga. Kita malah terlihat seperti saintess karena punya barang magis. Tapi bukankah itu sudah biasa?"

"Ya memang benar, tapi itu membuat kita terlihat mencolok."

"Begitukah? Baiklah terimakasih sarannya."

Mereka sampai di rumah Mao Xi, Xiao Lin membuka pintu dan tentu saja dua Li langsung melompat dan membuatnya terjatuh.

"Nona kenapa anda lama sekali, hiks-" mereka memeluk Xiao Lin yang masih tergeletak di tanah.

"Yaampun Lin-lin, apa kamu tidak apa-apa?" Rong Wei panik melihatnya, namun Xiao Lin mengangkat satu tangannya memberi tanda kalau dia tidak apa-apa.

"Tenanglah tenanglah yang penting aku sudah pulang, dan tolong menyingkir aku tak kuat menahan beban kalian." Ucap Xiao Lin terengah-engah, tentu saja karena ia menahan beban kurang lebih 160 kg.

"M-maafkan kami nona, kami tidak bermaksud," mereka menyingkir dengan wajah sedih. Xiao Lin kemudian berdiri dan membersihkan hanfunya, "maaf karena terlambat tapi aku tidak melupakan buah keringnya kok."

Rong Wei geleng-geleng kepala, "yaampun bukan buah kering yang mereka mau," Rong Wei dalam hati.

"Baiklah, ayo kita masuk dan makan cemilan sepuasnya." Pasangan Li melupakan kesedihannya dan mengikuti Xiao Lin yang berjingkrak-jingkrak senang. Tentu saja kesenangan itu pudar saat seseorang berdiri marah menunggu di depan rumah.

-------

Hay hay, Ara comeback buat nepatin janji ke diri sendiri♡(ӦvӦ。). Doain semoga on going terus, eh doain juga lancar terus belajarnya karena Ara ada US sama utbk(◍•ᴗ•◍). Jangan lupa klik bintangnya ya, makasih...

[Drop] The Legend Of Xiao Lin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang