Dua Belas

4.1K 305 19
                                    

Tiga bulan berlalu, Dira dan Abi kerap melakukan hubungan suami istri. Mereka benar-benar ingin segera mempunyai momongan. Sayangnya, tiga bulan berlalu kabar baik pun tak datang. Dira jadi sedih dan berpikir apa mungkin ia tak bisa mengandung.

"Negatif," gumam Dira menatap tiga tes kehamilan yang ia pegang menunjukkan garis satu.

Dira menghela napas, ia membuang tes kehamilan itu di tempat sampah. Dira keluar dari kamar mandi dengan wajah lesu.

"Gak papa, Dira, mungkin belum rezekinya," ujarnya menyemangati dirinya. Tak apa, masih ada waktu juga. Nanti pasti Allah akan memberikan apa yang ia minta.

"Kenapa, sayang?" Abi menatap heran melihat wajah lesu Dira.

Dira menggelengkan kepalanya, Dira pun duduk di samping Abi dan memeluknya. Hubungan mereka semakin dekat, bahkan panggilan sayang yang keluar dari bibir Abi tak lagi membuatnya merona.

"Tapi kok lesu?" Abi mengusap lengan Dira. Merasa tak mendapatkan jawanan Dira, Abi kembali menonton televisi.

"Mas?" panggil Dira pada Abi.

"Kenapa?" sahut Abi namun matanya menatap berita di televisi.

"Em, misalkan aku gak bisa hamil, gimana?" tanya Dira dan menunggu jawaban Abi.

"Kenapa kamu sampai mikir begitu?" Atensi Abi beralih pada sosok istrinya ini.

Dira tertunduk lesu. Entahlah, ia memikirkan hal yang harusnya tak usah dikhawatirkan. Namun tetap saja, meski ia sering memadu kasih dengan Abi, kehamilan yang sangat ia tunggu tak terjadi. Dira takut, suatu saat nanti, ia tak akan bisa memberikan keturunan untuk Abi.

Abi menghela napas pelan. Ia menatap Dira dengan tatapan teduhnya. Abi tak tahu, kenapa bisa-bisanya istrinya berpikir demikian. Usia pernikahan mereka juga masih termasuk baru 'kan? Meski Abi harus mengakui, diusianya yang 29 tahun harusnya telah memiliki anak seperti teman satu kantornya.

"Sampai saat ini aku gak hamil-hamil. Hampir setengah tahun kita menikah."

Abi terkekeh pelan, membuat Dira mengerutkan kening.
"Kok Mas malah ketawa, sih?" kesal Dira.

"Bukan maksud Mas ngetawain kamu, Sayang. Cuma, kita 'kan masih berapa bulan melakukan hubungan suami istri? Gak selalu harus jadi 'kan."

"Tapi 'kan ada tetangga sebelah, baru nikah satu bulan udah langsung isi."

Abi menggelengkan kepalanya. Ia mengusak rambut Dira dan memeluknya gemas.
"Rezeki orang beda-beda, Dir. Entah itu materi, kesehatan, maupun anak. Mungkin kita masih belum dikasih kepercayaan sama Allah. Siapa tahu disuruh pacaran dulu."

"Tapi-"

"Udah gak usah dipikir. Nanti kalau udah dikasih, pasti punya kok kita," sela Abi agar Dira tak risau.

Dira pun akhirnya diam, namun ia terus berpikir. Apalagi ibunya dan ibu mertuanya ingin punya cucu. Dira menatap perut ratanya, tanpa sadar mengusapnya, berharap kabar baik akan segera datang.

Abi diam sembari memperhatikan sikap Dira. Abi semakin memeluk Dira dan membiarkan istrinya termenung sendiri. Abi tahu, pasti banyak sekali ada dipikiran Dira. Namun mereka juga tak perlu terburu-buru memiliki momongan. Apalagi saat Allah pun belum memberi kepercayaan itu pada mereka.

****

"Sayang, ayo jalan-jalan," ajak Abi sembari menghampiri Dira.

"Jalan-jalan ke mana, Mas?"

"Terserah kamu mau ke mana. Apalagi ini malam minggu."

Dira tampak berpikir, jika diingat-ingat tak jauh dari kompleks sini ada pasar malam. Sepertinya mereka ke sana saja.

𝐌𝐞𝐧𝐢𝐤𝐚𝐡 𝐃𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐈𝐩𝐚𝐫 (𝐄𝐍𝐃)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang