Karena bosan di rumah sedangkan Abi bekerja, Dira memilih ke rumah ibunya. Siapa tahu ibunya sedang masak makanan yang enak. Hari ini Dira malas masak, bergerak pun juga malas kalau tidak Dira paksa.
Dira heran dengan dirinya. Bisa-bisanya seperti ini. Dengan membawa motor, Dira akhirnya sampai ke rumah. Di rumah ibunya, tampak pintu rumahnya tertutup rapat. Ke mana sang ibu?
"Pasti ibu arisan," gumamnya. Duduk di bangku teras seraya menunggu ibunya pulang.
Tak lama kemudian sosok ibu-ibu perlahan berjalan segerombolan, masing-masing dari mereka menuju ke rumahnya sendiri.
"Loh, kamu udah lama di sini?" Ibu membuka pintu rumah yang terkunci.
"Enggak juga sih, palingan 20 menit yang lalu," jawab Dira mengikuti ibunya ke rumah. Tak lupa juga ia mencium tangan ibunya tanda bahwa ia menghormati sang ibu tercinta.
"Pasti kamu bosan 'kan ke rumah," ejek Ibunya.
"Kok Ibu tau? Cenayang ya?"
"Cenayangmu itu."
"Lah sampai tau kalau Dira bosen. Kalau bukan cenayang apa lagi coba?"
"Kamu kalau bahagia memang ingat Ibu?" sindir Ibu membuat Dira meringis.
"Ingatlah. Bu, masak apa?" Dira tiba-tiba masuk ke ruang makan dan membuka tudung saji. Dira mengerucutkan bibirnya kala di maja hanya ada tempe goreng, kerupuk, dan sambal kacang.
"Ini gak ada sayurnya, Bu?"
"Ada, tapi belum direbus."
"Kok belum direbus, Bu?"
"Ya terserah Ibu dong. Memangnya Ibu tau kalau kamu mau ke sini?" sindir Ibunya lagi. "Ibu mah suka mendadak aja." Ibu berlalu dari ruang makan untuk berganti pakaian.
"Makan aja deh." Dira menuju ke kulkas mengambul sayur yang akan ia rebus. Setelah merebus, barulah Dira memakannya. Sungguh, makanan buatan ibunya lah yang paling menggugah selera. Mana enak banget lagi.
Akhirnya selesai juga makannya. Dira benar-benar menambah dua kali. Dira yakin ibunya pasti marah karena sambalnya ia habisin. Bibirnya pun memerah karena kepedasan.
"Ya ampun, Diraaa. Kamu doyan atau rakus, sih?" Ibu geleng-geleng kepala melihatnya. Walau begitu ia juga tak marah dengan putrinya. Bagaimanapun, makanan kalau habis di makan itu adalah hal yang baik. Kecuali dibuang, mungkin Ibu akan mencak-mencak.
"Dua-duanya, Bu."
"Emangnya sama Abi gak dikasih makan?"
Dira menggelengkan kepalanya membuat sang Ibu memekik terkejut. Tak menduga menantunya yang baik itu tak memberi makan Dira. Jangan-jangan inilah yang membuat Dira rakus.
"Beneran gak dikasih?"
"Iya, Bu, gak dikasih. Cuma–"
"Kurang ajar Abi, bisa-bisanya jahat sama kamu!" Ibu tampak menggebu-gebu membuat Dira mengerutkan kening.
"Kok Ibu memaki Mas Abi, Bu? Gak boleh memaki orang."
"Ibu emosi Dira, mana bisa Abi gak kasih makan kamu. Gimana kalau kamu kelaparan dan sakit?"
"Mas Abi memang gak kasih makan, tapi—"
Lagi-lagi Ibu memotong ucapan Dira. Sehingga akhirnya salah paham.
"Nah 'kan, jahat banget Abi gak kasih kamu makan."Dira memukul keningnya. "Bukan begitu, Ibu, Ya Allah. Kuatkan hambamu."
"Maksud Dira tuh gini. Mas Abi gak kasih makan karena Mas Abi kasihnya yang buat nafkah Dira, buat belanja dan lain-lain. Berupa uang, Ibu," jelasnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
𝐌𝐞𝐧𝐢𝐤𝐚𝐡 𝐃𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐈𝐩𝐚𝐫 (𝐄𝐍𝐃)
RomanceMenikah dengan Ipar bukan sesuatu yang pernah Dira pikirkan. Meski Dira mengakui bahwa ia mencintai pria bernama Abi, jauh sebelum Abi menikahi Sintia, Kakaknya. Mereka menikah atas permintaan terakhir kakaknya. Menikah yang sama-sama tak saling cin...