"Itu ... Muara nggak sabar tuh, mau masuk ke kelas, mau ketemu Rega," jawab Tia kemudian tertawa kecil.
"Hah!? Cie... serius?" tanya Sefia.
"Iihh... kenapa sih kalian? Udah ah..masuk. Bentar lagi bel." Muara beranjak masuk dalam sekolah.
"Huuu...!" seru Tia dan Sefia, kemudian menyusul Muara.
Bel masuk berbunyi. Kelas mulai penuh. Namun sosok Rega belum juga muncul. Mata Muara menoleh ke sana ke mari seolah mencari sosok Rega.
"Woy! Ngapain celingukan?" Sefia menepuk pudak Muara yang duduk di sebelahnya.
"Nggak! Nggak papa," jawab Muara kikuk.
"Nyariin Rega lo, ya?" goda Tia yang duduk di belakang Muara, dengan mencondongkan tubuhnya ke depan, ke arah muara. Kemudian duduk dengan posisi normal kembali.
"Rega itu, kan biasa suka telat kalo masuk kelas. Ih ... Lo nggak peka sih!" sahut Sefia.
"Masak sih?" Muara tidak yakin. Karena memang Muara selama ini tidak pernah memperhatikan siapapun, terlebih cowok di kelasnya dalam satu semester ini.
Guru Bahasa Inggris memasuki kelas di jam pertama. Tapi Rega belum juga menampakkan batang hidungnya. Setelah guru itu duduk, Rega mulai memasuki kelas. "Tuh Rega," tunjuk Tia.
Pandangan Muara sontak mengarah pada sosok yang baru saja memasuki kelas. Sambil berjalan Rega menoleh ke arah Muara seraya tersenyum. Ia pun kemudian duduk di bangkunya yang bersebelahan dengan Bambang.
Pelajaran Bahasa Inggris pun dimulai.
Saat istirahat. Muara, Tia, dan Sefia pergi ke kantin sekolah. Raya pun datang dan mengampiri meja mereka.
"Muara, salam lo udah diterima sama Rega," kata Raya, "Rega bilang, titip salam balik buat lo," sambung Raya.
"Ciee...!!" seru Tia dan Sefia berbarengan.
"Pantesan aja dia tadi senyum ke gue, pas masuk kelas," kata Muara, "gimana dong, nanti gue jadi salting nih, kalo ketemu Rega," kata Muara bingung.
"Cieee...!!" seru Tia dan Sefia lagi.
*******
Hari-hari Muara lalui dengan perasaan canggung semenjak bertukar salam dengan Rega. "Gimana nih, setiap hari pasti ketemu sama Rega," kata Muara.
Muara dan Rega hanya melempar senyum ke arah setiap kali bertemu di kelas atau pun hanya sekedar berpapasan.
Suatu ketika, Rega dirundung hukuman oleh seorang guru yang memergokinya sedang mencoret-coret dinding kelas. Namun guru tersebut tidak langsung menegur Rega.
Keesokan harinya.
Coretan pilok hitam di dinding belakang kelas 9A. Murid-murid gaduh mempertanyakan siapa pelaku yang mencoret dinding tersebut. Bel masuk kemudian berbunyi. Semua murid sudah memasuki kelas 9A. Tak lama, seorang guru memasuki kelas 9A. Muara, Tia, dan Sofia memasuki kelas setelah guru tersebut masuk.
"Pelajaran pertama di kelas kita kan bukan matematika?" tanya Muara.
"Gue juga nggak tau," jawab Tia.
Murid-murid tengah dilanda kebingungan. Kenapa Pak Darmin memasuki kelas mereka, padahal pelajaran pertama bukanlah matematika.
Dengan memegang penggaris besar, lalu menunjuk ke arah dinding belakang kelas, Pak Darmin bertanya, "Siapa yang sudah mencoret-coret dinding itu?"
Muara, Tia, Sefia dan murid-murid lainnya seketika menoleh ke arah belakang dinding yang dimaksud Pak Darmin.
"Gila! Kelakuan siapa tuh?" tanya Tia kaget.
"Iya nih, baru sadar gue," sahut Sefia.
"Ya iyalah, kita kan baru masuk, Sefia. Mana liat dinding ada coretan pilok gitu," jawab Muara.
"Ayo cepat mengaku!" titah Pak guru.
Murid-murid saling menoleh satu sama lain. Bertanya-tanya apakah pelaku yang dimaksud Pak Darmin ada di kelas mereka.
Salah satu murid pun kemudian berdiri dan mengaku. "Saya, Pak," jawab Rega.
Semua murid pun terkejut mendengar pengakuan Rega, terlebih Muara. "What!!" kata Muara namun tanpa suara seraya menoleh ke arah Tia.
"Sini kamu, maju ke depan!" titah Pak Darmin.
Rega kemudian maju ke depan kelas.
"Kelakuan kamu ada-ada saja! Hukuman apa yang pantas untuk kamu?" tanya Pak Darmin.
Murid-murid kemudian ribut, ingin memberi saran hukuman untuk Rega.
"Lari keliling lapangan aja, Pak!" kata Erwin.
"Bersisin WC aja, Pak!" kata Lola.
Namun ada salah satu murid yang menyarankan hukuman yang tidak biasa. "Ditampar anak satu kelas ini, Pak!" saran Lian.
"Eh, Lo udah gila ya, masak ditampar sama anak sekelas, sih!" kata Tia pada Lian.
"Iya, nih! Hukuman macam apa itu!" sela Sefia.
Entah kenapa Pak Darmin malah menyetujui saran dari Lian. Murid-murid satu persatu maju ke depan kelas untuk memberi hukuman tamparan bagi Rega.
Muara yang melihat Rega diberi hukuman pun tak tega. Namun, ada sedikit kekecewaan dihati Muara untuk Rega.
Giliran Lian untuk maju ke depan kelas. Lian berdiri di hadapan Rega. Sebelum ia menampar Rega, Lian menoleh ke arah Muara. Bibirnya tertarik. Tersenyum licik saat melihat Muara. Ia pun kembali fokus pada Rega. Matanya tajam menatap wajah cowok di hadapannya itu. Dan Plaakk!! Tamparan mendarat di pipi Rega. Rega menatap Lian penuh dendam. Lian tersenyum puas. Kemudian kembali ke tempat duduknya.
Giliran Sofia maju ke depan kelas. Muara menahan Sofia. "Sofia, jangan keras-keras ya," kata Muara pelan.
Sofia mengangguk paham. Setelah itu, Sofia pun duduk kembali.
Kini, giliran Tia. Ia pun segera maju ke depan kelas. Tangannya bergetar sebelum ia menyentuhkan telapak tangannya di pipi Rega. Tia hanya mengoles pipi Rega. Ia tidak tega untuk menampar pipi Rega karena memikirkan perasaan Muara.
"Eh, apa-apaan itu! Itu bukan tamparan namanya!" teriak Lian.
"Ye ... terserah gue dong!" seru Tia. Kemudian kembali ke tempat duduknya.
"Sudah! Sudah! Lanjutkan!" titah Pak Darmin.
Giliran Muara pun tiba. Ia segera maju ke depan kelas. Berdiri di hadapan cowok malang itu. Muara menatap tajam mata Rega. "Plak!!" Telapak tangan Muara berhasil mendarat di pipi Rega.
"Aww..!!" Rega mulai bersuara. Ia mengerang kesakitan. Memegangi pipinya yang baru saja di tampar oleh Muara. Muara heran, padahal sebelumnya Rega tidak bersuara atau pun mengeluh sama sekali saat murid lain menamparnya. Muara pun kembali ke tempat duduknya.
Hukuman bagi Rega pun selesai. Pak Darwin kemudian pergi. Berharap, tidak ada lagi murid yang melakukan hal yang sama seperti Rega.
Bel istirahat pun berbunyi. Muara, Tia, dan Sefia berjalan keluar kelas hendak pergi ke kantin. Rega berjalan di belakang Muara. Muara tiba-tiba menghentikan langkahnya. Membuat Rega terkejut dan hampir menabrak Muara. Muara pun berbalik. "Lain kali jangan diulangi lagi kelakuan kamu kayak tadi, ya?" pinta Muara, "aku kecewa sama kamu," sambungnya.
"Iya, maaf," jawab Rega penuh sesal.
Muara melanjutkan langkahnya, pergi ke kantin bersama Tia dan Sefia. Tia tiba-tiba tertawa di tengah perjalanan ke kantin. "Ha..ha..ha.."
"Lo kenapa? Ketawa nggak jelas?" tanya Muara bingung.
"Gue aneh aja, lo belom juga jadian sama Rega, tapi kalian kayak udah pacaran aja," jawab Tia.
"Iya, Muara. Kalian kok nggak ada perkembangan sih, lempeng-lempeng aja," sahut Sefia heran.
Muara terdiam sejenak. "Apa gue udah mulai suka ya, sama Rega?" tanya Muara.
See you next part...😘
KAMU SEDANG MEMBACA
The World Of The Teen ( Love, Friendship, And Trouble At School) [SEGERA TERBIT]
Teen FictionMuara tiba-tiba diminta oleh Raya untuk berkenalan dengan cowok, yang notabene adalah tetangga dari Raya sekaligus teman sekelas mereka. Namun Muara malah bertanya siapa cowok tersebut. Secara, Muara nggak pernah tahu siapa saja teman cowok di kelas...