Drap..! Drap..! Drap..! Tia berlari sehabis dari toilet, menghampiri kedua sahabatnya, Muara dan Sefia yang sedang duduk santai di belakang sekolah.
"Lo kenapa lari-lari sih?" tanya Muara.
"Itu ... Pak Burhan lagi inspeksi," jawab Tia seraya terengah-engah.
"Hah!? Yang bener lo!" Sefia syok.
"Makanya cepet pergi dari sini!" ajak Tia.
Saat mereka akan pergi, Pak Burhan sudah berada tepat di belakang Muara. "Mau kemana?" Pak Burhan menarik terlinga Muara.
"Aaa ... aduh Pak! Sakit!" Muara kesakitan.
Tia dan Sefia yang hendak kabur akhirnya menghentikan langkah mereka. "Mampus deh kita!" Tia menepuk jidatnya.
"Ikut Bapak!" titah Pak Burhan.
Muara, Tia, dan Sefia pun di giring ke ruang guru.
"Kalian ini ya! Apa kalian buta peraturan. Para murid wajib memakai sepatu hitam putih, kenapa kalian malah pakai sepatu berwarna begini? Emangnya kalian mau show?" omel Pak Burhan. Pak Burhan menunjuk-nunjuk sepatu mereka secara bergantian dengan penggaris panjang. "sampai janjian pakai sepatunya, sama semua!" sambung Pak Burhan.
Mereka bertiga hanya cengar-cengir menanggapi omelan dari Pak Burhan.
Muara, Tia, dan Sefia akhirnya mendapat hukuman dari Pak Burhan. Muara, Tia, dan Sefia sedang menyapu halaman sekolah sebagai hukuman mereka.
Rega dan Raya yang berjalan hendak pulang bersama, kemudian melihat mereka bertiga sedang menyapu halaman.
"Mereka pasti lagi dihukum sama Pak Burhan," kata Raya.
"Kenapa?" tanya Rega penasaran.
"Lo nggak pernah liat apa? Mereka kalo pake sepatu warna-warni, samaan mulu. Kan, peraturan di sekolah kita nggak boleh pakai sepatu selain hitam putih," terang Raya.
"Iya, sih," jawab Rega singkat. "Raya, Muara udah punya cowok belum?" tanya Rega beralih topik pembicaraan.
Langkah Raya terhenti. Raya mengerutkan dahinya. "Kenapa lo? Suka sama Muara?" selidik Raya.
"Ya ... mungkin."
"Ha..ha..ha.." Raya tertawa. "Sejak kapan?"
Rega tak menjawab. Hanya tersenyum seraya melihat ke arah Muara dari kejauhan.
"Asal lo tau ya, menurut kabar yang beredar, Muara itu nggak pernah punya cowok satu sekolah, apa lagi satu kelas," jelas Raya.
"Kenapa?" tanya Rega lagi, penuh penasaran.
"Ya ... gue nggak tau." Raya mengangkat kedua bahunya. "Kalo lo emang mau PDKT sama Muara, nanti gue coba nego sama dia deh," tawar Raya.
Rega tersenyum, kemudian melanjutkan langkahnya, diikuti oleh Raya.
*******
Muara, Tia, Sefia, dan Raya sedang duduk santai di taman sekolah setelah sekolah usai. Ya ... mereka memang mengobrol dulu sebelum pulang ke rumah. Apa saja mereka jadikan obrolan, sambil makan snack dari warung Bu Ida.
"Muara, lo mau nggak gue kenalin sama Rega?" tanya Raya tiba-tiba. Membuat Muara sontak terkejut.
"Hah!? Rega siapa?" tanya Muara.
"Rega!" Tia menarik ujung rambut Muara. "Masak lo nggak kenal? Rega, kan teman sekelas kita," jelas Tia.
"Lo gimana sih, Muara? Temen sekelas sendiri nggak kenal!" sela Sofia.
"Ya, maap," jawab Muara seraya mengusap-usap rambutnya.
"Lo sih, asyik pacaran terus. Jadi nggak liat alam sekitar!" cerocos Tia seraya makan snack.
"Huu ... sekarang gue jomlo tauk!" seru Muara tegas.
Yup, Muara memang sedang jomlo untuk sekarang ini. Dan dia baru saja putus dari pacarnya. Yang perlu kalian tahu, kenapa Sefia bilang kalau Muara nggak pernah melihat alam sekitar. Maksudnya, lingkungan sekolahnya. Muara memang nggak pernah mau punya pacar satu sekolah. Apalagi satu kelas. Bagi Muara, mempunyai pacar satu sekolah adalah aib baginya. Sang pacar akan tahu sifat dan sikap buruknya di sekolah. Pikirnya.
Sesaat setelah mereka membicarakan Rega, cowok tersebut pun lewat. "Itu, Rega lewat sama Bambang!" tunjuk Raya, "Panjang umur tuh, si Rega," sambung Raya.
"Yang mana?" tanya Muara seraya memicingkan matanya untuk melihat lebih detail sosok yang dimaksud Raya. "Ha..ha..ha.. kalo Bambang sih gue tau, kan Bambang itu item, trus pendek," ejek Muara seraya tertawa.
"Ck, itu ... yang jalan di sebelah Bambang! Dia pake baju item, tinggi, putih. Mata lo liat kemana sih, Muara!" sungut Tia.
"Hus, malah ngatain Bambang! Gue aduin lo ntar!" kata Sefia.
"Sorry, keceplosan," kata Muara.
"Gimana? Lo mau nggak gue kenalin sama Rega? Atau ... mau titip salam dulu?" tawar Raya.
Muara berpikir sejenak. "Boleh deh," jawab Muara. Muara tidak berniat merubah konsistesinya itu, hanya saja dia tidak enak hati menolak tawaran dari Raya.
Tak terasa hampir satu jam mereka mengobrol dan snack pun sudah ludes. "Woy ... kita mau nginep di sini apa pulang, nih?" tanya Tia.
"Oh..iya. Ayo kita pulang!" ajak Muara.
Mereka berempat pun kemudian pulang.
Muara Lintang Bening, si baik hati. Tia Nasha Haida, si peberani. dan Sefia Marwa, si pribadi lembut. Mereka adalah tiga sejoli di SMP Langit Cerah. Berawal dari Ospek, mereka pun menjadi sahabat sampai kelas sembilan. Muara dengan rambut yang panjang menjuntai serta pipinya yang tirus membuat kecantikannya menonjol. Tia bertubuh tinggi dan langsing. Sedangkan Sefia memiliki bobot berlebih alias sedikit montok ketimbang mereka berdua.
Di kamar yang serba pink, Muara berbaring di atas tempat tidurnya. Ia kemudian teringat kata-kata Raya tentang cowok yang bernama Rega. "Kenapa Raya tiba-tiba mau ngenalin gue sama Rega?" tanyanya. Muara pun beranjak. "Biarin aja lah," kata Muara seraya tersenyum, kemudian keluar kamar. Ia tak mau memikirkan terlalu jauh, karena dirinya pun belum sepenuhnya tahu tentang sosok Rega.
*******
Matahari masih belum begitu terik di pagi hari. Muara tiba di depan gerbang, namun ia belum mau masuk ke dalam sekolah. Muara pun duduk, menunggu Tia dan Sefia di depan pintu gerbang.
Tia melihat Muara sedang duduk sendirian. Ia pun mulai menjahili Muara."Baa...! Nungguin siapa?" Tia mencengkram bahu Muara hingga membuatnya kaget.
"Astagfirullah!" Muara menoleh. "Tia! Bikin kaget aja tau nggak! Gue nungguin lo sama Sefia lah, siapa lagi?" gerutu Muara.
"Hmmm oke. Ayo masuk kalo gitu!" ajak Tia.
"Nanti dulu, tunggu Sefia," tahan Muara.
"Oke-oke." Tia pun duduk di samping Muara.
Lama mereka menunggu Sefia belum juga tiba. "Mana sih, Sefia? Lama banget datengnya? Sebentar lagi bel masuk nih!" gerutu Muara.
"Tunggu saja kenapa? Nanti juga dateng," jawab Tia.
"Apa Sefia nggak masuk sekolah ya?" tanya Muara.
"Nggak mungkin. Kalo dia nggak masuk sekolah ataupun ijin, pasti dia kabarin kita, kan?" jawab Tia. "Ha ... gue curiga nih, lo mau cepet-cepet masuk kelas, karena lo mau ketemu Rega, kan?" goda Tia.
"Ah ... nggak! Kenapa lo mikir gitu?" sungut Muara.
"Siapa tau." Tia mengangkat bahunya.
Sefia pun datang dari kejauhan. Setelah melihat Muara dan Tia di depan gerbang sekolah, ia pun menghampiri mereka. "Pagi," sapa Sefia.
"Pagi juga Sefia," balas Tia.
Muara merengut tak menjawab sapaan Sefia.
"Lo kenapa, Muara? Bibir lo manyun gitu?" tanya Sefia.
"Ini nih, gue diledekin sama Tia," adu Muara.
"Ada apa?" tanya Sefia pelan pada Tia seraya mengangkat kedua alisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The World Of The Teen ( Love, Friendship, And Trouble At School) [SEGERA TERBIT]
Novela JuvenilMuara tiba-tiba diminta oleh Raya untuk berkenalan dengan cowok, yang notabene adalah tetangga dari Raya sekaligus teman sekelas mereka. Namun Muara malah bertanya siapa cowok tersebut. Secara, Muara nggak pernah tahu siapa saja teman cowok di kelas...