Bab 8 Masuk SMA

4 3 0
                                    

Muara dan Tia mendaftar ke sekolah Favorit nomor satu di Desa Gurame, yaitu SMA Cahaya Bintang. Mereka pun mengisi formulir pendaftaran. Keesokan harinya mereka mengikuti Tes di SMA tersebut. Muara dan Tia mengikuti tes di ruangan yang berbeda.

"Semoga kita bisa lulus tes ya, Tia," harap Muara.

"Iya nih. Gue berharap banget bisa masuk ke SMA Cahaya Bintang ini," sahut Muara.

Dua hari setelahnya, mereka pun kembali ke SMA Cahaya Bintang untuk melihat pengumuman penerimaan siswa baru. Banyak siswa yang berkerumun untuk melihat pengumuman tersebut. Muara dan Tia sebisa mungkin menerobos kerumumunan untuk bisa melihat hasil tes mereka.

Raut wajah Muara dan Tia seketika berubah setelah melihat pengumuman tersebut. Nama mereka tidak ada di daftar pengumuman yang di pajang di papan pengumuman.

"Muara," panggil Tia lemas.

"Iya, Tia," jawab Muara yang juga lemas.

"Kita nggak diterima," kata Tia lesu.

"Ho'oh." Muara mengangguk.

"Kenapa kita nggak keterima ya?" tanya Tia.

"Gue juga nggak tau," jawab Muara

Menurut kabar, banyak siswa yang tidak di terima di SMA Cahaya Bintang karena pemerintah sekarang menetapkan zona wilayah.

Muara dan Tia pun kemudian mendaftar di SMA Matahari. Sebenarnya SMA Matahari adalah SMA terfavorit nomor dua setelah SMA Cahaya Bintang. Mereka pun mengisi formulir pendaftaran.

Muara dan Tia siap mengikuti tes. Lagi-lagi Muara mendapat ruangan yang berbeda dengan Tia. Muara duduk paling depan menurut nomor tesnya. Muara pun sangat gugup, apalagi ia bersebelahan dengan seorang cowok.

Muara menatap kertas ujian selama tes berlangsung tanpa menoleh sedikit pun. Ia duduk paling depan, tak jauh dari meja pengawas. Belum lagi, ia bersebelahan dengan seorang cowok. Cowok yang bersebelahan dengan Muara pun jadi canggung karena tidak bisa saling menyapa.

Dua hari berlalu. Muara dan Tia kembali ke SMA Matahari untuk melihat pengumuman penerimaan siswa baru.

"Lo liat duluan aja Muara, gue takut," kata Tia.

"O-oke. Bismillahirrahmanirrahim." Muara menembus kerumunan.

Ia pun melihat satu persatu nama yang tertera di kertas pengumuman yang di pajang di papan besar tersebut. Ia pun melihat namanya tertera di sana. "Yes!" Muara senang. Lalu ia mencari nama Tia di sana. "Alhamdulillah." Muara keluar dari kerumunan.

"Tia! Kita diterima di sekolah ini," kata Muara.

"Beneran?"

"Iya, liat aja sendiri."

Tia pun langsung melihat pengumuman tersebut dengan mata kepalanya sendiri. Lalu ia keluar dari kerumunan tersebut. Ia pun meloncat-loncat kegirangan. Kemudian memeluk Muara.

"Akhirnya kita satu SMA," kata Tia semringah. Muara pun ikut senang.

Ospek pun tiba. Muara dan Tia sudah seperti orang gila. Rambutnya dikucir dua, memakai kalung bekas kopi sachetan, memakai topi mangkuk plastik, serta kaos kaki yang beda warna.

"Ha..ha..ha..kita udah kayak orgil aja ya, Muara," kata Tia.

"Orang-orangan sawah lebih tepatnya, buat nakutin hama." Muara membalas lelucon Tia.

Semua siswa dan siswi baru di SMA Matahari pun melakukan Ospek. Kakak Panitia Ospek pun menyuruh mereka berkumpul di lapangan sepak bola. Matahari sudah terik tapi Panitia Ospek masih saja mengoceh di depan sana.

"Kita udah kayak di panggang aja nih," bisik Tia kepanasan.

"Iya, panas tauk! Laper juga," jawab Muara.

Hari itu masih pagi, namun matahari sudah terik. Siswa siswi baru yang akan di Ospek dibagi dalam beberapa kelompok dan menempati kelas mereka masing-masing.

Masing-masing siswa-siswi di panggil berdasarkan ruangan mereka. Tapi Muara dan Tia mendapat ruangan yang berbeda.

"Yah, Muara, kenapa kita nggak satu ruangan?" gerutu Tia.

"Ck, iya. Gimana dong Tia. Gue nggak mau pisah sama lo," jawab Muara.

Siswa-siswi pun dipanggil untuk masuk ke ruangan mereka masing-masing. Muara pun maju setelah namanya di panggil. Ia pun melambaikan tangannya ke arah Tia dengan cemberut. Saat Muara melambaikan tangan pada Tia, salah satu Panitia Ospek, Farel, memperhatikannya dari kejauhan. Kemudian tertawa. "Lucu banget sih tuh cewek," gumam Farel.

Muara pun sudah memasuki kelas dan duduk. Panitia ospek pun memerintahkan pada siswa laki-laki untuk berpindah tempat duduk berpasangan dengan siswi perempuan. Muara berpasangan dengan cowok bernama Novan. Lagi-lagi Muara merasa gugup ia tidak tersenyum ataupun menyapa cowok yang baru saja duduk di sebelahnya itu. Sampai Novan harus menyapanya duluan. "Hai, gue Novan. Nama lo siapa?" sapa Novan.

"Oh iya, hai. Gue Muara," jawab Muara.

"Oh, oke."

Hari-hari ospek Muara jalani berpasangan dengan Novan. Cowok bertubuh tinggi itu melakukan sebaik-baiknya sebagai pasangan Muara selama ospek berlangsung.

Di tempat lain. Tepatnya di STM Satelit Rega dan Bambang juga mengikuti Ospek. Rega dan Bambang memang sebelumnya memdaftar di sekolah tersebut. Ia duduk tenang saat duduk di lapangan basket, saat Ospek berlangsung.

Saat istirahat, Muara dan Tia bertemu di kantin sekolah.

"Muara!" panggil Tia saat menghampiri Muara.

"Tia...! Gue kangen sama lo," teriak Muara

"Juga..!" jawab Tia manja seraya memeluk Muara.

Lagi-lagi kelakuan Muara yang berlebihan terhadap Tia, tertangkap mata oleh Farel. Farel kemudian menghampiri mereka dan langsung duduk di depan Muara. Muara dan Tia sontak terkejut dengan kedatangan Farel.

"Eh, Kak Farel," kata Muara malu.

"Kalian ini udah kayak soulmate yang terpisahkan aja, jadi merasa bersalah udah misahin kalian," kata Farel.

"Ah, Kakak bisa aja," jawab Muara.

Tia menatap aneh Farel.

"Ya udah, gue pergi dulu," kata Farel pamit.

"Iya, Kak," jawab Muara.

Tia pun hanya senyum terpaksa saat Farel beranjak pergi.

"Wah... ada apa itu kakak kelas sampe nyamperin kita segala, pasti ada niat terselubung nih," tuduh Tia.

"Jangan berprasangka buruk gitu ah... nggak baik," Muara menasehati Tia.

"Ya..ya..ya..nanti kalo tiba-tiba Kak Farel itu deketin lo, jangan ngadu sama gue ya," Tia memperingatkan Muara.

"Ih, siapa juga yang mau dideketin sama dia," tampik Muara.

"Oh ... iya, gue lupa. Lo kan udah punya pangeran irit ngomong itu, si Rega," goda Tia. "Btw daftar sekolah di mana si Rega?" tanya Tia.

"Dia bilang sih, di STM Satelit. Wah ... pasti keren banget dia pake baju SMA," Muara berkhayal.

"Nggak usah dibayangin." Tia mengusap wajah Muara, "Ntar juga liat waktu dia pake baju STM," kata Tia.

"Huh! Lo ganggu kesenangan gue aja," gerutu Muara.

Tiga hari pun berlangsung. Ospek pun selesai. Muara dan Tia siap untuk menjadi siswi di SMA matahari.

Hari yang sial saat pertama masuk sekolah. Muara telat sampai-sampai tidak bisa mencari tempat duduk incarannya, yaitu duduk tepat di depan papan tulis. Hanya ada tempat duduk tersisa, yaitu di pojok baris kedua jauh dari papan tulis. Muara pun duduk bersebelahan dengan Venya. Karena Venya juga telat saat hari pertama sekolah dan terpaksa duduk bersebelahan dengan Muara. Si jutek Venya, tampak tidak senang duduk bersebelahan dengan Muara. "Kenapa gue harus bersebelahan sama cewek ini sih!" gerutu Venya dalam batin.

The World Of The Teen ( Love, Friendship, And Trouble At School) [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang