"Gini ya, Amel. Bagi gue, pacaran itu nggak mempengaruhi kualitas otak gue, jadi ... mau gue masih tetep jadian selama ujian itu nggak akan buat nilai gue anjlok, selagi gue mau berusaha belajar. Gue juga nggak mem-protec diri gue untuk nggak punya pacar selama ujian. Kalo gue nahan perasaan gue, jadi nggak enak efeknya. Gue juga bilang ke Rega, 'Kita masih berhubungan, tapi harus tetap belajar. Kita mau ujian. Nilai ujian kita harus bagus. Jadi kita harus lulus ujian dan sukses bareng-bareng'." jelas Muara panjang lebar, "kalo cinta ditahan nanti malah stress, ujian nggak konsen. Maka dari itu, gue jalanin aja dua-duanya. Happy semuanya. Kita harus pikirin mana yang lebih penting untuk masa depan kita," sambung Muara, kemudian menoleh ke arah Tia kemudian ke arah Tia secara bergantian.
Tia dan Sefia pun mengacungkan jempol mereka ke arah Muara.
Muara hanya memotivasi dirinya sendiri dalam mengambil keputusan dari sudut pandang remaja saat ini. Kebanyakan pasangan di kalangan muda tidak bisa mengontrol diri mereka, malah terjerumus ke hal-hal yang tidak baik yang bisa menghancurkan masa depan mereka sendiri.
*******
UAN pun berakhir. Murid-murid berhak bernapas lega. "Huft..! Akhirnya selesai juga, tinggal UAS-nya," kata Muara.
"Ujian lo gimana? Lancar?" tanya Sefia.
"Alhamdulillah, Sefia. Walaupun sedikit bikin kepala gue puyeng gara-gara soal Matematika tadi. Tapi, bisa gue kerjain kok," jawab Muara.
"Tia, lo tumben diem aja. Biasanya paling cerewet lo," tanya Muara.
"Lemes gue, laper. Otak gue terkuras dan sekarang cacing di perut gue pada protes," ungkap Tia.
"Yuk kita makan, sepuasnya!" ajak Muara.
"Di traktir nih?" tanya Tia.
"Bayar sendiri kali," sanggah Muara.
"Lo maunya gratisan," ceplos Sefia.
"Huu... kali aja ada yang berbaik hati memberi makan cacing-cacing yang ada di dalam perut gue ini," canda Tia.
"Yuk ah, cerewet. Nanti gue bayarin esnya aja," ajak Muara.
Sefia tertawa seraya menggelengkan kepala, melihat tinggah Tia yang sungguh menggelikan.
*******
Persiapan UAS di mulai. Muara belajar dengan giat seperti saat UAN kemarin. Walaupun UAS tidak seketat saat UAN, ia tidak boleh menyepelekannya. Di kamarnya yang terang, meja belajar yang penuh tumpukan buku, otak Muara siap untuk berkutat dengan buku pelajaran dan segelas minuman dan camilan yang siap menemaninya sepanjang malam.
UAS pun dimulai. Kelas pun hening sejenak. Guru mulai membagikan kertas ujian dan absensi. "Kalian yang tenang ya, jangan berisik. Bapak ke toilet dulu sebentar," kata Pak Darmin.
Setelah Pak Darmin keluar. Murid mulai bisik-bisik, sembari absensi berjalan untuk di tanda tangani. Kertas absensi di arahkan ke meja Rega, ia pun mulai menandatangani kolom berdasarkan namanya. Rega kemudian melihat kolom beratas namakan Muara. Ia iseng menulis nama ayah dari Muara, yaitu Husin.
Saat lembar kertas absen itu sampai pada Muara, ia pun terkejut melihat nama di kolom tanda tangan miliknya. Ia pun tahu siapa yang menuliskan nama papanya tersebut. Muara pun menengok ke arah Rega, ia pun mengepalkan tanganya ke arah Rega yang berada di belakang, tak jauh darinya. "Awas kamu ya!" kata Muara pelan. Rega pun hanya nyengir saat Muara mengancamnya. Untung saja nama itu di tulis dengan sebuah pensil sehingga Muara bisa segera menghapusnya, dan menandatangani kolom miliknya tersebut.
Keesokan harinya saat UAS berlangsung,yang dilakukan Rega terulang lagi, kali ini dia mengisi kolom tanda tangan milik Muara dengan tanda love. Muara tersenyum. Lalu segera menghapusnya. Ia lanjutkan mengisi kolom tanda tangan miliknya. Kemudian segera mengerjakan ujiannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The World Of The Teen ( Love, Friendship, And Trouble At School) [SEGERA TERBIT]
Teen FictionMuara tiba-tiba diminta oleh Raya untuk berkenalan dengan cowok, yang notabene adalah tetangga dari Raya sekaligus teman sekelas mereka. Namun Muara malah bertanya siapa cowok tersebut. Secara, Muara nggak pernah tahu siapa saja teman cowok di kelas...