Selama beberapa saat dunia menjadi gelap. Seluruh tubuh Dokja terasa kebas. Dia seolah tidak bisa berpikir lagi. Hingga cahaya pun kembali terlihat."Kau pikir hanya itu saja senjataku?" Pria lusuh itu melotot sambil mengeluarkan sebilah pisau lain dari saku bajunya. Dokja merasa seperti mengalami dejavu.
Saat pria itu kembali menerjang, Dokja tiba-tiba merasakan kehadiran orang lain yang menarik kerah baju bagian belakangnya.
Serangan itu meleset. Dokja selamat.
Bagaimana bisa? Dokja menoleh ke belakang dan mendapati Kim Gongja menatapnya dengan tatapan yang mengerikan. Seperti tatapan seorang psycopat yang tidak takut apa pun.
"K-kau?" Dokja terhenyak saat Gongja menariknya hingga terseret beberapa langkah ke belakang. Haneul terlihat berada di belakang Gongja.
Apa yang sebenarnya terjadi? Dokja kembali melihat pada pria lusuh itu, tapi pria itu kini sudah berlutut dengan tangan yang diputar ke belakang punggung. Seorang laki-laki berbadan tegap dengan tatapan menyala menginjak punggung pria lusuh itu.
Dokja tahu siapa dia. Orang itu adalah Yeonwoo. Seorang laki-laki yang tidak pernah segan mengalahkan siapa pun. Selayaknya seorang psycopat yang tidak merasakan apa pun saat memenggal kepala manusia.
"Cukup, Yeonwoo. Jangan buat dia cacat. Kau tidak ingin berurusan dengan polisi kan?" Gongja berteriak. Yeonwoo hanya berdecih menanggapinya.
Dokja masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Dia merasa kalau dirinya sempat terluka dan hampir... mati.
Apa semua itu hanya ilusi? Tapi Dokja benar-benar merasakan perih yang teramat nyata saat itu.
Lantas apa yang terjadi sekarang? Dokja menatap Gongja yang berada tidak jauh darinya. Apakah semua ini ulahnya?
Novel ini hanya terbit di WP dan MT, kalau kalian baca di selain ini bisa dipastikan itu adalah malware webmirror. Silakan dukung penulis di sini http://w.tt/3Ijg6yx terima kasih.
"Hey..." Gongja yang sadar ditatap oleh Dokja pun menoleh. Dia menatap kedua mata Dokja dengan lekat lalu menarik kedua kerah kemeja putih Dokja.
"Kau tahu? Aku bisa saja mati untukmu berkali-kali dan mengulang waktu hingga bosan." Perkataan Gongja ini terasa menusuk hati Dokja.
"Tapi apa kau tahu? Aku pun bisa merasakan semua perih dan rasa sakit itu," ungkap Gongja yang kemudian melepaskan tangannya.
Dokja tidak tahu harus berkata apa lagi. Dia bahkan tidak ingin mengetahui bagaimana caranya Gongja menyelamatkan dirinya. Terlalu mengerikan.
"Kakak tidak apa-apa?" tanya Haneul yang seketika membuyarkan pikiran Dokja.
"T-tidak. Kau bagaimana?" tanya balik Dokja.
"Aku baik."
"Sebaiknya kau kembali ke sekolah. Mau aku antar?" tanya Dokja menawarkan diri.
Haneul menggeleng. "Tidak usah, Kak. Teman-temanku sudah datang." Haneul menunjuk beberapa orang laki-laki yang memakai baju seragam sepertinya.
"Syukurlah kalau begitu." Dokja tersenyum tipis.
"Aku duluan ya, Kak. Dadah." Haneul pun pergi menuju teman-temannya yang datang menjemput.
Dokja hanya membalas lambaian tangan Haneul dan memperhatikan ekspresi Haneul saat bertemu teman-temannya.
"Heh, mau sampai kapan kayak gitu?" tanya Gongja dengan nada meninggi. Sedikitnya ini membuat Dokja kaget.
"Memangnya kenapa?" tanya Dokja sewot.
"Ayo kita cabut. Si Jinwoo udah jemput tuh," ujar Gongja sambil menunjuk Jinwoo yang baru saja keluar dari angkot.
"...."
Jinwoo menatap datar pada Gongja dan Dokja. Meski begitu langkah kakinya berjalan cukup cepat.
"Kau pikir hanya kau saja yang bisa mengulang waktu?" tanya Jinwoo sambil menjitak kepala Gongja. "Jangan melakukan hal-hal yang berbahaya."
"Aku terpaksa." Gongja membela dirinya. Jinwoo pun menghela napas sambil mengurut keningnya dengan jari telunjuk dan ibu jarinya.
"Kita mau makan di mana?" tanya Yeonwoo dingin seolah tidak terjadi apa pun. Dia baru saja selesai menyerahkan si pria lusuh pada satpam yang berjaga tidak jauh dari halte.
"...." Beberapa saat hening. Gongja, Jinwoo, dan Yeonwoo pun melirik pada Dokja.
"Eh? Kenapa kalian melihat ke arahku?" tanya Dokja sedikit terkejut. Dia merasakan firasat yang kurang baik dari tatapan tiga orang yang ada di depannya saat ini.
"Kita makan bareng di tempatmu, ya." Jinwoo tersenyum disertai gemintang kecil di sekeliling wajahnya.
"Jangan, aku nggak ada makanan apa-apa di rumah," tolak Dokja jujur.
"Kalau gitu ya tinggal pesen aja. Ntar minta si Cale yang bayarin," ujar Gongja dengan santainya. Dia tidak tahu kalau jauh di sana Cale sedang bersin.
"Nggak gitu juga eh." Dokja menatap Gongja datar. Meski pun Cale berasal dari keluarga kaya, tapi bukan berarti Gongja bisa memanfaatkannya begitu saja.
"Aku chat di grup ya, hari ini kita makan-makan di rumah Dokja," ujar Jinwoo sambil menatap layar ponselnya. Bukan hanya menatap, tapi juga mengetik.
Tidak berselang lama, mereka pun mendapatkan notifikasi grup yang dikirim oleh Jinwoo.
"Astaga." Dokja menepuk keningnya sendiri. Kalau sudah begini dirinya tidak bisa menolak.
"Yujin katanya pengen dibuatin soto babat, Joheon juga pengen dendeng sapi," ujar Yeonwoo.
"Jangan minta yang aneh-aneh, isi kulkasku kosong woi," sahut Dokja yang sewot dengan sendirinya.
"Gampang, tinggal kita isi aja. Bener kan Jin?" Gongja mengedip pada Jinwoo. Orang yang diberi kedipan hanya menggeleng.
"Di sebrang kan ada supermarket, kita ke sana aja yuk beli bakan makanan," ujar Jinwoo sambil menunjuk ke sebrang jalan.
Dokja terdiam sesaat. Dia tidak pernah sekali pun terpikirkan kalau harinya akan menjadi seperti ini. Tidak buruk.
"Ayo." Dokja mengangguk.
Tidak berselang lama sebuah angkot berwarna merah berhenti tepat di hadapan Jinwoo.
"Naik-naik, masih muat," ujang seorang kenek yang terlihat bergelantungan di pintu masuk angkot.
Muat matamu. Keempat sekawan itu membatin.
BERSAMBUNG
KAMU SEDANG MEMBACA
The Hottest Family
FanfictionIni kisah tentang para penghuni komplek yang menamakan diri sebagai Random Guy (RG) Family. Mereka tidak terlalu peduli pada penilaian orang dan sering berbuat sesukanya. Penampilan mereka yang tampan dan berkarisma membuat semua orang memberikan la...