Cobalah untuk membahagiakan diri. Perkataan Jaeha terngiang-ngiang dalam benak Dokja. Apakah dirinya bisa benar-benar bahagia? Rasanya seperti mustahil. Pandangan Dokja sedikit memburam, tapi Dokja masih terus terhanyut dalam isi kepalanya.
"Kau baik-baik saja?" tanya Jaeha sambil merangkul Dokja yang sedikit terhuyung saat berjalan.
"Huh? Kenapa?" tanya balik Dokja yang membuat Jaeha mengerutkan kening.
"Wajahmu pucat, apa kau sakit?" Jaeha menatap Dokja dengan tatapan khawatir.
"Ti-tidak. Jangan hiraukan aku," jawab Dokja.
Jaeha menaruh punggung tangannya di kening Dokja, terasa panas, sudah dapat dipastikan kalau Dokja saat ini sedang sakit.
"Sebaiknya kita pesan delivery saja, kau harus istirahat," ujar Jaeha yang masih menatap Dokja dengan lekat.
"Aku baik-baik saja." Dokja mencoba untuk mendorong Jaeha, tapi rupanya tenaganya telah habis dan badan Dokja tiba-tiba menggigil. Apakah ini karena siang tadi Dokja shooting di tengah hujan deras? Bisa jadi.
"Kamarmu di mana?" tanya Jaeha penuh perhatian.
"Kamar?"
"Ya."
"A-aku belum membersihkannya," jawab Dokja dengan perasaan sedikit malu. Dia hanya sedikit membersihkan ruang tamu setelah pulang dari supermarket. Itu juga alasan kenapa Dokja meminta bantuan jasa membersihkan rumah pada kantor Jooheon.
"..." Jaeha tidak banyak berkata. Dia langsung menggendong Dokja dan berjalan menuju ruangan yang tidak jauh dari dapur.
DUG
Jaeha menendang pintu kamar. Benar saja, kondisi kamar sangat berdebu dan tidak layak untuk dipakai. Terlebih dipakai oleh orang yang sedang sakit seperti Dokja.
"Aku bisa tidur di sofa. Kau tidak usah mengkhawatirkanku," ujar Dokja dengan nada suara lemah.
"Kau pikir aku apa? Membiarkan orang sakit sendirian di rumah kosong penuh debu dan juga dedemit," jawab Jaeha yang membuat Dokja sedikit tertawa.
"Dedemit? Aku sudah biasa dengan hal-hal seperti itu," jawab Dokja jujur. Dia memang sudah terbiasa berkomunikasi dengan para makhluk halus seperti Sung Wukong dan yang lainnya. Bukan hanya itu, Dokja pun mendapatkan kekuatan spesial dari sana.
Ah, apa pun itu. Jaeha tidak perlu mengetahuinya. Batin Dokja yang sudah terbiasa dengan dunia barunya ini.
"Apa semua barangmu ada di koper itu?" tanya Jaeha memastikan. Dia menunjuk sebuah koper hitam yang ada di samping sofa ruang tamu.
"Ya." Dokja mengangguk.
"Oke. Kalau begitu kita pergi ke kostanku saja," kata Jaeha sambil berjalan menghampiri koper milik Dokja.
"Kostan?" Dokja sedikit terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Jaeha.
"Bisa kau pejamkan matamu sebentar?" pinta Jaeha sambil tersenyum.
"Untuk apa?"
"Pejamkan saja."
"Uhm.. Oke." Meski ragu, Dokja pun memejamkan matanya seperti apa yang diminta oleh Jaeha.
Sejenak Dokja dan Jaeha saling diam. Meski begitu, Dokja bisa merasakan kalau Jaeha sedang berjalan sambil menggendong dirinya.
Novel ini hanya terbit di WP dan MT, kalau kalian baca di selain ini bisa dipastikan itu adalah malware webmirror. Silakan dukung penulis di sini http://w.tt/3Ijg6yx terima kasih.
"Kau boleh membuka matamu sekarang."
Perlahan, Dokja pun membuka matanya. Samar-samar Dokja dapat melihat kalau apa yang ada di hadapannya sudah bukan ruangan luas yang berdebu lagi, tapi sebuah taman bunga kecil yang ada di depan rumah dengan tiga lantai.
Apa itu kontrakan yang dimaksud Jaeha? Bagaimana mungkin hal ini terjadi? Bukankah tadi Dokja dan Jaeha sedang ada di dalam rumah milik Dokja? Ribuan tanya bermunculan di kepala Dokja.
"Kau tahu, aku pun punya kekuatan khusus yang didapatkan dari para dedemit," ujar Jaeha yang sudah bisa menebak apa isi kepala Dokja.
"Sungguh? Bagaimana mungkin?!"
"Kau tidak perlu memikirkannya. Di dunia ini ada banyak hal yang tidak pernah bisa dijelaskan dengan logika," jawab Jaeha santai sambil berjalan masuk ke dalam rumah. Menuju kamarnya yang ada di lantai tiga paling pojok.
"Turunkan aku," pinta Dokja. Jaeha pun menurunkan Dokja tepat di depan pintu kamarnya.
"Sebelumnya aku minta maaf kalau kamarku berantakan, tapi setidaknya kau bisa beristirahat dengan nyaman di sini," celoteh Jaeha sambil membuka kunci pintu.
"Tidak apa."
Setelah pintu terbuka, Jaeha pun buru-buru merapihkan kasurnya yang sedikit berantakan. Berbeda halnya dengan Dokja yang pandangannya terpikat pada beberapa kanvas yang ditaruh bersandar ke dinding.
"Apa ini buatanmu?" tanya Dokja sambil memperhatikan sebuah lukisan ikan koi.
"Tidak buruk bukan? Aku harap suatu hari nanti bisa punya gallery sendiri."
"Ya, kau harus."
"Aku sudah selesai membereskan kasur. Lebih baik kau beristirahat." Jaeha menghampiri Dokja.
"Aku masih ingin melihat-lihat lukisanmu," jawab Dokja yang diakhiri dengan sebuah senyuman.
"Terserah kau saja kalau begitu. Aku mau mandi dulu." Jaeha mengambil handuk dari lemari lalu berjalan masuk ke dalam kamar mandi yang ada di kamarnya.
Dokja menghela napas lalu melihat ke sekeliling. Apa tidak apa-apa kalau dirinya berada di tempat Jaeha? Dokja sama sekali tidak ingin merepotkan Jaeha.
Inginny Dokja pamit dan pergi bermalam di hotel, tapi pening yang menghinggapinya membuat Dokja mau tidak mau memilih untuk berbaring di kasur milik Jaeha.
"Hanya sebentar saja," lirih Dokja sambil memejamkan kedua matanya.
BERSAMBUNG
KAMU SEDANG MEMBACA
The Hottest Family
FanfictionIni kisah tentang para penghuni komplek yang menamakan diri sebagai Random Guy (RG) Family. Mereka tidak terlalu peduli pada penilaian orang dan sering berbuat sesukanya. Penampilan mereka yang tampan dan berkarisma membuat semua orang memberikan la...