Unsprezece

633 154 15
                                    

Suara langkah kaki bergema memenuhi ruangan dengan atap sangat tinggi dan lorong besar. Pria itu menggigit bibir dalamnya gugup, sesekali diliriknya gadis yang masih setia memegang tangannya, menuntun menuju tempat asing yang baru saja ia datangi.

Hingga keduanya berhenti di pintu besar nan menjulang tinggi, diketuknya pelan pintu itu lalu terbuka menampilkan ruangan megah yang sepi di dalamnya.

Jennifer menengok, memperhatikan wajah gusar milik Halley yang dibalut ketampanan bak pangeran di negri dongeng. Gadis itu tersenyum tipis saat pandangan keduanya saling bertemu, memberikan buncahan bahagia tak tertahan di relung Halley.

Gadis itu membawanya membelah ruangan, memfokuskan pandangannya pada sesosok pria paruh baya yang juga menatap ke arahnya.

Bahkan dengan cepat pria paruh baya itu bangkit dari duduknya, menatap Halley penuh haru. "Anakku..." Gumam Vlad.

Halley melepas tangan Jennifer, berjalan mendekat ke arah Ayahnya, kali ini tanpa keraguan sedikitpun. Halley tersenyum, menunjukkan eyesmile nya yang berbentuk bulan sabit.

Tanpa menunggu lama Vlad menarik Halley ke dalam pelukannya, suasana haru itu sangat dramatis.

Tak ingin mengganggu waktu keluarga, Jennifer membalik tubuhnya meninggalkan ruangan. Ia akan memberikan waktu bagi keduanya untuk sekedar berbincang.

Gadis itu berjalan keluar kastil, tubuh pusatnya masih dibalut gaun hitam, dengan riasan yang masih sempurna ditambah terpaan cahaya bulan.

Jeffrey memandangnya dari kejauhan, di atas sebuah pohon tinggi yang terletak di luar kastil. Matanya tak henti henti memuji paras indah milik Jennifer.

Namun gadis itu tetap berjalan, kali ini keluar kastil. Hanya berjalan biasa, seperti layaknya manusia. Jennifer berjalan menjauhi kastil ke arah timur.

Jeffrey mengikutinya. Sebut saja pria itu kepo, memperhatikan gerak gerik Jennifer yang sibuk memikirkan sesuatu. Dapat ia dengar senandung kecil yang dilantunkan Jennifer, terdengar syahdu disunyinya malam.

Hingga keduanya sampai di sebuah danau, danau indah di kelilingi tanaman bunga. Pantulan bulan di air menambah keindahan pemandangan itu.

Jennifer duduk, tatapannya menatap ke arah danau lalu mengambil sebuah batu. "Senang mengikutiku?" Tanya Jennifer.

Pria itu keluar dari persembunyiannya, tak malu ikut duduk disamping Jennifer. Gadis itu melempar batu yang tadi di ambilnya, melihat sejauh apa batu itu melayang.

"Kau berhutang penjelasan padaku." Jawab Jeffrey parau, ia pun ikut ikutan melempar batu ke danau.

"Benarkah? Kurasa ini bukan urusanmu, kecuali kau pindah ke Klan kami." Ujar Jennifer malas.

Jeffrey terkekeh pelan, "Seandainya itu bisa, aku akan melakukannya."

Jennifer mengernyit heran, "Kenapa?"

Jeffrey menatap Jennifer lembut, meskipun yang ditatap enggan menatap balik ke arahnya. "Aku tidak suka Halley berada di dekatmu."

Jennifer mendelik kesal, "Memangnya kau siapa?" Nada ketus itu tak membuat Jeffrey sakit hati.

"Aku cemburu."

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Bagaimana? Sudah saling melepas rindu?" Jennifer berdiri di balkon, menatap ke arah jauh dimana lampu kota gemerlap menyala tertutupi pepohonan tinggi.

Halley mengangguk antusias, baginya hal yang sedang ia alami sangat unik. Ia tak menyangka vampire benar-benar ada, setahunya Rumania hanya memiliki mitos Dracula.

"Ayahku sangat ramah, aku menyukainya." Jawab Halley.

Jennifer hanya mengangguk, menciptakan keheningan antara keduanya.

Tak ada yang membuka suara selama beberapa menit, hanya saling diam dengan pikiran masing masing.

"Kau... Orang kepercayaan Ayahku?" Halley memberanikan diri membuka pembicaraan, sebelumnya keduanya sangat terbatas dalam berinteraksi, sulit baginya untuk mengajak Jennifer mengobrol.

Jennifer menatap Halley, "Menurutmu?"

Halley mengangguk, "Ayahku sendiri yang bilang, kau sangat banyak membantunya."

Jennifer mengulum senyuman tipisnya, Vlad memang selalu memujinya dan menceritakan kehebatannya pada orang lain.

"Terima kasih Jennifer." Halley melirik Jennifer.

"Untuk?"

"Untuk menjadi gadis kepercayaan Ayahku." Halley menggigit bibirnya gugup, sungguh malam ini Jennifer sangat cantik.

Sesekali semilir angin menerbangkan anak rambut gadis itu, memberikan efek yang luar biasa padanya.

"Tidak perlu, itu sudah tugasku." Jawab Jennifer singkat.

Keduanya saling bertatapan sejenak, hanyut dalam buaian suasana yang menenggelamkan. "Kau sudah merasakan perubahan lagi?" Tanya Jennifer.

Halley menggeleng ragu, "Aku belum tahu kemampuanku."

Jennifer mengangguk pelan, "Lompat saja."

Halley mengerutkan keningnya bingung, "Melompat?"

Gadis itu mengangguk, lalu memanjat berdiri di atas tembok balkon. "Je, apa yang kau lakukan?!" Halley panik, ia takut Jennifer terpeleset dan jatuh.

Lalu jemari milik Jennifer menunjuk ke arah bawah sana, "Melompat kesana."

Sontak kedua mata Halley membulat, apa gadis itu gila?! Bagaimana bisa ia melompat setinggi sepuluh meter dengan keadaan selamat.

"Aku tidak gila." Jawab gadis itu tiba-tiba, lalu hal gila terjadi di depan matanya.

Jennifer melompat bebas ke bawah sana tanpa aba-aba. "JENNIFER!!" Halley berusaha meraih tangan Jennifer namun nahasnya terlambat.

Gadis itu terjatuh ke bawah sana, tertutup oleh kabut malam yang cukup tebal. "Jennifer." Lirih Halley.

"Cobalah Halley!" Teriakan terdengar dari bawah sana, itu suara Jennifer! Bagaimana mungkin gadis itu selamat dibawah sana?

Tak mendengar sahutan dari atas, Jennifer memanjat kastil dengan mudahnya, "Kenapa tidak mencoba?"

Halley terkejut, Jennifer memanjat tembok setinggi sepuluh meter? "Kau..."

Jennifer berdiri di tembok balkon lalu menarik Halley untuk berdiri bersamanya. Halley bergidik ngeri membayangkan tubuhnya remuk akibat  terjatuh dari sana.

Gadis itu bergerak mendekat, membuat  Halley gugup. Kakinya ingin mundur tapi ia takut jatuh. Keduanya hampir menempel, Jennifer lalu berjinjit dan berbisik pelan.

"Vampire tidak takut dengan apapun."

Dapat Halley lihat Jennifer tersenyum tipis, hampir tidak terlihat namun Halley sangat yakin. Sedetik kemudian Jennifer mendorong Halley ikut jatuh bersamanya.

Halley jelas menjerit histeris, berpacu adrenalin tanpa pengaman seperti ini membuatnya nyaris mati terkejut, "Tidak usah berisik, kau tidak mati."

Halley membuka matanya dan tersentak kaget saat dirinya berdiri selamat, "Tapi, bagaimana bisa?" Gumam Halley nampak linglung.

"Kau vampire sekarang, tubuhmu lebih kuat. Latih dirimu agar kau tidak mati konyol." Ejek Jennifer lalu ia pergi meninggalkan Halley.

Pria itu terdiam, masih tidak percaya dengan kejadian barusan. Dirinya masih hidup? Namun ia baru menyadari kakinya terasa kaku dan sedikit nyeri, mungkin karena tubuhnya tidak mempersiapkan pendaratan yang mulus.

"Benar, aku harus berlatih agar bisa menjaga Jennifer." Halley menatap Jennifer yang kini berada di atas balkon tempat keduanya meloncat tadi, gadis itu menatap ke arahnya, tatapan mengejek yang terlihat menjengkelkan.

Tapi bukannya kesal, Halley justru tersenyum. Pria itu sudah jatuh cinta, tatapan memuja yang Jennifer lihat saat ini membuat gadis itu tersadar, dengan cepat Jennifer berjalan pergi.

TBC?

The Blood ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang